Bagian 6

1.1K 130 64
                                    

"Aku kangen banget sama Sindy."

"Sama aku enggak?"

"Bukan waktunya bercanda, Nev."

"Biar kamu nggak sedih. Ayo."

Raline mendengus ketika tiba-tiba Nevan menariknya, membawanya berjalan melewati banyak gundukan tanah.

Sebelum benar-benar sampai ke tujuan, Nevan sempat berhenti dan mengalihkan fokusnya pada Raline. "Janji ya Ra, jangan nangis."

"Kamu udah berapa kali bilang gitu," sahut Raline kesal. Benar, Nevan sudah mengatakan hal itu puluhan kali sejak mereka berangkat kesini.

Melihat raut kesal Raline, Nevan terkekeh pelan. Ia membawa perempuan itu ke dekapannya. Ah, Nevan sudah ingin melakukan ini sejak pertama kali mereka bertemu lagi.

Namun, baru terealisasikan sekarang.

Raline tidak menolak saat Nevan tiba-tiba memeluknya, malah dia menghirup aroma tubuh laki-laki itu sepuasnya. Aroma yang sejak dulu tidak berubah, aroma yang sama dengan saat terakhir kali mereka berpelukan di bandara sepuluh tahun lalu.

"Di kuburan sempat-sempatnya mesum."

Mendengar itu, sontak Raline mendorong Nevan menjauh. Sekali lagi Nevan terkekeh dibuatnya.

Raline berdeham ketika melihat seorang laki-laki yang kini sudah berada diantara mereka berdua tertawa geli.

"Lo udah dari tadi disini ya, Bagas?" tanya Raline.

Laki-laki itu—Bagas menganggukkan kepalanya. "Sejak kalian datang terus jalan sambil gandengan dan akhirnya pelukan."

"Lo ngintip!" seru Nevan.

"Ini tempat umum," balas Bagas sesantai mungkin.

"Udah," sela Raline. Dia tidak habis pikir dengan dua laki-laki di depannya ini, sedang di kuburan malah berdebat tidak penting. "Ayo ke Sindy."

Keduanya mengangguk mendengar penuturan dari Raline. Raline berjalan mendahului mereka ke salah satu gundukan tanah yang batu nisannya bertuliskan nama sahabat lamanya.

Lima meter dari gundukan tanah itu, langkah Raline terhenti. Tentu saja Nevan dan Bagas yang berjalan di belakangnya ikut berhenti. Mereka memasang raut bingung sambil menatap punggung Raline yang ada di depan mereka.

"Kenapa, Ra?" tanya Nevan akhirnya karena tidak ada tanda-tanda untuk Raline melanjutkan langkah.

Raline tersentak, sadar dari lamunannya. Kemudian, ia melangkah maju, menghampiri seseorang yang duduk di sebelah makam Sindy. Seseorang yang sempat membuat langkah Raline terhenti tadi.

Nevan dan Bagas belum menyadari keberadaan orang itu sampai saat Raline membuka suara, "Lo.. disini, Rald?"

Gerald yang tadinya menunduk menatapi gundukan tanah itu kini mendongak ketika mendengar namanya disebut.

Matanya berkaca-kaca melihat Raline. Tentu saja, karena Raline pasti akan mengingatkannya dengan Sindy lagi.

Dulu, Raline adalah sahabat terdekat Sindy. Gerald kenal baik dengan Sindy karena Nevan berteman dekat dengan Raline. Semua tentang Sindy bersangkutan dengan Raline.

Raline yang menyadari raut wajah Gerald pun langsung mendekat. Ia ikut berjongkok di sebelah laki-laki itu.

Raline memberi senyum menenangkan pada Gerald. "Apa kabar, sahabat?"

Gerald ikut tersenyum setelahnya. "Lo jadi pintar bicara sekarang ya, Ra."

"Gue baik, lo apa kabar?" lanjutnya.

Revoir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang