Pukul lima sore, Raline sudah sampai kembali di basement yang ada di sebuah gedung tinggi. Gedung apartment Nevan.
Setelah memastikan mobilnya terkunci dan aman, Raline langsung menuju ke unit Nevan.
Karena tahu Nevan sedang lemas, jadi Raline memutuskan untuk langsung masuk dengan menekan kode aksesnya sendiri.
Klik.
Pintu terbuka. Suasana living room langsung terlihat ramai dan berantakan. Ternyata di sana ada Raka, Gerald, Yurdi, Julian dan Nevan sedang mengobrol di sofa tempat Nevan beristirahat tadi.
"Eh? Ke sini, Ra?" tanya Raka bingung.
"Iya," jawab Raline. "Sorry ya gue langsung masuk, nggak tau kalau ada kalian. Soalnya tadi pagi Nevan nggak bisa bangun bukain pintu, gue kira sekarang masih sama."
"Gue ganggu nggak?" lanjut Raline.
"Eng—"
"Kalau ganggu, gue pulang aja." Raline memotong kalimat yang akan keluar dari mulut Gerald.
Gerald menengadahkan kepalanya, mencoba bersabar. "Lo tuh nggak berubah ya Ra, suka banget motong omongan gue."
Raline berjalan mendekat. "Omongan lo sering bertele-tele sih," ujar Raline sambil mendaratkan bokongnya di space kosong sebelah Nevan. "Udah baikan, Nev?"
"Udah, gara-gara ancaman kamu."
"Aku bercanda, Nev," kata Raline. Dia memeriksa suhu tubuh Nevan lagi dengan meletakkan punggung tangannya di kening laki-laki itu. "Udah nggak terlalu panas."
"Katanya mau masakin aku?" tagih Nevan.
"Serius Raline mau masak?!" tanya Julian antusias. Kupingnya selalu tajam sejak dulu ketika mendengar tanda-tanda makan gratis. "Asik makan gratis!"
"Kasian sih kalau jomblo, nggak pernah dimasakin istri. Jadi gini nih," cibir Raka. "Ya nggak, Di?"
Yurdi mengangguk, iya-iya saja. Namun, Gerald langsung menyentil kening Raka karena mendengar cibiran laki-laki itu tadi. "Gue juga jomblo, anjir!"
"Itu sih pilihan lo karena belum mau move on, padahal yang nunggu lo dari lama mah ada." Raka mengusap keningnya yang sedikit memerah.
"Udah," sela Raline. Dia tahu bagaimana Gerald menyayangi Sindy karena dia melihat sendiri air mata laki-laki itu turun ketika Sindy meninggal. Jadi, Raline juga tahu kalau ucapan Raka soal move on malah akan membuat Gerald bersedih karena teringat akan Sindy.
Raline memusatkan pandangannya pada Nevan. "Aku buatin sup, ya? Biar kamu enakan."
"Gue mencium bau-bau jadian," gumam Gerald.
"Asli kan?!" seru Julian. "Gue kira gue doang yang mikir gitu."
"Enggak jadian," tegas Raline.
"Maunya langsung nikah," imbuh Nevan.
"Duh, makin ngelantur deh. Yaudah mau masak dulu nih, kayaknya kalian lapar semua makanya omongannya kemana-mana." Raline berdiri dari duduknya tanpa menunggu persetujuan dari kelima laki-laki itu.
Ia berjalan menuju dapur seolah sudah hapal isi apartment itu.
Tangan Raline memotong sayuran dengan cekatan, secekatan ia menjahit perut ibu-ibu setelah melakukan operasi sesar.
Meski Raline tidak terlalu mahir dalam memasak, namun ia bisa jika hanya sekedar memasak sop, lauk-laukan yang disambal ataupun digoreng.
Raline terbiasa dituntut melakukan itu sejak ia memutuskan keluar dari rumah dan sekolah di luar kota. Walau kegiatannya sibuk, ia harus tetap melakukan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Revoir (Tamat)
Storie d'amore[SUDAH TERBIT - EPILOG DIHAPUS SETENGAH] 📌 Sequel RALINE. Bisa dibaca terpisah. Setelah bertahun-tahun Nevan dan Raline tidak bertemu, takdir kembali mempertemukan mereka dengan cara yang sama saat mereka pertama kali bertemu di lorong sekolah dulu...