20. Your Color

234 19 0
                                    


     "Lo berharap apa? Ayolah, jangan berharap lebih karena gue nolongin lo waktu itu. Yang gue lakuin itu karena permintaan anak gue, gak lebih" tawanya.

     Aku tidak boleh kalah darinya. Kalau kubiarkan dia menang, aku akan selamanya terlihat menyedihkan dimatanya.

     "Gue kesini bukan sepenuhnya karena lo minta. Gue juga punya sesuatu yang mau gue bahas sama lo" balasku.

     "Begitu ya. Apa yang mau lo bahas?"

     "Kejadian tiga tahun lalu" kataku sambil melipat tangan.

     "Kalau lo mau bahas soal penguntit itu kita selesaikan saja pembicaraan ini".

     Ekspresinya mendadak berubah.

     "Gak gak mau, gue udah nunggu selama ini dan lo malah sudahi pembicaraan ini seolah-olah waktu gue itu gak penting sama sekali".

     Dia mengigit bibirnya.

     "Sebenarnya apa yang mau lo bicarakan?" dia akhirnya pasrah.

     "Apa lo udah tahu kalau penguntit itu bukan gue?"

     "Apa lo cuma mau bilang itu? Kalau memang permintaan maaf yang lo mau. Fine, gue minta maaf" tegasnya.

     Aku berdiri lalu duduk tepat disampingnya.

     "Segampang itu menuduh lalu segampang itu meminta maaf. Apa seperti itu kepribadian anda?" ledekku.

     Dia hanya memasang wajah datar sambil melihatku menertawainya.

     "Lo masih saja sama ternyata" ujarnya membuatku menghentikan tawaku.

     "Kenapa lo ngomong gitu?"

     "Lo masih saja suka ngubah bahasa lo sesuka lo. Lo pikir nyaman dengarnya?" balasnya.

     "Gue gak butuh kritikan lo. Gue yang bicara kenapa jadi lo yang repot?"

     "Gue cuma bilang" ucapnya datar.

     "Lo cuma mau alihkan pembicaraan kan? Gue tahu itu".

     Ucapanku membuatnya diam seribu bahasa.

     "Jujur udah lama gue nahan buat ngomong ini. Tapi sayangnya waktu kita gak pernah ketemu. Jadi, daripada gue terbebani terus. Lebih baik gue ngomong ke lo".

     Aku menghela nafas sejenak.

     "Penguntit lo udah di penjara sekarang. Dan dia itu orang yang memang nasibnya hampir sama dengan gue. Tapi dia jadikan penolakan lo sebagai dendam" jelasku.

     "Awalnya dia cuma mau buat lo takut tapi setelah dia dengar berita kita pacaran. Dia semakin terpancing dan berencana bunuh lo"sambungku.

     "Lo tau itu semua darimana?" tanyanya penasaran.

     Dia terlihat betul-betul terkejut mendengar ceritaku. Seprtinya dia hanya sampai ditahap mengetahui bahwa bukan aku penguntitnya. Tapi sisanya dia benar-benar tidak tahu sama sekali.

     Sekarang aku tahu kalau Gilang menepati janjinya untuk tidak memberitahunya sebelum aku yang mengatakannya duluan.

     "Gue mau minta maaf sama lo" aku mencoba mengalihkan pertanyaannya.

     "Lo gak jawab pertanyaan gue".
    
     "Gue cerita ini karena gue mau minta maaf oleh karena gue lo celaka. Gue benar-benar hancur waktu tahu lo celaka di pesta itu. Gue benar-benar minta maaf" ucapku sedikit emosional.

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang