31. Regret

357 13 3
                                    


     Jefri dan aku sampai dirumah. Rumah tempat orangtuaku tinggal dan rumah yang menjadi saksi masa kecilku. Rumah ini juga akan menjadi saksi dimana semua kebenaran akan terungkap.

     Untung saja mereka belum mengganti kode pintu utama jadi aku masih memiliki akses bebas masuk sebagai penghuni rumah ini.

     "Aneh, rumahku tidak pernah sesepi ini" gumamku.

     "Jangan-jangan orangtuamu tidak dirumah" ujar Jefri seraya kami memasuki rumah.

     Tidak ada yang menyambut kedatangan kami. Biasanya mereka akan menghampiriku saat mereka mendengarku datang berkunjung. Hal ini membuatku semakin curiga kalau ada sesuatu yang tidak beres terjadi.

     "Kita coba lihat ke kamar mereka ya" ujarku sambil menarik tangan Jefri.

     Kami naik ke lantai atas dimana kamar mereka berada. Dan baru kusadari bahwa lampu rumah tidak menyala semua. Hanya beberapa lampu saja yang hidup sehingga semua ruangan terlihat kurang cahaya.

     Aku mengetuk pintu kamar mereka sesampainya kami disana. Tidak ada jawaban. Lalu ku ketuk kembali dan hasilnya nihil.

     "Bagaimana kalau kita masuk saja?" tanyaku.

     "Sepertinya harus begitu, karena perasaanku mengatakan ada yang tidak beres" jawab Jefri yang membuatku setuju.

     Ternyata bukan cuma aku yang berprasangka begitu, dia juga merasakannya. Tanpa pikir panjang aku pun memutuskan membuka pintu di depanku ini.

     Cklek

     Pintu terbuka dan aku membukanya lebar-lebar.  Kuhidupkan lampu kamar yang gelap gulita ini dan disaat bersamaan gemuruh tiba-tiba terdengar. Duarrr!

     Persis seperti di film horror aku terkejut bukan kepayang. Padahal seharusnya aku tidak boleh takut tapi karena dari awal semua sudah aneh membuat keberanianku pun menciut.

     Perlahan kutenangkan diriku, menarik nafas sejenak lalu berjalan masuk.

     "Mereka juga tidak ada disini" kataku.

     "Sepertinya kita harus cari ke bawah lagi. Siapa tahu mereka ternyata ada diruang kerja Papa. Bagaimana menurutmu?" sahutku sambil berbalik.

     Betapa terkejutnya aku mendapati Jefri tidak lagi di belakangku. Padahal baru beberapa saat yang lalu aku berbicara dengannya.

     "Jef? Kamu dimana?" panggilku pelan.

     Tidak ada balasan apapun. Aku semakin takut jadi ku naikkan suaraku.

     "Jef, Ini tidak lucu kamu dimana?!"

     Pikiranku semakin tidak beraturan. Rumahku dalam keadaan gelap, orangtuaku mendadak menghilang dan sekarang Jefri pun begitu. Jangan-jangan saat ini ada orang jahat berada dirumahku dan mencoba mempermainkan ku.

     Dengan panik aku memutuskan mencarinya ke seluruh rumah. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengannya. Jika dia dalam bahaya aku siap mempertaruhkan nyawaku untuknya. Walaupun aku tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa saat ini.

     "Orang itu tidak mungkin membawanya jauh secepat itu kan?" batinku.

     Ku telusuri semua ruangan di lantai atas dan bawah dan tak kutemui sosok yang kucari. Suara petir kembali terdengar cukup keras dan tak lama kemudian hujan pun turun. Cukup deras sehingga aku tidak bisa keluar rumah tanpa basah sama sekali.

     Aku keluar rumah mencoba memastikan kalau Jefri memang di culik bukannya pergi meninggalkanku.

     "Mobil Jefri masih ada, suara mobil apapun tidak ada yang keluar sejak tadi. Itu artinya dia masih ada dirumah ini" batinku.

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang