Timeline : Tidak jauh setelah 16 November ke-5. In case you're wondering, both are 25 years old.
"Baby I miss you~ Baby I need you~ Baby I-" senandung Tay yang masuk tanpa salam dipaksa berhenti saat New meletakkan telunjuk di depan bibir.
Mulut berisik Tay Tawan langsung terkatup saat mendapati kekasih hati duduk di samping kepala bocah yang bersila di lantai dengan wajah dikubur dalam lipatan tangan di atas dudukan sofa, membelakangi Tay.
'Kenapa?' tanya si trespasser tanpa suara.
New hanya mengerinyitkan wajah.
Dengan gerakan pelan dan langkah tanpa suara si pengacara berbelok ke arah dapur, meletakkan kantong plastik tentengan dengan hati-hati di atas kitchen island, kemudian duduk mengasingkan diri di atas kitchen stool.
Anak laki-laki kelas 4 sekolah dasar itu mengangkat kepala, menarik dengan kasar tissue yang diletakkan New di dekat lipatan tangannya.
"Udah?" tanya New sambil mengangkat kedua alis.
"Belom" jawab bocah yang sedang mengelap ingus itu sendat.
New menghela napas kemudian bersandar santai, sekilas mencuri pandang ke arah Tay yang sibuk dengan ponsel di atas kitchen stool.
"I hate you, Kak" gumam bocah itu parau.
"Same way here" jawab New acuh dengan kedua bahu diangkat.
"Kakak kenapa sih dulu musti les sebanyak itu! Kurang kerjaan tau nggak!" sofa yang tidak tahu menahu tentang penyebab kekesalan bocah ini dihantam begitu saja dengan tinju kecilnya.
New terkekeh remeh, "Emang sebanyak apa sih kerjaan anak kelas 4? Paling ngerjain kabataku doang"
Bocah itu merengut marah, kedua alis tebal hampir saja bertemu karena kerutan di dahi.
"Banyak! Adek mau main game!!" teriaknya sebal hingga urat-urat di dahi terlihat jelas.
"Udahlah, mau protes sekenceng apa juga ga bakal didenger. Pulang gih, Marc. Ntar dicariin" New mengingatkan dengan telapak tangan mampir di puncak kepala Marc.
"Nggak mau. Ntar dimarahin lagi" bisik Marc bersungut-sungut, teringat alasannya kabur ke apartemen New karena dimarahi Maminya perihal ia yang tidak mau ikut les piano dan les bahasa seperti New dulu.
"Lagian siapa yang berani nyariin adek ke sini?" gumamnya memainkan tissue di tangan.
Maminya jelas. Jangankan untuk datang ke apartemen New, menampakkan muka pada New saja tidak berani. Sedangkan Papinya yang dipanggil Papa oleh New? Hmm.. Bagaimana menjelaskannya ya? Menurut pengamatan Marc, Papinya dan sang kakak saling menjaga jarak aman satu sama lain, menghindari untuk saling bergesekan meskipun ia tidak pernah melihat Papinya memarahi New ataupun New yang berkata kasar. Keduanya selalu terlibat dalam percakapan yang tenang dan.. kaku? Pokoknya begitu!
New berdecak, "Jadi mau nginep nih? Bawa baju buat besok gak?"
Kedua mata Marc terbelalak mendengar pertanyaan kakaknya, ia hanya membawa tubuh, ponsel dan game konsol saat kabur menumpangi taksi menuju kantor New.
New lagi-lagi menghela napas, "Terus gimana? Mau bolos nih besok?"
Marc beringsut mendekati kaki kakaknya, memasang wajah memohon.
"Ck! Iya iya gue bilang pak Dave" New paling tidak bisa menolak Marc yang memasang wajah seperti ini. Dengan cepat jarinya mengetik pesan pada asisten sang ayah untuk membawakan baju ganti dan buku-buku Marc ke apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME - TayNew (Side Story)
RandomSomewhere in the future of HOME - TayNew where the story focus on their relationship. Please check the main story first, if you haven't.