IX

1.5K 275 4
                                    

Panggilan masuk muncul diatas layar ponselnya. Rima hanya melihat sekilas dan melanjutkan lagi kegiatan melukis alisnya kirinya setelah membaca nomor tak dikenal yang samalah yang menghubunginya. Sudah pukul 17.58. 17 menit lagi adzan magrin berkumandang. Rima tau berpergian saat sedang adzan tidak baik, tapi ia merasa itulah waktu yang tepat untuk pergi. Si perempuan hanya terus berdoa agar Tuhan tak membalasnya.

Memperhatikan cermin dengan serius, Rima mendesah lega saat kedua alisnya telah terlukis sempurna. Bukan model tebal, Rima hanya mengarsir bagian depan alisnya dan melukis bagian buntutnya agar terlihat lebih natural. Kedua alis Rima tumbuh tak beraturan, tetapi ia tak pernah ingin mencukurnya. Bahkan saat dulu ia dinikahi Bobby, Rima menolak keras saat perias berniat merapikan alisnya.

"Selesai." Ujar Rima bangga. Menjauh dari kursi riasnya, Rima menyambar satu tas berukuran sedang keluaran charles & keith dengan warna hitam dari gantungan samping lemarinya. Rima memasukkan powerbank, dua kable charger berbeda jenis beserta kepalanya dan earphonenya ke dalam tas. Berpindah tempat, Rima membawa serta dompet sedang miliknya dan memasukkannya kedalam tas yang akan ia bawa.

"Charger udah."

"Dompet udah."

"Powerbank plus kabel udah juga."

"Oke siap berangkat." Lanjut Rima. Tak berselang lama, kumandang adzan magrib terdengar. Rima menyambar ponselnya dengan cepat dan duduk di atas ranjang yang sudah ia rapikan setelah mandi tadi.

Mengirimkan pesan pada Erin bahwa ia siap berangkat, Rima beralih pada aplikasi ojek online di ponselnya. Memilih titik jemput di rumah dengan nomor 11, Rima menekan pilihan pesan pada layar ponselnya.

Berdiri, Rima mengintip dari jendela kamarnya. Melihat keadaan sekitarnya terlebih rumah Kakaknya.

Dan bunyi notifikasi ojek online mengagetkan Rima. Mengangkat ponselnya, Rima telah mendapatkan mobil yang akan membawanya ke stasiun gambir.

Memperbesar tampilan layar, posisi mobil yang tinggal 5 menit dari posisi jemput membuat Rima bergegas. Mengambil tas hitam miliknya, Ia juga menarik kopernya ke arah pintu, Rima membuka kunci pintu kamarnya dan keluar dengan cepat setelah menguncinya kembali dari luar. Berjalan dengan menarik kopernya, Rima menyambar sepatu kets dan memakainya dengan cepat. Tak membawa sandal, Rima memilih untuk membelinya di sana. Tak perlu repot membawa dari rumah.

Kembali berhati-hati, Rima keluar dari pintu rumahnya dengan tergesa. Mengunci pintunya juga—kali ini Rima tak lupa, dan dengan segera menarik kopernya keluar dari pekarangan rumah. Berisiknya roda tak terlalu terdengar karena kumandang adzan masih terdengar.

Berbelok ke arah kanan, Rima membawa terus kopernya ke arah rumah nomor 11. Tempat dimana ia memilih titik jemputnya. Sengaja memilih 2 nomor dari nomor rumahnya agar ia tak terlalu kentara.

Dan senyum kelegaannya tak dapat ia tahan saat melihat mobil dengan plat yang sudah ia hafalkan sesuai. Pengemudinya telah sampai lebih dulu.

Berjalan lebih cepat, Rima mengetuk kaca hingga kaca dibagian penumpang depan turun.

"Mbak Rima ya?"

"Betul Pak." Jawab Rima dengan tangan yang membuka pintu penumpang belakang. "Kopernya saya tarus di tengah nggak masalah Pak?" Tanya Rima lagi.

"Boleh Mbak, mau di bagasi juga boleh." Rima menggeleng cepat, kopernya tak terlalu besar. Jadi ia memilih untuk memasukkannya ke kursi tengah terlebih ia sudah mendapatkan izin dari si driver.

"Perlu di bantu Mbak?"

Mengangkat dengan tarikan nafas dalam, Rima berhasil meletakkan di sela jok depan dan belakang.

end | GRAVITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang