Epilogue

557 24 1
                                        

---- CHAPTER TERAKHIR STUPID CONFESSION ----

HOPE YOU GUYS LIKE IT 😊

.

.

.

.

.

.

.

Aku terduduk dilantai dengan perasaan menyesal. Meskipun aku tahu perbuatannya termasuk kejahatan fatal tapi tetap saja dia orangtuaku (meskipun bukan ibu kandungku). Tidak ada seorang anak yang rela melihat keluarganya masuk penjara.

Sirine polisi kudengar semakin dekat yang berhasil membuat jantungku berdegup kencang tanda aku mulai cemas.

Sesampainya mereka di depan rumah aku melihat dengan jelas bagaimana mama dengan tegar membuka pintu depan dan membiarkan mereka meringkusnya.

Papa yang melihat itu mengeluarkan air mata tanda penyesalannya. Aku masih terduduk di tempatku karena tak lagi sanggup berdiri.

Mama dibawa keluar dari rumah yang disusul oleh Papa. Yang bisa kulakukan hanya menangis sampai akhirnya kudengar suara dobrakan dari pintu gudang.

Dobrakan itu sangat keras sampai akhirnya pintu itu terbuka paksa dan rusak. Orang dibalik pintu itu mendekatiku dan membuatku terkejut.

"Kamu tidak apa-apa?"

"Jefri?" ujarku pelan.

"Aku mengikuti seseorang yang mencurigakan saat kita dikamar tadi dan berakhir terkunci di gudang itu" jelasnya cepat.

"Itu perbuatan mama, dia pasti yang mengunci kamu disana. Mama sedang diringkus polisi dan Papa sepertinya akan dibawa sebagai saksi. Bisa kamu bantu aku berdiri? Aku ingin melihatnya pergi tapi kakiku tidak mau bekerjasama" kataku sambil menahan tangisanku.

Jefri tidak membantuku seperti yang kukira. Dia malah membopongku keluar rumah tanpa basa-basi dan aku hanya diam di pelukannya.

Aku melihat polisi menyeret mama masuk kedalam mobil mereka. Sebelum penangkapan terjadi mama mengakui semua tuduhan yang dilakukannya didalam telfon sebelumnya. Maka dari itu polisi tanpa basa-basi langsung membawanya.

"Bisa turunkan aku?" bisikku.

"Kamu yakin sudah kuat berdiri sekarang?" tanyanya lembut.

Aku mengangguk sambil tersenyum padanya.

Walau dia tidak terlalu yakin dia tetap menurunkanku. Tapi sebagai gantinya dia memegang bahuku berjaga-jaga kalau aku mendadak lemas kembali.

Aku lihat papa ikut bersama mereka untuk diinterogasi mengenai laporan yang diajukan kepada polisi. Dan hal yang bisa kami lakukan adalah menatap kepergian mereka.

Aku memegang tangan Jefri dibahuku yang sontak membuatnya menoleh padaku. Dia menyadari aku sedang berusaha keras menahan air mataku. Melihat itu, dengan cepat dia menarikku kedalam pelukannya. Di peluknya aku dengan erat lalu berbisik padaku.

"Percayalah mereka akan baik-baik saja" ucapnya lalu mencium keningku lembut.

Aku pun membalas pelukannya tak kalah erat dan menangis hebat disana. Cukup lama aku menangis sampai aku tak sadarkan diri. Badanku lemas dan yang kuingat hanya wajah panik Jefri mencoba menyadarkanku sambil memanggil namaku berkali-kali.

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang