Hari-hari rasanya berjalan amat cepat, Rima sudah kembali menjalani rutinitasnya sebagai seorang bankir. Jumat yang selalu ramai membuat waktu yang Rima rasakan berlalu dengan cepatnya hingga tanpa terasa jam pulang sudah di depan mata.
"Rim, nih dua puluh ribu yang tadi." Rosa menyodorkan dua lembar pecahan sepuluh ribu pada Rima yang sibuk menghitung uang dalam genggamannya.
"Thanks Mbak." Balas Rima sambil lalu. Menghitung uang harus menggunakan seluruh konsentrasinya. Rima tak ingin di buat bekerja dua kali padahal cukup sekali dengan teliti mampu ia kerjakan.
"Mbak lihat bukti punya saya nggak?" Donny menyela, si pria selain Yusuf di balik konter teller itu bergerak dengan gelisah. "Ilang satu." Sambungnya lagi.
"Coba periksa yang bener. Minggu kemaren kertasnya di pake buat tatakan duit." Rosa yang menjawab. Mendengarkan arahan si senior, Donny mengangkat tumpukan uang yang telah ia hitung satu persatu.
"Nggak nemu Mbak." Keluhnya lagi.
"Selisih berapa emang?" Rosa kembali bersuara. "Tiga puluh lima ribu."
"Kamu yakin itu transaksi?" Heran Rosa. Rima yang telah selesai menghitung uangnya mengenadahkan tangan kearah Donny. "Balikin duit saya tiga puluh lima ribu."
"Bisa-bisanya punya utang tapi kamu lupa." Sela Rosa jengkel.
"Eh iya lupa saya Mbak. Maaf ya Mbak Rima. Ini saya balikin." Donny menambahkan cengiran lebarnya pada Rima. "Besok saya catet deh Mbak kalo pinjem uang."
"Mana sempet, yang ada kamu keburu lupa." Balas Rosa lagi.
"Bener juga sih, kalau gitu kalian inget-inget ya kalo Donny pinjem uang." Rosa dan Rima dengan kompak melempar gumpalan kertas ke arah Donny yang mengisi bangku di pojok kanan.
"Ampun Mbak." Ujar Donny tak bersungguh-sunguh, Yusuf yang baru kembali dari kamar kecil memperhatikan mereka dengan intens.
"Kenapa?" Tanya Yusuf akhirnya.
"Donny mau ntraktir thai tea Pak katanya." Jahil Rosa. "Bapak mau juga nggak? Tenang buat Bapak pasti porsinya beda, iya nggak Don?" Donny hanya mampu meringis dengan anggukan kaku. Tak mungkin juga jujur, yang ada dia di ceramahi panjang lebar oleh Yusuf.
"Eh iya Rima, gimana liburannya?" Yusuf memindahkan fokusnya pada Rima yang sedang menyusun kertas-kertas bukti transaksi.
"Luar biasa Pak." Balasnya singkat. Rosa dan Donny yang mengintip tak mampu menahan senyum geli mereka.
"Saya seneng banget Mbak inget kita pas lagi jalan-jalan, sampe dibawain bakpia kukus. Asli lagi dari sana." Rima hanya memberikan senyum tipis. Pasalnya yang memberikan 6 dus—ditambah 4 untuk Resa bakpia itu Keanu. Ingat bukan, Rima bilang tak ingin membawa apapun. Tapi ternyata Keanu sudah menitahkan anak buahnya untuk membeli beberapa buah tangan untuknya, Erin dan Keanu sendiri.
"Ayok Rim." Rosa bangkit lebih dulu—si rekan kerja Rima itu sudah pasti masuk ke dalam tim Keanu dan mengajak serta Rima. "Sudah beres ya Pak. Kami permisi pulang Pak."
Ikut bangkit, Rima menggumamkan mari pada kedua pria yang masih berdiri di posisinya semula. Berjalan beriringan ke ruang loker, Rima mengeluarkan tas dan hodienya dari sana. Baru saja berniat mengenakan hodie, gerakan tangan Rima terhenti saat melihat bayangan hitam di pintu lokernya. Menoleh cepat, Rima mendapati Yusuf yang sedang berdiri kikuk tepat 5 jengkal di belakangnya.
"Ada apa Pak?" Tanya Rima dengan tubuh yang ia putar, memposisikan tubuhnya agar menghadap Yusuf.
Rosa yang mendengar suara Rima ikut menolehkan kepalanya. Sempat menyerngit karena tak mendengar suara orang masuk, Rosa menajamkan pendengarannya di depan loker. Saat ini memang hanya ada kedua perempuan itu di dalam ruang loker. Bagian CS sudah keluar lebih dulu.
![](https://img.wattpad.com/cover/247218157-288-k602943.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
end | GRAVITY
FanfictionRasanya terlalu sulit mengabaikan perempuan sesempurna dia kan? -Keanu Abraham Available pdf. Cover berasal dari pinterest.