Sasin pulang.
Setelah dua minggu pelarian Sasin akhirnya pulang, diapit oleh kedua kakaknya. Dibujuk oleh mbak Muk dan diseret oleh Tay.
Sasin pulang.
Dengan penjelasan kepada Mbak yang sepenuhnya berasal dari Tay, menghilangkan peran New dalam pelarian dan menghilangkan hak Sasin untuk memberikan penjelasan dari sisinya. Bagaimana bisa? Hanya Tay Tawan yang bisa.
Sasin pulang.
Dengan perasaan berat di dada karena mulutnya dibungkam setiap ingin menyebutkan nama New kepada Mbak, kepada Mama dan kepada Papa.
Dan hari-hari itu berlalu begitu saja.
---
"Peng-"
"Nih" Tay mendorong ordner tebal ke pinggir meja dan kembali fokus pada pekerjaan.
Off membuka ordner dan membalik-balik isinya dengan cepat, "Widih, memang paling bisa diandalkan bapak. Thanks!" ucap Off riang sebelum memeluk ordner tebal dan melangkah seperti di atas angin ke arah cubicle-nya.
Tay Tawan benar-benar seperti jenius akhir-akhir ini, gesit, cermat dan cakap dalam pekerjaannya. Semua orang yang satu ruangan dengan Tay berdecak kagum. Performa kerjanya meningkat drastis satu bulan belakangan.
"Oh ya. Soal plan BA yang kemaren udah saya periksa. Bisa dilanjutkan" New memberitahu sekretarisnya yang baru saja selesai membacakan jadwal New hari ini.
Wanita awal tiga puluh itu mengangkat alis, "O-oke Sir" jawabnya singkat.
'He's improving lately'
Kehidupan berjalan seperti biasa—bahkan lebih baik seolah kejadian kaburnya Sasin yang membuat heboh bulan kemarin tidak pernah terjadi. Sasin pulang ke Jogja untuk menghabiskan sisa libur semesternya, bermusabah diri ditemani Mama dan Papa. Bersiap untuk mengulang prosesi tugas akhir dari nol karena ia benar-benar tidak diterima lagi oleh mantan pembimbingnya dan harus mencari pembimbing baru.
Pengetahuan Mama dan Papa hanya sebatas Sasin yang skripsinya harus diulang dari awal. Tidak ada yang ingin menambah sakit kepala Papa dan Mama yang anaknya bungsunya kabur hingga keluar negeri, toh Sasin sudah sadar akan kesalahannya setelah dimarahi habis-habisan oleh Tay dan dinasehati oleh mbak Muk.
Pengetahuan Muk hanya sebatas Sasin yang pergi keluar negeri karena stress dengan tekanan tentang permasalahan tugas akhir menggunakan tabungannya. Pengetahuan Muk ini diperkuat dengan pembenaran Tay. Bahkan saat memarahi Sasin setelah ketiganya berkumpul di Singapura tak satu huruf pun dari nama New yang keluar.
Sedang Sasin, meski sudah legowo dengan tugas akhirnya yang harus dimulai lagi dari awal, tidak pernah tidur nyenyak satu bulan ini karena Tay tidak mau berbicara melalui telepon. Di kirimi pesan teks pun hanya dibalas sedang sibuk. Jangankan untuk menjelaskan duduk perkara hingga ia bisa sampai ke Singapura, mengucapkan satu katapun ia tak diberi kesempatan.
Sasin dihantui perasaan bersalah setiap teringat panggilan terakhirnya kepada New bulan lalu yang berakhir dengan mendengar pertengkaran Tay dan New. Dadanya penuh, dan sudah siap akan meledak sewaktu-waktu.
'Maaf Mas, aku udah ga tahan lagi'
Sasin tau pesannya akan diabaikan karena itu ia tidak perlu repot-repot menunggu respon dari Tay. Saat itu siang hari, Papa sudah berangkat bekerja dan Mama sedang mencabuti rumpur liar yang tumbuh di sekitar bonsainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME - TayNew (Side Story)
RandomSomewhere in the future of HOME - TayNew where the story focus on their relationship. Please check the main story first, if you haven't.