26. A Woman

225 15 0
                                    


"Apa maksudmu?!"

Damian menghentikan langkah kakinya. Dia merasa bahwa kehadirannya bisa-bisa membuat keadaan semakin tegang diantara mereka. Meskipun dia tidak bisa melihat pria yang sedang berbicara dengan City. Tapi dilihat dari wajah City saat ini sepertinya emosinya sedang memuncak.

"Hubungan ini rasanya tidak seimbang dan sepertinya dari awal memang sudah begitu."

"Apanya yang tidak seimbang? Bicaralah lebih jelas!"

"Intinya hubungan ini sudah tidak bisa kita lanjutkan lagi."

Damian yang merasa tidak enak, memutuskan untuk pergi dari tempatnya. Sepertinya sekarang bukan saat yang tepat memberikan beritanya pada City.

City POV

"Aku tidak menyangka ternyata kamu masih sama seperti orang yang kukenal waktu sekolah dulu. Masih saja menyebalkan dan egois. Bodohnya aku bisa percaya padamu" tuturku sambil menahan air mataku.

Jefri hanya diam dan memalingkan wajahnya dariku. Sejak dia mengatakan untuk mengakhiri hubungan kami, dia tidak lagi menatap wajahku.

"Rupanya aku menunggu orang yang salah selama ini" aku menarik nafas dalam. "Sejak awal sepertinya kamu tidak pernah mencintaiku. Padahal aku sangat mencintaimu" lanjutku yang membuatnya menoleh.

Aku menyadari saat ini air mata turun deras membasahi pipiku.

"Lihat kamu memalingkan wajahmu, aku tahu itu. Kumohon tarik lagi ucapanmu, aku tahu bukan itu yang kamu mau" batinku.

"Aku..." ucapnya ragu.

Dia seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan. Aku hanya bisa menatapnya dengan lekat.

"Aku tidak pernah mencintaimu. Maafkan aku" ujarnya sambil menatapku kembali.

Nafasku terasa sesak seperti seseorang sedang mencekikku dan aku membiarkan dia melakukannya.

"Ternyata tidak ada kebaikan apapun yang tersisa untukku. Baiklah kalau begitu, aku tidak mau berlama-lama duduk disini dan dipermalukan olehmu lagi. Lebih baik aku pergi sekarang" aku menyeka air mataku dan berdiri tegak.

"Maaf jika ada sikapku yang tidak baik padamu dan terimakasih telah menyianyiakan waktumu untukku selama ini" lanjutku lalu memalingkan wajah dan pergi secepat yang kubisa.

Semua sudah berakhir. Tidak ada lagi yang tersisa apapun dalam hubungan kami. Entah mungkin sejak awal memang tidak ada apapun dan hanya aku yang bermimpi saja.

Hampir 3 minggu berturut-turut aku menangis di tempat tidurku. Kuluapkan semua rasa sedih, kesal, amarah di atas bantal dan selimut ku supaya aku tidak perlu lagi menangisinya dimasa depan.

***

3 bulan kemudian

Matahari tidak bersinar terang hari ini, seperti akan turun hujan tak lama lagi. Walaupun begitu aku tetap akan menjemput Gilang ke Bandara hari ini.

Dia memang tidak memaksa untuk dijemput tapi suasana hatiku sedang baik dan hujan tidak akan memperburuk kondisi sama sekali.

Setelah menunggu kira-kira satu jam akhirnya aku bertemu dengan sahabatku si pria jangkung yang cerdik setiap kali mendekati wanita a.k.a hidung belang.

"Bukannya gue udah bilang jangan jemput?"

"Astaga, gue lupa" jawabku pura-pura.

"Bohong aja lo" balasnya sambil menyentil jidatku.

"Lagian lo kenapa sih heboh gak mau dijemput segala?"

Dia tidak menjawab dan malah menatapku dengan tatapan tidak percaya.

Stupid ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang