Ayo kita mulai semuanya dari awal.
***
"Dokter Raline, ada pasien yang ingin berkonsultasi." Daisy memasuki ruang kerja Raline dan memberi informasi tersebut ketika jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.
"Siapa? Bukannya udah nggak ada, ya?" tanya Raline bingung. Seharusnya ia hari ini selesai kerja sore hari, tidak ada janji dengan pasien lagi selain tadi melakukan operasi mendadak. "Jam kerja gue udah habis, Dai." Raline menggunakan bahasa non-formal karena memang ia pikir jam kerjanya sudah habis.
"Nggak tau, katanya udah ada janji sama Dokter Raline," sahut Daisy dengan bahasa formal lagi, takutnya pasien di luar mendengar jadi kesannya agak tidak mengenakkan.
"Perasaan saya nggak punya janji sama pasien malam ini," gumam Raline. "Tapi nggak papa deh, mumpung saya masih disini. Suruh masuk aja."
Daisy mengangguk, ia keluar sebentar untuk memanggil pasien itu dan kemudian masuk lagi bersama orang yang tadi disebutnya sebagai pasien.
"Dai, siapin brankar sama USG ya, siapa tahu saya butuh." Raline mengatakan itu setelah dirasa Daisy sudah masuk kembali. Dia sibuk menatap ponselnya, mengabari orang tuanya kalau hari ini ia pulang agak malam sampai kemudian kepalanya terangkat untuk menyapa siapa yang datang.
Baru sedetik Raline mengangkat kepalanya, matanya langsung terkunci pada mata seorang laki-laki yang berdiri di depannya.
"Nev," lirih Raline.
Wanita yang tadinya masuk bersama laki-laki itu menggeram kesal. "Hadehhh, gue yang susah payah datang kesini tapi Nevan yang dinotice. Dasar sepupu kurang ajar."
"Mama marah sama Aster, ya?" Anak kecil yang digandeng oleh wanita itu bertanya dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
Sontak saja wanita itu kelabakan melihat reaksi anaknya. Dia langsung berjongkok demi membuat tubuhnya sama tinggi dengan anaknya. "Mama nggak marah sama Aster," jawab Syanin—sepupu Raline, wanita yang tadi menggeram.
"Terus kenapa tadi Mama kayak marah gitu? Bukannya Aster nggak nakal disini?" tanya anak berusia empat tahun itu lagi. "Aster udah janji sama Mama nggak akan nakal kalau mau ikut kesini."
"Mama nggak marah sama Aster, Mama itu marahnya sama aunty Raline."
Aster mengerjapkan matanya polos, membuat semua orang di ruangan itu gemas terhadapnya termasuk Raline yang sudah mengalihkan pandangan dari Nevan. "Aunty Raline itu yang mana, Ma?" Dia menatap Raline dan Daisy bergantian. Bingung.
"Yang lagi duduk di depan meja kerjanya, Aster."
Mendengar jawaban dari Syanin, Aster langsung berlari menghampiri Raline dan memeluknya. "Aster senang bisa ketemu langsung sama aunty, akhirnya kita enggak kayak nonton tv lagi."
"Kayak nonton tv?" Raline mengerutkan dahinya ketika mendengar penuturan dari Aster.
Syanin tertawa terbahak-bahak sebelum menjawab, "Laki gue nggak bolehin Aster sering-sering pegang ponsel, jadi pas lo videocall buat ngelihat Aster ya ponselnya disambungin ke tv. Muka lo segede gaban dah tuh gara-gara disambungin ke layar tv."
"Lagian lo kelamaan nggak pulang, sampai sepuluh tahun. Waktu gue nikahan lo nggak datang, waktu gue ngelahirin lo nggak datang juga, sekarang gue udah hamil anak kedua lo baru pulang. Udah sebulan lebih juga lo nggak videocall gue tuh sampe Aster bingung yang mana aunty-nya," lanjut Syanin.
"Gue mau punya adik loh, aunty."
Kali ini Raline terkejut mendengar penuturan dari Aster—keponakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revoir (Tamat)
Romance[SUDAH TERBIT - EPILOG DIHAPUS SETENGAH] 📌 Sequel RALINE. Bisa dibaca terpisah. Setelah bertahun-tahun Nevan dan Raline tidak bertemu, takdir kembali mempertemukan mereka dengan cara yang sama saat mereka pertama kali bertemu di lorong sekolah dulu...