Bagian 29

1.2K 122 39
                                    

⚠️W. A. R. N. I. N. G⚠️

Bagian ini panjang. Jangan lupa tinggalkan jejak sebanyak-banyaknya.

***

"Tante nungguin kamu datang lagi ke Tante sejak terakhir kali kita ketemu, Ra."

Pernyataan yang keluar dari mulut Naura itu membuat Raline tersenyum kecut. Maksud Naura, dia menunggu Raline datang padanya sebagai teman dari anak semata wayangnya yang akan melihat drama perjodohan yang ia susun? Begitu?

Kenapa Naura harus bersikap sangat baik padanya padahal ia tidak merestui hubungannya dengan Nevan? Bukankah akan lebih mudah jika Naura tak acuh pada Raline?

Raline jadi merasa bingung apakah keputusan yang ia ambil untuk memperjuangkan hubungannya dengan Nevan ini benar atau salah.

Bukan hal mudah untuk Raline memberanikan diri datang langsung ke kediaman Kalandra setelah sekian lama ia tidak datang ke sana.

Tentu saja semua orang tahu kalau datang ke rumah langsung pasti maksudnya terkesan lebih pribadi dibandingkan saat ia datang ke toko kue Naura beberapa waktu lalu.

Raline sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk berjuang. Memperjuangkan Nevan sesekali tidak salah, bukan? Selama ini selalu Nevan yang berjuang untuk dirinya.

"Kenapa baru datang hari ini, Ra?" tanya Naura.

"Raline jarang punya waktu luang, Tante. Kalau luang ya biasanya istirahat aja di rumah, ini mampir juga karena ada yang mau Raline omongin sama Tante, boleh?" ujar Raline yang berusaha sesopan mungkin sambil berdoa untuk keberhasilannya merebut hati Naura.

Naura menampakkan raut wajah terkejut. "Oh, kirain kamu mampirnya mau ketemu Nevan."

"Ayo masuk," lanjutnya.

Setelah mempersilahkan Raline masuk, Naura berjalan mendahuluinya untuk duduk di sofa ruang tamu. Raline sempat mengamati sekitar, ruangan itu tidak berubah sejak terakhir kali ia berkunjung sewaktu SMA.

Rumah besar itu semakin terlihat sepi. Jika dulu ada Nevan si anak tunggal, sekarang lelaki itu sudah punya dunianya sendiri.

"Nevan bukannya di apartment, Tan?" Raline membuka suara lagi, teringat dugaan Naura padanya yang dikira datang untuk menemui Nevan.

"Beberapa minggu belakangan ini dia rajin pulang ke rumah, tapi jadi lebih diam. Kalau Tante nanya-nanya atau ngajakin ngobrol, dia cuma iya-iya aja." Naura tersenyum lembut, namun sorot matanya menunjukkan kalau ia sedih karena perlakuan Nevan padanya.

Sejujurnya Raline ingin bertanya kenapa, namun ia tidak ingin Naura mencap dirinya terlalu ingin tahu. Jadi, Raline memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan. Berbasa-basi sebentar tidak ada salahnya, pikir Raline.

"Om belum pulang juga, Tan?"

"Belum."

Sungguh, Raline mengerti bagaimana kesepiannya Naura sekarang. Meskipun ada beberapa asisten rumah tangga, tidak akan menutupi rasa kesepiannya karena ditinggal bekerja oleh suami dan anak tunggalnya.

"Ra."

"Iya, Tante."

Naura yang duduk tepat di sebelah Raline kini memiringkan tubuh, menatap gadis itu intens hingga membuatnya gugup setengah mati.

Rasanya Raline tidak segugup itu saat pertama kali bertemu dengan Bunda Farel dulu.

Padahal ini sudah pertemuan entah ke berapa kalinya dengan Naura—Mama Nevan. Hei, dulu mereka sudah seperti ibu dan anak beneran. Bahkan Raline pernah diajak berlibur bersama kelurga Nevan. Dulu Naura selalu senang dengan kehadiran Raline di tengah keluarganya.

Revoir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang