3. Stalker

749 57 0
                                    


     Jefri POV

     Aku dan teman-teman ku sedang duduk nongkrong di Cafe langganan kami. Dan seperti biasa kami selalu berempat tanpa pasangan yang nantinya akan merepotkan. Kami sepakat untuk tidak membawa siapapun ke tempat ini karena hanya disini kami bisa mendapatkan ketenangan. Kecuali kami menemukan seseorang yang benar-benar bisa membaur dengan kami tanpa harus menyulitkan kami dengan segala drama kehidupan mereka.

     "Ry, lo udah dengar belum berita paling hot disekolah?" ujar Gilang.

     "Sisi pacaran?" sahut Harry.

     "Oalah, Sisi mulu Sisi mulu. Kapan sih lo move on dari dia? Gue akuin dia emang cewek paling hot disekolah tapi bukan berarti semua berita hot berotasi di diam mulu" celetuk Bian dengan ketus.

     "Iya, gak Sisi Sisi lagi deh. Emang ada berita hot apa?"

     "Siti yang seangkatan kita, anak komunikasi. Gue dengar perusahaan orangtuanya pailit" kata Gilang bersemangat.

     "Lang, kita kan sepakat gak bahas mantan disini" ledek Bian yang membuat Gilng terpaksa menjitak kepalanya.

     "Siapa bilang dia mantan gue, udah gila lo."

     "Kan lo sendiri yang bilang berita hot dan berita hot menurut kita itu hanya menyangkut lingkungan pertemanan kita doang. Lah, kita gak ada yang kenal sama namanya Siti. Jadi hubungan dia sama kita apa?"

     "Kaliam pasti kenal soalnya baru kemarin kita jumpa di taman belakang sekolah. Cewek yang di tolak habis-habisan sama Jef, nah itulah si Siti" ujar Gilang sembari meminum kopinya.

     Bian dan Harry masih mencoba mengingat siapa orang yang dimaksud oleh Gilang sedangkan aku memilih untuk tidak perduli.

     "Ah, gue ingat! Siti yang City kan? Cewek cermin itu?" sahut Bian kencang.

     "Iya benar. Siti itu ejekan dia biasanya disekolah. Jef, lo ingat kan?" kata Gilang sambil menepuk bahuku.

     Aku tidak ingin menjawab pertanyaan Gilang meskipun aku sudah tahu siapa yang dia maksud.

     "Gue juga ingat, dia cewek yang nangis karena gak tahu bahasa inggris itu kan? Si alien hahaha" timpal Harry.

     "Kalau dipikir-pikir parah juga nasib dia. Baru ditolak sama Jefri, terus perusahaan orangtuanya terancam bangkrut. Terus gua denger dia anak beasiswa hitam, pasti dia habis kena bully tuh dikelasnya. Kasihan juga ya" ujar Gilang yang membuat dua temanku yang lain merasa iba.

     Aku menatap heran pada mereka yang bereaksi seolah-olah bukan mereka yang menertawai gadis itu waktu itu.

    "Sejak kapan kalian kasihan sama orang lain?" kataku dingin.

    "Kita juga manusia Jef, punya belas kasihan" sahut Harry yang membuatku tersenyum tidak percaya.

    "Anyway, gue pernah baca buku. Ceritanya mirip sama kisah lo sama cewek itu. Ujung-ujungnya si cewek balas dendam dengan cowok yang udah nolak cintanya dan akhirnya dia nguntit si cowok dan pada akhirnya dia bunuh. Seram kalau diingat gimana cara dia nyiksa si cowoknya, perlahan-lahan di ikuti terus diculik habis itu end" celetuk Bian tiba-tiba.

     "Mending lo berhenti baca buku-buku kayak gitu deh, gak mutu tahu gak ceritanya di hidup lo. Yang ada lo yang jadi psikopat" balas Gilang.

     "Itu buku laris bro, katanya dari kisah nyata dan gue ngomong gini cuman mau ingetin Jefri buat hati-hati. Terlalu banyak cewek yang tergila-gila sama dia dan kita gak tahu siapa yang gila. Manusia itu bisa lebih berbahaya dari hewan buas tanpa kita sadari" balasnya.

     Aku sejujurnya tidak mau ambil pusing dengan ucapan Bian. Tapi karena sudah terlanjur mendengarnya, aku jadi tidak bisa melupakannya begitu saja.

     Maka dari itu sejak mendengar ceritanya, setiap hari aku jadi memperhatikan cewek bodoh itu. Anehnya kami selalu bertemu seperti sebuah kebetulan. Padahal selama ini aku bahkan tidak pernah melihatnya di sekolah.

     Perlahan aku seperti mengalami hal yang ada didalam buku yang diceritakan oleh Bian. Perasaanku juga selalu tidak nyaman setiap kali bertemu dengannya. Rasanya seperti aku akan dalam bahaya.

     Aku masih ingat setiap kali kami berpapasan, sorot matanya seperti mengisyaratkan dendam tersembunyi dan beberapa hari ini aku selalu mendapat surat yang berisi kata-kata yang cukup aneh.

     Ada juga saat dimana aku melihat dia membawa pisau kecil ditangannya. Salah satunya saat kami bertemu diparkiran beberapa hari yang lalu. Jatuhnya pot bunga dari lantai dua yang hampir mengenai kepalaku saat aku sedang berjalan di bawahnya. Teror-teror lainnya seperti handphone-ku yang hilang dan anehnya kutemukan tergeletak di atas mejanya dipenuhi darah dimana-mana.

     Aku tidak ingin gegabah sebelum kudapat bukti konkret untuk melaporkannya. Jadi kupikir untuk bertahan sedikit lagi sampai aku bisa menyeretnya ke penjara. Walaupun yang kudapat ialah hariku jadi terasa berat, aku mulai susah tidur dan kehilangan selera makanku. Aku bahkan mengurangi aktivitas diluar rumah agar terhindar dari teror perempuan itu.

     Namun suatu hari saat aku sudah mulai tenang. Saat dimana teman-teman mengajakku keluar untuk menyegarkan otak, sialnya aku bertemu si penguntit itu. Bisa-bisanya dia berpura-pura menjadi pegawai di Cafe ini?

     Entah kenapa tiba-tiba emosiku meluap melihatnya dan amarahku seperti tidak terkendali. Kutinggalkan temanku lalu berjalan menemuinya. Kutarik kasar tangannya lalu mendorongnya dengan kuat ke dinding.

     "Kenapa lo lakuin itu? Lo mau buat gue gila?! Bisa gak sih lo gak buat gue panik?" bentaknya sambil memegang kuat kerah bajuku.

     Aku bisa lihat dia memasang wajah terkejut sambil menatapku tajam.

     "Gue gak bisa nafas, lepasin!" ujarku mulai sesak.

     "Bisa-bisanya dia pura-pura merasa tidak tahu setelah akhir-akhir ini dia menghancurkan hariku dan membuat hidupku tidak tenang. Dia sangat kelewatan, setelah ini aku tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang" batinku.

.

.

.

.

Next???

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang