Epilog

124K 8.1K 459
                                    

Tamara tersenyum dengan tipikal senyum perpaduan antara senang dan bahagia, dua sifat yang positif. Tangannya tak berhenti untuk meraup sedikit nasi pada sendok dan menyuapkannya ke dalam mulut, meskipun yang di depan matanya merupakan pemandangan langka sekaligus yang ia tunggu-tunggu. Berada dalam satu ruangan dengan cewek yang secara misterius menjadi satu-satunya dibawa Dana ke rumah beberapa waktu lalu dengan alasan undangan makan malam sekaligus untuk pengenalan lebih lanjut bagaimana kepribadian cewek tersebut.

Namanya Mara, atau lengkapnya Ratinka Mara Derisha.

Yang berada di kepalanya merupakan opini-opini positif tentang cewek yang tertunduk gugup sambil memakan masakannya itu. Tentang cewek baik-baik yang tak sengaja Dana temukan dan menjadikan adik satu-satunya itu berubah secara bertahap dan termasuk hal yang tak pernah Tamara kira bisa terjadi.

Dan ia melirik Dana lagi, yang duduk di sebelah Mara dengan Kikan di pangkuan cowok itu. "Jadi.... Aku denger dari Dana, kamu bakal kuliah di Bandung Mar?"

Mara mengangkat kepala, memberi senyumannya dan mengangguk. "Iya."

"Jurusan apa?"

"Desain Interior," jawab Mara, sambil melirik Dana. Cewek itu tak kehilangan rasa gugupnya meskipun sudah dua jam lalu berada di rumah Dana.

Tamara megangguk-angguk, satu poin plus yang dimiliki Mara membuatnya semakin setuju dengan keberadaan cewek itu di sekitar adiknya. "Berarti.... Kalian bakal LDR gitu?" tanyanya dengan alis terangkat.

Satu pertanyaan baru saja dilontarkan Tamara hampir membuat Mara tersedak, ia menarik napasnya sebentar sebelum menjawab. Namun kembali terdiam ketika tak tahu harus menjawab apa, ia malah melirik Dana dengan pandangannya yang seakan meminta penjelasan harus bagaimana ia akan menjawab atau apakah Dana ingin membantunya menjawab. Namun yang ada malah Dana menatapnya dengan satu alis terangkat, sementara aktivitasnya untuk menyuapi Kikan tak berhenti. Seakan melimpahkan segala halnya pada Mara, atau malah sengaja begitu. Mara mendengus dalam hati.

"Maksudnya, kamu tau kan Dana secara misterius bisa keterima di UI. Aku bahkan nggak tau gimana cara dia bisa keterima padahal dia nggak belajar sama sekali, dan aku juga nggak tau harus kasih respon gimana selain kaget dan nggak percaya. Mau bilang bangga ya... takut dia kepedean-"

"Apaan sih?" sanggah Dana kesal, menyadari pembicaraan mulai melenceng dengan Tamara yang berusaha meledekknya.

Mara terkekeh pelan, menyadari keakraban dari kakak adik di sekitarnya ini.

"Oke," Tamara memutar bola matanya. "Maksudnya, kamu bakal di Bandung, terus Dana di daerah deket-deket sini aja. Berarti kalian LDR, kan? Emang nggak bakal saling kangen-kangenan gitu?" tanya Tamara lagi, senyum kecil tercetak di wajahnya melihat perubahan raut wajah Mara yang sedikit pucat, dan... bersemu. Ya ampun, Dana bisa dapet cewek kayak gini darimana , sih?

Tamara terkekeh. "Oke, oke..." ia melirik Dana dan menyadari pelototan dari cowok itu. "By the way, orang tua kamu di Bandung, kan, Mar? Dana pernah cerita soal itu dan itu yang bikin kamu berniat buat kuliah di sana. Dana juga pernah cerita tentang kamu yang pindah dari bandung ke Jakarta. Ngomong-ngomong kenapa kamu pindah ke Jakarta?"

Pertanyaan kedua yang kembali membuat Mara tersentak, dan lagi-lagi cewek itu tak tahu harus menjawab apa. Juga tak mungkin ia berkata jujur perihal masalah keluarga yang menerpa dirinyalah alasan utama kepindahannya. "Mm...-"

"Takdir!" sergah Dana cepat. "Kalo dia nggak pindah, kita nggak akan pernah ketemu," lanjut cowok itu, tahu apa permasalahannya sekaligus dirinya yang tak sempat membicarakan perihal kepindahan Mara pada kakaknya, tentu saja hal itu membuat Mara cukup kaget. "Makanya dia pindah, soalnya dia nyadar bakal ketemu jodoh di Jakarta."

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang