#8 - Things Won't be Easy Anymore

1.5K 217 6
                                    

Koridor mulai ramai dengan murid-murid yang baru keluar dari kelas untuk pergi entah ke bagian sekolah yang mana. Terutama anak IPS yang udah jadi hukum alam lebih ribut dibanding anak IPA. Semua berlalu lalang bersama teman masing-masing, saling lempar kertas seakan nggak peduli betapa berantakannya koridor mereka sendiri, dan nggak peduli betapa capeknya yang ngeberesin sekolah, saling teriak dengan suara toanya masing-masing, dan kejar-kejaran yang sampai tabrak sana sini.

Dan Dana, ia melewati koridor IPS dengan sendirinya dia yang sama nggak pedulinya dengan sekitar. Dana melangkah seiring membalas sapaan bersahabat dari orang-orang yang ia kenal, entah itu cowok yang tiba-tiba menepuk pundaknya atau cewek-cewek yang menggila dengan gosip di depan kelas.

Dan kini, kelakuan Dana menambah satu gosip baru dengan objek yang sama seperti kemarin-kemarin. Cowok itu masuk kembali ke kelas XII IPS 2.

Mara tak berpikir apa-apa sebelumnya selain Dana mungkin akan menghampiri teman-temannya yang kebetulan berada dalam kelas yang sama dengan dirinya, karena cewek itu masih sibuk dengan membereskan catatannya yang belum selesai. Namun, hal yang tak diduga muncul ketika Dana malah melangkahkan diri mendeketinya. Membantu membereskan buku-bukunya yang berantakan, atau tepatnya tiba-tiba mengangkat semua buku tersebut dan menatanya menjadi satu di atas meja.

Spontan Mara menaikkan kedua alis penuh tanda tanya sekaligus mulutnya yang malas untuk mengucapkan sepatah kata pun. Apa kejadian kemarin nggak berarti apa-apa buat Dana?

Mara pikir cowok itu akan malas untuk menemuinya lagi.

"Ayo kantin!"

Kini gantian Mara mengerutkan dahinya. Refleks ia melirik sekitaran yang ternyata sesuai seperti apa yang dipikirkannya, semua mata memandang mereka berdua, bahkan sampai pada murid-murid yang diam-diam mengintip dari luar jendela kelas.

"Nggak. keluar sana."

"Istirahat kali Mar, makan biar nggak laper. Lagian ngapain sih di kelas Cuma nulis ginian? Entar-entar juga bisa, belom dihapus juga dari papan tulis," ucap Dana sambil menunjuk papan tulis. "Liat tuh temen-temen lo aja udah pada bubaran."

Alisnya berekerut sebal, Mara menyelipkan rambutnya di balik telinga, melanjutnya catatannya. "Gue nggak mau."

Dana mendesah pelan, cowok itu duduk di hadapan Mara.

"Emang lo nggak pikir apa-apa setelah gue ngusir lo kemarin?"

"Tumben ngajak ngobrol duluan." Seringaian muncul ketika Mara mengucapkan kalimatnya.

Mara mengangkat kepala sambil menekan ujung atas pulpennya hingga terdengar suara 'ctek' dari sana. Wajah datar selalu ia pasang. "Keluar."

Dana mendesah sambil memandang ke arah lain. "Please, Mar." Ucapnya pelan. ia kembali memandandang Mara yang kini mulai memasukkan pulpennya ke dalam tempat pensil dan merapikan bukunya di atas meja. "Emang ada apa sih sama kantin? Terakhir kali gue liat lo sempet beli lemon tea di sana."

Mara mendesah pendek. "Please, Dan. Emang kata-kata gue barusan nggak bisa lo mengerti sampe lo nggak ngerti sama sekali. Gue bilang enggak. ya artinya enggak," ucapnya telak. Cewek itu bangkit dari duduknya, melangkah keluar dari barisan meja, dan benar-benar memantapkan langkah untuk keluar dari kelas sebelum Dana kembali menginterupsinya untuk kembali membalikkan kepala.

"Emang lo mau kemana sih?"

Mara memutar bola mata. "Emangnya setiap gue mau kemana-mana tuh harus laporan sama lo?"

-o-

"Kenapa nggak temen lo aja sih? Yang cowok gitu, kek. Sementara elo yang notabenenya cewek bawa banyak buku gini. Mana tebel-tebel lagi."

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang