Bagian 11

1.1K 117 54
                                    

"Ingat rumah?"

Nevan mendelik menatap Wira—papanya yang kini berdiri di ambang pintu rumah sambil bersedekap.

"Ingat dong, Pa."

"Kalau ingat, kenapa berbulan-bulan nggak pulang? Ada apa sih di apartment kamu sampai kamu betah banget disana?" tanya Wira yang sedang menatap tajam anaknya. "Cerah banget lagi tuh muka."

"Nevan itu punya alasan kenapa nggak pulang."

Setelah mengatakan itu, Nevan berjalan memasuki rumahnya, melewati papa-nya begitu saja.

"Makin dewasa makin nggak benar nih anak," gumam Wira. Dia menatap punggung Nevan yang berlalu sambil menggelengkan kepalanya, kemudian ikut masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah, Wira melihat Nevan yang sudah duduk anteng di pantry.

"Mama masak apa?" tanya Nevan.

Naura yang tadinya membelakangi Nevan dan sibuk dengan pan yang ada di depannya, kini berbalik.

Ekspresinya terlihat antusias. "Kamu pulang?!"

"Iya, Ma."

Beberapa saat kemudian, ekspresinya berubah. Naura berkacak pinggang, menatap galak pada anak tunggalnya. "Kamu tuh ya kelewatan banget, masa nggak ingat pulang?!"

"Bukan gitu, Ma," bela Nevan. "Nevan lagi banyak kerjaan banget, Mama kan tau rumah sama kantor Nevan agak jauh jaraknya. Nanti Nevan kecapekan, terus sakit, Mama yang repot."

"Nevan juga lagi memperjuangkan sesuatu." Nevan tersenyum misterius, membuat kedua orang tuanya menatap ngeri.

Wira ikut duduk di sebelah Nevan sembari berucap, "Alasan aja."

"Beneran, Pa," sahut Nevan sambil memutar bola matanya malas karena papa-nya tetap saja tidak percaya dengan apa yang ia katakan.

"Memperjuangkan apa?" tanya Naura yang tidak menghiraukan perdebatan antara suami dan anaknya. Dia lebih penasaran dengan perkataan Nevan sebelumnya.

Nevan nyengir. "Memperjuangkan seseorang, Nevan udah punya kandidat calon mantu buat Papa dan Mama. Udah ya, nggak usah lagi deh Papa kenalin Nevan sama perempuan-perempuan di luar sana. Nevan bisa pilih sendiri."

Wira mengerutkan keningnya. "Kok tiba-tiba? Kenal dimana sama dia?"

"JANGAN BILANG DIA HAMIDUN?!" Naura refleks berteriak nyaring, membuat Wira dan Nevan menutup kedua kupingnya.

"Apaan sih, Ma?!" jawab Nevan tidak suka. "Pacaran aja nggak pernah, apalagi hamilin anak orang."

"Nevan udah kenal lama sama dia, cuma baru ketemu lagi aja," lanjutnya.

"Kirain," gumam Naura pelan.

Wira terkekeh melihat ekspresi istrinya yang bernapas lega. "Nethink aja."

"Ajak ke rumah, Nev," kata Wira lagi.

Naura mematikan kompor, mengangkat wajan yang tadi ia gunakan untuk membuat mac and cheese, lalu menempatkannya di dua piring.

Kedua piring itu kemudian ia letakkan di depan suami dan anaknya sembari ia bergabung di pantry.

"Anaknya baik, kan?" Naura hanya ingin memastikan kalau Nevan tidak salah pilih pasangan.

"Of course, Ma. Mama kan tau kalau Nevan selalu mengenali perempuan dari sifatnya, kalau cantik mah itu bonus."

Naura mengangguk setuju. Dia lega sekali mendengar penuturan anaknya itu.

Revoir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang