Bagian 21

987 98 53
                                    

Intinya, jangan menyerah dengan keadaan.

***

Gerald baru saja memasuki apartment Nevan ketika ia mendapati keempat temannya duduk diam di sofa living room seperti orang bisu.

Saat Gerald masuk, mereka hanya menatap sekilas sebelum kembali pada dunianya masing-masing.

"Kalian kenapa?" tanya Gerald sembari berjalan mendekat, ia duduk di sisi paling kanan sofa berbentuk leter L tersebut. Kemudian, laki-laki itu menatap temannya satu persatu.

"Jul, kenapa?" Gerald menyikut lengan Julian yang duduk di sebelahnya, dia tahu kalau Julian paling nyinyir dan pasti akan menjawab pertanyaannya.

Namun, kali ini Julian malah ikut diam. Bahkan dia tidak mengamuk seperti biasanya saat Gerald menyikut lengannya dengan siku tajam lelaki itu. Julian sudah lebih diam daripada Yurdi.

Gerald menatap Nevan yang duduk di sisi paling kiri sofa, tapi temannya itu malah memasang wajah tidak bersahabat. Sungguh, mereka semua membuat Gerald yang datang terlambat ini bingung.

Merasa tidak ada respon sama sekali, Gerald jadi diam juga. Dia turun dari sofa untuk merebahkan dirinya di karpet. Setelah itu, dia mengambil remot tv di atas meja yang berada di depan sofa untuk membuat ruangan hening itu jadi sedikit ramai.

Gerald benci kesunyian.

Tapi, belum sempat Gerald menekan tombol on di remot, Raka langsung merampas remot tersebut.

Raka menghela napas kasar, membuat Gerald mengangkat sebelah alisnya bertanya.

Awalnya Gerald tidak mengerti, namun saat Raka memberi kode dengan melirik Nevan dari ekor matanya, Gerald mengerti kalau Nevan lah kunci permasalahannya saat ini.

Mereka semua tahu kalau Nevan orang baik yang sabar, mereka semua juga tahu kalau orang sabar kesal atau marah bisa lebih memperkeruh suasana. Seperti apa yang sedang mereka alami sekarang.

Sejak pertama kali mereka berteman, tidak pernah ada yang berani membuat Nevan benar-benar kesal atau marah karena lelaki itu bisa lebih menyeramkan dari Yurdi yang memang pendiam dan selalu memasang wajah dingin.

Karena tidak satu pun diantara mereka yang berani bertanya kepada Nevan saat ini, Gerald memutuskan untuk mengambil tindakan.

Gerald beranjak dari karpet untuk duduk diantara Nevan dan Raka. Lalu, dia menepuk bahu sahabatnya itu. "Lo kenapa, Nev?"

Nevan diam.

"Nev, kita dari kapan sih temenan?" tanya Gerald lagi. "Kadang, lo butuh berbagi cerita sama orang. Kalau kita nggak bisa ngasih saran, seenggaknya kita bisa jadi pendengar."

Nevan memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gue nggak tau punya salah apa sama Raline sampai-sampai dia terus ngehindarin gue seminggu belakangan ini. Gue telfon nggak dijawab, gue chat nggak dibalas. Gue jemput dia setiap pagi buat berangkat kerja bareng, dia selalu udah berangkat duluan. Gue jemput dia sorenya buat pulang, dia udah pulang duluan. Gue samperin lagi rumahnya, kata orang tuanya dia belum pulang. Gue punya batas kesabaran juga kali."

Mendengar itu, keempat temannya kini saling bertatapan seolah bicara lewat batin.

Julian berdeham singkat. "Sorry to ask, lo ada buat salah nggak di hari terakhir kalian baik-baik aja?"

"Nggak ada, semuanya oke. Malahan dia gue ajakin ketemu mama dan senang-senang aja. Mama nyambut dia dengan baik, dia juga kelihatan senang ngobrol sama mama." Nevan yang mulai melunak.

Revoir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang