Bagian 10

1.3K 123 53
                                        

Sebagaimana jauhnya kita dipisahkan, jika memang kita adalah sebuah takdir, maka kita akan kembali disatukan dengan sendirinya.

***

"See you, Ra. Sering-sering ya main ke kantor Pak Boss biar kita bisa sering ngobrol."

"Mengenang masa lalu yang indah gitu," lanjut Danial. Sengaja lagi. Untuk menggoda Nevan.

Danial mengedipkan sebelah matanya, membuat Raline tertawa kecil karena ia mengerti maksud laki-laki itu. Lain halnya dengan Nevan yang matanya sudah melotot hingga hampir keluar.

Kekesalan Nevan sedikit mereda karena teralihkan dengan suara ponsel Raline yang menandakan ada panggilan masuk.

Raline mengambil ponselnya dari dalam sling bag-nya, memeriksa siapa yang meneleponnya.

Hanya sedetik waktu yang Raline butuhkan untuk memutuskan tidak mengangkat panggilan itu. Raline pun langsung mematikan ponselnya.

"Siapa, Ra?" tanya Danial penasaran.

"Farel," jujur Raline.

"Masih?" tanya Danial lagi dengan ekspresi menganga karena tidak percaya. "Nggak nyerah juga ya dia ngejar lo. Padahal ada Sissy."

Rasa kesal dalam diri Nevan kembali memuncak, dia langsung menarik Raline dari hadapan Danial, membawa gadis itu menuju lift untuk pulang.

Nevan tahu kalau Raline tidak memiliki perasaan khusus dengan laki-laki itu—mantan Raline yang masih gencar mengejarnya—tapi entah kenapa Nevan masih merasa was-was dengan lelaki itu.

Dia takut Raline kembali padanya.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore ketika Nevan dan Raline sudah berdiri di depan pintu lift, ikut mengantre bersama para karyawan Nevan.

Tentu tidak ada lift khusus untuk Nevan karena ia belum sekaya orang tuanya dan kantornya belum sebesar kantor perusahaan keluarganya.

Membeli satu unit apartment dengan uangnya sendiri saja Nevan sudah bangga.

"Mau duluan, Pak Boss?" Salah satu karyawan Nevan yang ikut mengantre di depan mereka menawarkan, namun Nevan langsung menggeleng.

"Sesuai antrean aja. Santai kok, nggak buru-buru."

Setelah mendengar jawaban dari Nevan, beberapa karyawan masuk ke lift yang terbuka diantara dua lift yang ada. Sisanya masih menunggu lift satunya lagi untuk sampai di lantai tiga.

Nevan tidak menyadari raut wajah Raline yang risih karena sejak tadi banyak karyawan laki-laki itu memandangnya secara terang-terangan dan seolah bertanya dirinya siapa.

Meskipun beberapa orang sudah ada yang bisa menebak siapa Raline.

Ting!

Pintu lift satunya lagi terbuka. Nevan membawa Raline masuk ke lift bersama beberapa karyawan.

Lift yang mereka tumpangi bergerak turun, beberapa orang ada yang berhenti di lantai dua.

"Katanya mau tour, kenapa nggak mampir ke lantai dua tadi?" bisik Raline pada Nevan.

"Lantai dua itu khusus ruang rapat, jarang dimasukin orang karena dijaga ketat dan izinnya harus jelas." Nevan balas berbisik. "Mungkin mereka yang berhenti di lantai dua itu punya urusan."

"Di lantai dua juga ada satu ruangan khusus penyimpanan semua karya aku. Banyak miniatur rumah dengan berbagai bentuk. Itu juga sih salah satu alasan kenapa lantai dua dijaga ketat, karena aku nggak mau karyaku rusak," lanjut Nevan.

Revoir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang