"Ini berjalan dengan baik, akhir-akhir ini yang berkunjung lumayan. Kakak gue berpikir—bukan lagi berpikir sih, tapi kita udah mulai survey tempat—untuk buka cabang di sekitar Garda, gimana menurut lo?"
Dana menyenderkan tubuhnya pada kursi empuk yang khusus berada di depan meja ruangannya sendiri dengan senyuman lebar penuh rasa bangga mengingat usahanya yang mulai melejit naik. Usaha kuliner dengan membuka kafe sederhana namun lumayan berbobot dengan banyak fasilitas yang disuguhkan, dari label free wifi sampai free pertunjukkan langsung band-band yang manggung tiap sabtu minggu—dari kalangan band bayaran sampai teman-temannya yang secara sukarela melakukannya. Memiliki letak strategis dari kampusnya sekarang ini, cukup banyak yang mengunjungi dari kalangan anak sekolahan, entah dari yang masih pakai seragam sampai yang terbebas dari jeratan seragam kuno masa SMA—meskipun sejujurkan seragam zaman sekarang sudah banyak dimodifikasi oleh tiap-tiap siswanya sendiri.
"Keren," ucap seseorang dari layar laptop Dana. Seorang cewek dengan rambut coklat disanggul acak, jika kita turunkan mata ke bawah, dapat dilihat bahwa cewek yang tadi mengangguk sambil tersenyum kecil itu mengenakan sweater hitam kebesaran. Dana tahu, karena sweater tersebut miliknya yang tertinggal di sana. Jauh di kota sebrang, kota sebrang yang sungguh-sungguh ia rindukan.
Dari video call tersebut pula Dana melihat tatapan Mara mengarah pada sekeliling ruangannya. Ruangan kecil yang di desain cewek itu, ruangan yang kini terasa seperti kamar kost Dana meskipun tak ada kasur sama sekali. Dan... selain ruangan, cewek yang berstatus pacarnya itu juga mendesain keseluruhan kafe miliknya, Mara terlalu indah jika dilewatkan dengan segala bakat cewek itu yang kini membuat kafenya menjadi selain tempat khusus makan, nongkrong bareng kawan, namun juga tempat selfie kalangan remaja yang senang hang out.
Hembusan napas terdengar, yang Dana lihat Mara mengusap wajahnya sebentar, menatapnya sedikit lama dari biasanya sebelum satu kalimat manis muncul bertolak belakang dengan tatapan yang diberikan cewek itu. "I miss you."
"Me too." Dana menjawab, sepenuh hati, namun tatapan Mara pun juga mengganjal hatinya. "Mar, ada apa?"
Mara terkekeh—masih bertolak belakang dengan tatapannya yang terasa aneh untuk Dana—dan menggeleng kecil membiarkan helaian rambutnya ikut berterbangan dan lepas dari ikatan rambutnya yang tidak kencang. "Nggak. Gue cuma kangen kok." Cewek itu terkekeh lagi, dan untuk kesekian kalinya masih Dana rasakan hal yang sama. "Lo tau... Depok-Bandung... nggak sejauh itu...."
Dan keanehan sirna ketika mendengar sedikit ucapan yang menjelaskan segala hal. "Iya, gue tau. Tapi.. lo tau gue masih sibuk ngurusin ini," balas Dana sambil membentangkan tangannya sedikit lebar seakan mempersembahkan ruangannya sebagai penjelasan. "Kita masih bisa video call."
Mara terdiam, memalingkan wajahnya untuk beberapa saat sebelum melempar senyum kecil yang kini sarat akan sesuatu membuat Dana ikut terdiam. "Ya... kita masih bisa video call."
Hening untuk sekian lama dan yang Dana lihat adalah Mara yang menunduk untuk memandangai entah apa yang berada di bawah sana, selimut atau malah menghindari tatapannya. Dana mengernyit, menyipitkan matanya, memandang Mara dari layar laptopnya yang kini terdiam mendiaminya.
Hingga... ada satu kalimat yang terucap.
"Lo nggak berniat untuk ninggalin gue, kan?"
Dana terdiam, sedikit rasa sesak mulai merasuki dirinya, meremas jantungnya untuk ikut mengernyit mendengar itu, apalagi nada yang Mara gunakan ketika mengatakan hal yang bahkan tak ia pikirkan akan terucap. Kini, seolah-olah rasa bersalah ikut mengiringi sesak untuk semakin meremas jantungnya. "Mar—"
Dan ucapannya terpotong dengan kekehan. Tatapan dengans edikit perasaan sedih terpancar dari wajah Mara, "Nggak, Dan, gue Cuma nanya doang. Gue tau kok, lo sibuk."

KAMU SEDANG MEMBACA
Trust
Teen FictionHidupnya indah, pada masanya. Satu masalah datang membuatnya bertransformasi menjadi dia yang lain, yang tak dikenal dan tak mau dikenal. Hidupnya berubah hitam, monoton, tak bergairah. Namun, ketika muncul setitik harapan cerah yang datang untuk me...