What If

2.4K 211 46
                                    

Timeline : Lima bulan di rumah baru (Few months after The Reality of Living Together)



Tay sengaja menggantung cangkir kopi di dekat hidung sang kekasih agar New menyudahi kantuk, sayang New masih betah menutup mata dalam posisi duduk sambil menggaruk lengan.

"Bangun dulu, kamu udah tidur seharian loh kemarin"

New memaksakan diri untuk membuka mata dan menerima cangkir pemberian Tay.

"Masih ngantuk-hoaamm"

Hari Minggu, pukul 10 pagi. Sama seperti hari Minggu lainnya, keinginan untuk berlama-lama di bawah selimut begitu besar mengingat kesibukan di hari kerja. Pekerjaan New akhir-akhir ini sedang menggila dan akhirnya ia mendapat waktu kosong untuk membayar tidur.

"Udah, kamu kemaren udah tidur seharian, ga makan lagi. Ntar sistem badannya kacau, jam tidur siang bisa tidur lagi"

Tay sudah siap dengan beberapa lembar roti bakar, dua buah telur rebus, pisang dan segenggam blueberry di dalam piring.

Keduanya sengaja duduk di teras samping, bersisian menghadap pada hamparan hijau rumput jepang dan pohon-pohon hias yang tingginya sudah menyamai pagar, pekerjaan siapa lagi jika bukan New yang selalu bersekongkol dengan Mama Tay tentang tanaman.

New masih menguap sambil memeluk kedua kaki yang dinaikkan ke atas kursi saat Tay kembali berdiri, mengejar suara dering ponsel dari dalam rumah.

Pemandangan yang didapat saat kembali ke teras belakang bersama ponsel di telinga membuat Tay kelepasan tertawa, New mengunyah roti bakar pelan dengan mata tertutup kemudian sisa roti di tangan terjatuh sehingga New terlonjak kaget.

"Hahaha tuh kan udah dibilangin, bangun-bangun, buka matanya" Tay yang sudah kembali duduk di samping New menepuk-nepuk pipi kekasihnya pelan.

Ini mbak, New makannya setengah sadar" penjelasan Tay kepada penelpon, mbak Muk.

New bangkit dari kursi dan bertelanjang kaki menginjak rumput hijau sambil meregangkan tubuh, jika terus duduk dipastikan ia akan kembali tertidur.

"Terus Mama bilang apa?"

Meski sedang berbincang dengan Muk di telepon, mata Tay masih mengawasi New yang sedang melakukan stretching di atas rumput.

"Hahaha bilangin selamat sama si Mas! Langsung gol ya! Ayo kalahin Papa biar jadi top scorer!"

Kemudian teriakan dari mbak Muk membuat Tay mengerinyit dan menjauhkan ponsel dari telinga.

New sudah kembali ke teras setelah mengelap kaki, kembali duduk di samping Tay, sengaja menghadap sang kekasih. Penasaran juga, tidak biasanya mbak Muk menelepon pagi-pagi.

Tay hanya tersenyum menjawab kedua alis New yang terangkat.

"Nih, ngomong sama orangnya langsung" ponsel pun berpindah kepada New.

Kemudian kabar tentang kehamilan kedua mbak Muk yang tanpa rencana sampai juga kepada New. Kebanyakan pembicaraan dari mbak Muk yang komplain tentang kuliah S2-nya yang sedang dipuncak sibuk, pekerjaan yang sedang gila-gilanya, bagaimana anak pertamanya masih berusia tiga tahun dan New menimpali dengan hitung-hitungan biaya membesarkan anak. Tay hanya bisa menggeleng-geleng, New memang selalu bisa menomor sekiankan the fun karena pikiran terlalu realistisnya.

"Iya, iya Mbak. Bener" New mengangguk-angguk setuju.

Tay menyodorkan pisang yang sudah tinggal setengah ke depan mulut New, dalam satu gigit, habis.

"Udah jangan kebanyakan komplain, bayinya denger loh Mbak! Kasian, dikira Mbak ga seneng" seru Tay mendekat ke arah telinga New.

Panggilan itu kemudian dibuat dalam mode loudspeaker.

HOME - TayNew (Side Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang