Tay merapikan pakaiannya. Tidak spesial sebenarnya, hanya piyama kemeja polos lengan pendek dengan celana panjang. Tay sudah duduk di satu-satunya sofa panjang yang dipasangkan dengan meja kaca, sengaja mengambil bagian paling kiri agar tiang infusnya tidak mengganggu. Tay mengecek penampilan menggunakan ponsel, ini sudah kesekian kalinya dan ia masih gugup.
Jam besuk memang sudah habis, terang saja ini sudah pukul sepuluh malam, but he is expecting someone and that ticking sound is annoying!
Untuk sesaat Tay menyesali keputusannya membebaskan Sasin untuk keluar malam ini!
Pintu ruangan diketuk dan Tay menjawab cepat, "Ya?" sebelum menahan napas.
Gerakan pintu yang perlahan benar-benar membuat Tay tersiksa dan memilih berdiri dengan cepat, tangan kiri refleks meremas tiang infus yang tak punya salah apa-apa.
Itu dia.
New berdiri di sana. Satu langkah dari pintu yang tertutup mengenakan kemeja yang ujungnya sudah keluar dari celana. New berdiri di sana, menatap Tay penuh.
"H-hai?" sapa Tay terbata, si tangan kanan yang mulai berkeringat kini digesekkan pada kain celana.
Semuanya begitu cepat. Tay bahkan tak sempat berkedip, tahu-tahu New sudah memeluknya dengan erat, ia bisa merasakan nafas putus-putus New di leher.
"Aku minta maaf" bisik New pelan sebelum melepaskan pelukan, kedua tangan ia tangkupkan kepada tulang pipi Tay yang sedikit menonjol.
"Astaga.. Kamu kenapa jadi kurus gini? Ini kenapa?" suara menahan tangis New tiba-tiba terkejut saat melihat ruam kemerahan yang begitu banyak di leher Tay.
Tay meraba lehernya dengan tangan yang bebas dari infus, "Iya nih. Rash. Di badan aku penuh banget sampe punggung, gatel" keluh Tay mengerinyit.
"Astaga.." New terus mengulang-ulang keterkejutannya melihat kondisi Tay yang lebih kurus dan tiang infus yang berdiri di samping Tay sedari tadi akhirnya masuk ke dalam penglihatannya.
"Ya ampun. Kamu mau duduk di sini? Atau di tempat tidur?" tanya New panik menyadari Tay adalah pasien yang harus diperlakukan hati-hati.
"Disini aja" tunjuk Tay pada sofa di belakangnya, "Aku udah ga papa kok. Minggu ini udah bisa pulang paling"
Awkward.
Begitu pikir Tay saat keduanya duduk bersisian. Setelah ditawarkan minum New tidak lagi membuka mulut, memilih menunduk menonton ujung sepatunya yang bergerak-gerak sedikit.
"New-"
"Aku minta maaf. Aku udah salah banget, aku udah bohongin kamu, udah lancang banget tentang Sasin. Aku ga ada alasan sama sekali, aku bener-bener salah" potong New cepat dan memulai rentetan permintaan maafnya.
New mengangkat kepala, menatap Tay segan, "Aku salah, ga dengerin penjelasan kamu sama sekali, ngambil kesimpulan sendiri. Bukannya ngadepin kamu dengan tenang aku malah ikut-ikutan emosi. Aku minta maaf" New mengulum bibir sebagai penutup kalimat.
Tay menghela napas.
"Aku juga minta maaf"
New menunggu kelanjutan kalimat Tay, tapi nihil. Bahu lebar itu turun, harapannya yang digenggam erat-erat saat memasuki ruangan ini menguap sebagian.
Tay menghela napas panjang, "Aku minta maaf udah nuduh kamu yang engga-engga, udah ngata-ngatain kamu. Dan udah marah-marah ga jelas, kecuali tentang satu hal. Aku ga bisa terima tentang kamu yang bohong soal Sasin. Kalo soal kerjaan kamu, aku ga masalah ga dikasih tau apa-apa selagi itu ga nyusahin kamu. Tapi ini adek aku New, hubungannya ga cuma sama aku, ga cuma tentang hubungan kita. Ada Mama sama Papa yang ga tau kalo anaknya udah ga ada di Indonesia"
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME - TayNew (Side Story)
RandomSomewhere in the future of HOME - TayNew where the story focus on their relationship. Please check the main story first, if you haven't.