Rein terdiam menatap kepergian putrinya. Setelah mobil mereka tidak lagi terlihat, dia menatap ke arah Damian dengan sinis. Tatapan yang mengisyaratkannya untuk duduk dan kembali membicarakan permasalahan mereka."Jangan menatapku begitu. Santai saja, aku juga punya hal yang ingin kubicarakan denganmu" sahut Damian.
Selesai bicara Damian berjalan masuk lalu duduk di sofa yang susul Rein dibelakangnya.
"Bagaimana bisa kau berani melamar putriku?" tanya Rein sesampainya di tempat duduknya.
"Wow, aku benar-benar terkejut anda langsung bicara ke intinya."
"Tidak usah banyak bicara, hubungan kita tidak sebaik itu untuk berbincang hangat. Jadi jawab saja pertanyaan ku sekarang."
"Sepertinya hubungan kita berdua sudah buruk dari awal. Satu hari saja tidak akan cukup untuk memperbaikinya kan?" ujar Damian sambil tertawa sinis.
"Tapi kalau boleh jujur aku mengatakan hal itu bukan sekedar candaan. Aku benar-benar ingin menikahinya. Lagipula bukankah aku calon menantu idaman? Aku mapan secara finansial, latarbelakang keluargaku cukup baik dan pekerjaan yang menjanjikan. Untuk ketampanan bisa dibilang bonus" sambungnya disengaja supaya terlihat seperti bajingan agar Rein naik darah.
"Berhentilah untuk terlihat brengsek. Aku tahu kau punya alasan dibalik lamaran busukmu itu" Rein membaca niat Damian.
Wajah anak angkat Julia itu mendadak serius.
"Aku menyukai putri anda tuan Mahesa. Bukan suka tapi aku mencintainya."
"Kau tahu kalian tidak boleh menikah kan?" tanya Rein dengan tatapan tajamnya.
Ia menatap tidak percaya pria paruh baya dihadapannya.
"Kenapa? Apa anda sudah siap memberitahu City semuanya?"
Sudah paham dengan pertanyaan jebakan oleh Damian, dia buru-buru berdiri dari duduknya.
"Sepertinya kita memang tidak bisa bicara lama-lama. Lebih baik kau pergi sekarang daripada kejadian terakhir kali terulang lagi"
"Kejadian terakhir kali? Oh, yang waktu itu maksud anda. Tak kusangka anda masih mengingatnya sampai sekarang, aku saja sudah lupa. Pukulanmu sangat kuat waktu itu sampai aku tidak bekerja dua hari gara-gara itu."
"Itu kesalahanmu yang kurang ajar. Lagipula kita tidak perlu membahas itu karena itu sudah masa lalu" Rein berdiri dari duduknya.
"Aku masih sangat lelah. Jika kau berkenan mengakhiri ini dengan baik-baik, lebih baik pergilah sekarang" lanjutnya sembari berjalan masuk ke kamar.
Damian melihatnya masuk namun tidak langsung pergi meskipun sudah diusir secara halus olehnya.
Dia masih diam ditempatnya sambil mengingat kejadian didepan pintu sebelumnya yang membuat rasa cemburu mendadak muncul.
Drrttt.... Drrtttt....
HP-nya bergetar namun dia membiarkannya. Cukup lama getaran itu berlangsung, berulang-ulang sampai akhirnya dia pun menyerah dan langsung mengangkatnya tanpa memperhatikan siapa yang menghubunginya.
"Halo?"
"Damian?"
Dia seperti mengenali pemilik suara itu.
"Ibu? Ada apa?"
"Maafkan aku Damian. Jangan membenci Ibu"
"Aku tidak paham bu. Ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Confession
RomancePernyataan cinta itu meskipun bodoh kelihatannya. Hal itulah yang membuatku menjadi diriku yang sekarang. Terkadang sedikit keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang kita miliki pada orang lain tidaklah buruk. Sebab bisa jadi itu menjadi momen pe...