23. Goodbye You

266 16 0
                                    


"Papa! Apa yang Papa lakukan dengannya?" teriak Leoni.

Jefri dan aku sontak menoleh kearah Leoni yang sedang memeluk bonekanya.

"Leoni kamu belum tidur?" tanyanya sambil berjalan menghampirinya.

"Aku tidak bisa tidur karena lampu tidurnya mati".

Dia mengangkat putrinya ke dalam pelukannya.

"Begitu ya, sebentar ya biar Papa perbaiki" dia menurunkan putrinya untuk bergegas melakukan tugasnya.

"Dia siapanya Papa?" tanya Leoni tiba-tiba dan mereka berdua melihat ku.

"Dia teman lama Papa. Namanya..."

"Ms. City" ujar Leoni memotong Ayahnya.

Kami berdua terkaget melihat Leoni mengenaliku.

"Dia guru baru disekolah ku. Halo, Ms. City?" ujarnya sopan.

"Oh, hai Leoni?" balasku canggung.

"Aku salut melihat kamu bisa duduk di kelas 6 dengan usia mu yang sekarang. Pasti kamu sangat pintar seperti Papamu" aku mencoba mencairkan suasana.

"No, I'm smarter (Tidak, aku lebih pintar)" ucapnya sambil menaikkan bahunya.

Kami yang mendengar itu saling menatap lalu serentak tertawa.

Aku tidak menyangka anak berumur 4 tahun bisa lebih baik mencairkan suasana dibandingkan aku, orang dewasa.

Leoni ternyata benar-benar anak yang menyenangkan dan sifat percaya dirinya yang tinggi membuatnya terlihat sangat mirip dengan ayahnya.

Saat melihat wajah Leoni, aku tidak bisa membayangkan lagi secantik apa ibunya. Aku yakin bahwa mata hazel indah yang dimilikinya adalah pemberian ibunya.

Kecantikannya membuatku bertanya-tanya apakah dia akan secantik ini jika akulah ibunya? Tapi sepertinya tidak mungkin.

"Papa akan perbaiki lampu tidur di kamarmu. Tunggulah sebentar disini" ujarnya membuyarkan lamunanku.

Dia menurunkan putrinya lalu pergi meninggalkan kami berdua dikamar. Leoni memilih duduk di tempat tidur dan aku yang tidak tahu harus bagaimana jadi ikut duduk bersamanya.

Kami hanya diam dalam keheningan. Tapi tak seperti anak lain yang penuh rasa penasaran dan ceria, Leoni cukup diam dan tenang yang sangat jauh dari bayanganku. Dia selalu saja mengejutkanku dengan kepribadiannya persis seperti Ayahnya.

"Ms. City?" panggilnya.

"City saja. Kita tidak sedang disekolah kok" aku mencoba untuk akrab dengannya.

"Baiklah kalau begitu, City?"

"Iya, Leoni?" balasku sambil tersenyum.

"Kamu bukan Ibu kandungku kan?"

Senyum dibibir ku mendadak memudar. Betapa terkejutnya aku mendengar pertanyaan itu.

"Kenapa kamu tiba-tiba tanya begitu?" tanyaku balik.

"Aku tidak pernah bertemu Ibuku dan kamu perempuan pertama yang dibawa Ayah kerumah. Awalnya kupikir kamu Ibuku tapi lama-lama kuperhatikan kita sama sekali tidak mirip".

Aku tidak menyangka anak seumurannya memikirkan hal seperti ini dikepalanya selam ini. Dan dari penjelasannya bisa kutebak dia selalu merindukan sosok seorang Ibu.

"Kamu benar, aku bukan ibu kandungmu"

"Tapi apa kamu berharap begitu?" tanpa kusadari tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar.

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang