17. Beging

243 20 2
                                    


     Aku sedang duduk disamping Julia yang sedang panik. Tidak ada yang bisa kulakukan padanya selain menawarkan minuman untuk menenangkannya.

     "Sudah dua jam operasi, menurutmu putraku akan baik-baik saja kan?" tanyanya.

     "Tenanglah, jangan berpikiran buruk dulu" jawabku sambil megang tangannya.

     Dia tersenyum menatap tanganku yang sedang mencoba membuatnya tenang.

     "Aku sangat takut kehilangan Jordan. Saat aku mengandung dia, aku tidak pernah merawatnya dengan baik" ungkapnya sambil menangis.

     "Meskipun begitu dia tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat. Hal itu membuatku sangat terluka apalagi setiap kali mengingat bagaimana perlakuanku padanya sebelum dia lahir" sambungnya.

     Melihatnya sedih membuat hatiku mendadak hancur dan sekejab aku melupakan kebencianku padanya.

     "Bahkan sampai dia dewasa pun aku tetap tidak bisa merawatnya dengan benar. Aku kerja setiap hari sampai lupa kalau dia bisa saja mengalami ini. Kalau saja kamu tidak ada disana, aku mungkin tidak akan bertemu dengannya lagi" tangisannya memuncak.

     "Jangan bicara begitu..." aku berhenti sejenak.

     Aku ingin mengatakan kalau anaknya akan baik-baik saja. Tapi sejak kejadian dengan Jefri. Aku sudah bertekad untuk tidak mengatakan hal yang tidak pasti.

     "Saya tidak berbuat apa-apa. Serahkan semuanya pada dokter, mereka pasti berusaha sebaik mungkin untuk putra anda" lanjutku.

     "Seharusnya hari ini adalah hari spesialnya. Seharusnya dia sedang merayakan ulang tahunnya yang ke 15 hari ini".

     "Tunggu dulu, 15 tahun? Bukankah itu waktu dimana dia meninggalkan rumah kami? Jadi saat itu sedang mengandung seorang anak? Apa hal itukah penyebab dia diusir dari rumah?" batinku.

     Mendadak aku juga teringat akan Direktur yang kutemui di kantornya lima tahun lalu. Dia juga mengaku anak dari Julia.

     Reflek aku melepaskan perlahan tanganku darinya. Aku mulai merasa takut, rasanya seperti dugaanku selama ini akan menjadi kenyataan.

     "Wali Jordan Yamazaki?" panggil dokter yang keluar dari RO (ruang operasi).

      Julia menyahut lalu tanpa permisi dia menarik tanganku untuk menemaninya.

     "Bagaimana kondisi putraku dokter?" tanyanya sambil menghapus air matanya.

     "Kecelakaan menyebabkan patahan pada tulang kakinya sampai menembus kulitnya. Waktu operasinya lewat dari prediksi kami. Meskipun begitu operasinya lancar dan Jordan berhasil melewati masa kritisnya".

      Julia lemas dan hampir saja jatuh. Untung saja aku dengan cepat langsung memeganginya.

      "Terima kasih banyak dokter telah menyelamatkan putra saya" ujarnya lemas.

     "Tidak perlu begitu bu. Tugas kami adalah berusaha sebaik mungkin untuk pasien kami" balas Dokter itu.

     "Kemungkinan Jordan akan dipindahkan ke bangsal dan setelah anestesinya sudah hilang dia akan segera sadar. Jika sudah dilakukan pemeriksaan lanjut pasca operasi dia sudah bisa di kunjungi" sambungnya.

     Setelah selesai bicara Dokter itu pamit dan masuk kembali ke RO. Aku membawa Julia kembali duduk karena dia terlihat masih lemas untuk berdiri.

     Julia mencoba menenangkan dirinya dan tanpa sadar aku melihat jam. Betapa kagetnya aku melihat jam menunjukkan pukul 12 malam.

     "Julia sepertinya saya harus pulang".

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang