25. Break Up With You

254 13 0
                                    


     Dua minggu kemudian

     (Bunyi lonceng)

     "Baiklah sekian dulu materi hari ini. Semoga kalian membahas kembali dirumah materi hari ini untuk lebih memahaminya" ujarku.

     Betapa senangnya hari ini aku diberikan kesempatan untuk memberikan materi pada anak-anak. Meskipun demikian ada yang membuatku gelisah adalah aku membawakan materi di kelas Leoni.

     Bukan karena aku ingin terlihat baik dimatanya, hanya akhir-akhir ini Jefri tidak menghubungiku. Saat kucoba berkali-kali melakukannya duluan, dia tidak pernah membalas.

     Padahal jelas-jelas terakhir kali bertemu kami masih baik-baik saja. Rasanya seperti ada sesuatu yang salah yang terjadi tapi aku tidak tahu penyebabnya.

     Maka dari itu setelah kelas selesai, kuputuskan untuk bertanya pada Leoni. Siapa tahu dia bisa membantu memahami situasinya. Sebab semakin lama kutunda malah jadi semakin kepikiran.

     "Leoni?" Panggil ku yang membuatnya otomatis menoleh.

     "Ibu bisa bicara sebentar?" tanyaku seraya mendekatinya.

     "Bisa bu. Ada apa?" jawabnya sedikit bingung.

     "Tidak nyaman berbicaranya disini, masalah ini sedikit pribadi. Kamu masih ada kegiatan sehabis ini?"

     "Sepertinya tidak bu" balasnya sambil menyusun bukunya.

     "Baiklah kalau begitu, kita bicara diluar saja. Nanti pulangnya ibu antar gimana?"

     "Baiklah" ujarnya sedikit lama.

     Aku pikir akan sulit mengajaknya pergi sampai semalaman aku memikirkan seribu macam jawaban yang mungkin akan dipertanyakan nya padaku.

      Tapi ternyata dia sangat mudah untuk diajak bicara. Masih tak kusangka dia putrinya Jefri melihat sikapnya dulu semasa sekolah yang rasanya tidak mungkin dia bisa mendidik seorang anak sebaik ini.

     ***

     Aku memilih Cafe terdekat dari sekolah yang paling nyaman kulihat untuk anak-anak. Sesampainya didalam, Leoni terlihat sangat akrab dengan tempat ini karena kulihat tidak sulit baginya untuk memilih pesanannya. Yang dimana kesukaannya jatuh kepada blueberries smoothie.

     Untung antrian tidak banyak jadi cepat bagiku menerima pesanan kami. Kalau dilihat-lihat pun tempat ini hanya ada 6 orang pelanggan saja. Mungkin saja karena ini masih terlalu siang untuk orang-orang bersantai ria.

     Sambil membawa pesanan, aku melihat dia sedang mengambil tempat duduk untuk kami tempati. Dia memilih duduk di dekat jendela di dekat pintu masuk yang menurutku pilihan yang bagus.

     "Seleramu bagus juga. Aku suka duduk disini" ujarku yang membuatnya tersenyum.

     "Aku bukan akan biasa, ingat?" balasnya yang membuatku tertawa kecil.

     "Aku senang kamu orangnya tanggap. Kamu bisa menyesuaikan diri didalam atau luar sekolah denganku tanpa harus meninggalkan kesan yang canggung"

     "Itulah salah satu yang disukai orang-orang padaku" ujarnya bangga.

     Melihat sikapnya aku masih selalu terkejut dengan fakta bahwa dia masih berumur 4 tahun.

     "Kalau kemari, aku selalu duduk disini bersama Papa" ujarnya lalu meminum smoothie-nya.

     "Pantas saja kamu terlihat nyaman sejak kita masuk kesini. Ternyata kalian sering kesini ya?"

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang