24. Mistake

223 14 0
                                    


Aku berdiri tepat disamping Julia sedang berbaring. Wajahnya sangat pucat sehingga membuat hatiku sedih tanpa alasan.

"Mengapa kau harus berakhir seperti ini Julia?"

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Sesosok pria berjalan ke arahku yang ternyata orang itu adalah Damian.

"Maaf mengganggumu tapi aku sedang butuh bantuanmu" ujarnya sedikit gelisah.

"Bantuan apa?" kataku.

"Ayahku mengganti penerbangannya. Dia bilang pemakamannya akan dipercepat dari yang direncanakan sebelumnya supaya para wartawan tidak hadir"

"Sayangnya penghantar barang tidak ada jam segini dan aku tidak sempat mengambil baju pemakaman karena harus menjemput Ayahku sekarang ke bandara. Jadi..."

"Kau meminta tolong untuk menggantikan mu mengambilnya begitu?" aku memotong ucapannya.

"Apa tidak masalah bagimu?" sambungnya.

"Tidak apa-apa. Aku akan mengambilnya".

"Baiklah kalau begitu, supir yang menghantar mu ke rumah akan segera sampai"

"Terima kasih atas pertolongan mu City" sambungnya lalu berjalan cepat meninggalkanku.

Segera setelah dia pergi tak lama kemudian supir yang dijanjikan datang dan kami pun berangkat ke tempat tujuan.

Sempat terbersit dibenak ku mengapa dia lebih mengandalkanku ketimbang menyuruh supir ini untuk mengambil barangnya. Tapi sepertinya dia melakukan itu karena memiliki alasan tersendiri.

***

Sesampainya dirumah, aku mencoba mengambil barang yang di pesankan oleh Damian. Namun aku lupa menanyakan dimana letak baju pemakaman itu padanya.

Aku pun berinisiatif menghubungi Damian. Namun saat aku akan mengirim pesan, Damian sudah membalasnya duluan.

Damian :

"Lantai dua, ruangan disamping lukisan Kota London"

Untung dia menjelaskan letak ruangannya dengan jelas. Kalau tidak aku bisa tersesat di dalam rumah yang besar dan luas ini.

Aku tidak bisa membayangkan hidup dirumah sebesar ini dengan kedua kakiku. Kalau kubayangkan jarak antara kamar dengan dapur saja membuatku enggan berjalan. Apalagi harus mengitari seluruh kamar di rumah ini. Mustahil aku akan keluar hidup-hidup.

Tanpa berlama-lama aku pun langsung menuju kamar sesuai instruksi pesan itu.

Sesampainya dilantai dua, lukisan kota London terlihat tak jauh dari hadapanku. Aku mendekati lukisan itu dan tak sadar terpesona dengan keindahannya.

Rasanya aku sedang tidak memandangi sebuah karya dua dimensi melainkan seperti melihat sendiri panorama kota itu.

Ada satu titik membuatku merasa penasaran yaitu nama dari pelukisnya "JAY". Entah itu inisal atau nama asli yang maksudnya "Jay" aku tidak tahu. Tapi jujur saja aku sedikit tertarik akan lukisan ini.

Saat sedang menikmati keindahan lukisan ini, tiba-tiba HP-ku berdering yang membuatku seketika tersadar.

"Halo?"

"Bagaimana? Apa bajunya sudah ada padamu?"

Aku sampai lupa tujuanku datang kemari karena lukisan ini. Damian tidak boleh tahu aku ceroboh disaat situasinya seperti ini. Aku harus mencari alasan yang cocok.

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang