Bagian 23

960 102 30
                                    

Di suatu malam, Raline sedang berada di rumah orang tua Syanin yang ada di Jakarta untuk mengikuti acara tujuh bulan kehamilan Syanin. Sengaja diadakan di Jakarta karena keluarga besar mereka ada di sini.

Setelah acara selesai, saat para tamu dipersilahkan makan, si ibu hamil malah mengantuk dan tertidur di kamarnya. Alhasil Raline harus mengurus Aster—anak Syanin sekaligus keponakannya untuk sementara karena semua orang sedang sibuk mengurus konsumsi para tamu.

"Aunty, adik Aster masih lama nggak keluarnya?" celetuk bocah berusia empat tahun itu.

"Dua bulan lagi, sabar ya," sahut Raline dengan sabar. "Aster nungguin adik banget?"

"Iya!"

"Kata papa, nanti pas adik keluar, Aster bakal sekolah. Aster nggak sabar sekolah," lanjutnya.

Lah?

Ternyata menunggu untuk sekolah, bukan sepenuhnya menunggu sang adik.

Raline tersenyum kecil, lalu berkata, "Harusnya Aster lebih senang nungguin adik daripada sekolah."

"Iya, nungguin adik juga. Nanti adik Aster ganteng lho, aunty."

"Soalnya adik Aster laki-laki, kalau perempuan pasti cantik kayak Aster."

"Aster nggak cantik, aunty!"

"Cantik dong."

"Enggak. Kata papa, aku ini lebih dari cantik. Aku malaikatnya papa."

Senyum Raline makin mengembang mendengar ocehan anak kecil polos yang duduk di pangkuannya itu. Raline tahu betul bagaimana romantisnya suami Syanin—Papa Aster. Tidak heran jika lelaki itu berkata demikian pada anaknya.

Raline menatap sekitarnya yang sudah mulai sepi, para tamu juga ada yang sudah pulang ke rumah masing-masing.

"Aster, ayo makan. Udah nggak ramai lagi antrinya."

Aster menggeleng. "Nggak mau."

"Kenapa nggak mau?"

"Maunya makan sama papa." Tunjuk Aster ke arah luar rumah.

Tentu Raline mengerti maksud Aster. Dia menurunkan Aster dari pangkuannya, lantas menggandeng bocah itu menuju prasmanan untuk mengambil makanan.

Setelah itu, Raline kembali menggandeng Aster untuk mengantarkan anak itu ke papa-nya yang ada di teras depan.

"Papa!" teriak Aster ketika sudah menemukan sosok papa yang ia maksud. Dia melepas genggaman tangannya dengan Raline, lantas berlari memeluk papa-nya. Mereka memang sedekat itu, Syanin benar mendidik Aster untuk terus menunjukkan rasa cintanya pada orang tua.

Terkadang.. Raline iri dengan keluarga kecil mereka. Di umur yang sudah menginjak 28 tahun, Syanin sudah ingin punya anak dua. Sedangkan Raline, jangankan menikah, jodoh pun belum pasti siapa.

"Kenapa, sayang?" Orang yang disebut 'Papa' oleh Aster itu membawa anaknya ke pangkuan, lalu mengelus rambutnya dengan lembut.

"Aster mau makan bareng papa-nya, Bang," sahut Raline yang baru ikut mendekat. Dia memberikan sepiring makanan yang tadi diambilnya untuk Aster kepada papa dari anak itu.

"Udah cocok Ra, punya anak."

Suara itu membuat Raline menoleh ke sekitar. Bodoh sekali dia karena baru menyadari kalau suami Syanin sebelumnya lagi berbincang dengan rombongan Nevan yang ternyata diundang juga, termasuk Nevan.

Revoir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang