XXVI

1.7K 238 34
                                    

Kembali ke hari Senin lagi, Rima menjalani hari-harinya seperti biasa. Acara lamaran yang dilaksanakan empat hari lalu selesai tepat setelah adzan magrib berkumandang. Ternyata membutuhkan banyak waktu untuk saling membicarakan perihal kapan, dimana, menggunakan adat apa dan segala rangkaian acara yang akan berlangsung nanti.

Kedua keluarga—tepatnya Keanu yang memutuskan menyetujui pengajuan tanggal yang Keanu berikan. Tanggal 1 September—tepatnya 49 hari lagi menuju ijab qobul, Keanu dan Rima akan melaksanakan akad pernikahan yang di gelar di kediaman mempelai perempuan. Untuk resepsi, Rima harus menelan ludah pahit setelah keputusannya di buat. Mereka akan melaksanakan dua kali resepsi dengan catatan tambahan dari Rima jika acara resepsi akan di laksanakan satu sampai dua minggu kemudian setelah acara resepsi pertama dilaksanakan. Kedua orang tua Rima memaklumi dengan sangat keinginan dari orang tua Keanu. Apalagi Keanu memang anak semata wayang. Mereka pasti menginginkan peringatan yang baik untuk Keanu.

Dalam musyawarah itupula, keluarga Rima mengatakan jika resepsi di pihak keluarganya akan di selenggarakan secara sederhana—bukan megah seperti pernikahan Resa dan Bobby yang dilaksanakan satu kali setelah mendengar lontaran kalimat dari Ibu Keanu yang mengatakan bahwa seluruh keluarga Rima akan mendapatkan undangan juga satu persatu saat resepsi kedua dilaksanakan. Lalu mengingat Rima yang juga tak memiliki banyak kawan, si perempuan menurut saja dengan arahan Ibunya.

Walaupun tetap menggunakan gedung, resepsi dari mempelai perempuan tak akan mengundang lebih dari 200 undangan. Mengingat sedikitnya relasi Rima dan keinginan dari Ibunya yang menyampaikan lebih baik resepsinya dibuat seintim mungkin. Jadi hanya orang-orang terdekatlah yang mendapatkan undangan dari resepsi pertama.

"Rim, Mbak makan siang duluan ya." Rima mengangguk patuh. Hanya tinggal dirinyalah yang duduk di balik konter teller. Donny dan Yusuf masih berada di luar dan kini hanya menyisakan dirinya sendirian.

"Selamat datang Ibu." Rima bangkit berdiri guna menyapa nasabahnya yang baru saja muncul. "Selamat siang Bu, boleh di bantu kertasnya." Ujar Rima ramah. Si nasabah dengan patuh menyodorkan kertas transaksi yang sejak tadi di pegangnya. "Sudah pernah mendaftar Bu? Atau Ibu punya rekeningnya?"

"Rekeningnya nggak punya Mbak, tapi saya sudah pernah daftar. Waktu itu nyerahin KTP."

"Baik, saya cek dulu ya Bu." Rima kembali duduk dan berkutat cepat dengan pc nya. Memeriksa identitas si nasabah dan menemukan satu nama beserta alamat yang sesuai.

"Dikirim kepada rekening atas nama Nurgoro Saidan."

"Betul Mbak." Balas si Ibu dengan tangan yang mendorong berlembar uang.

"Saya terima ya Bu, saya hitung terlebih dahulu." Ujar Rima dengan senyuman yang masih terpatri di bibirnya.

Meletakkan uangnya di mesin, jemari Rima menari lincah di atas keyboard. Mengetikkan jumlah nominal dan memastikan sekali lagi tujuannya sudah benar. Bunyi tit pada mesin menarik kepala Rima menoleh kearah mesin itu.

"Dua juta empat ratus ribu." Ujar Rima pada si nasabah yang di balas dengan anggukan. Memberikan senyum sekali lagi, Rima memasukkan bukti transaksi pada alat ketiknya, memberikan ketikan infromasi panjang disana sebelum kemudian memberikan cap berupa tanggal hari ini.

"Ini buktinya ya Bu, terima kasih." Ujar Rima dengan kedua tangan menangkup dan senyuman manisnya.

Pergi satu nasabah, dua nasabah lainnya sudah berbaris menunggu gilirannya. Dan masih dengan senyum cerahnya, Rima menyambut antrian berikutnya dengan ramah.

* * * * *

"Fix emang bener hari Jum'at sama Senin itu hari lelahnya bekerja." Keluh Donny yang tengah menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Rosa yang sudah selesai dengan kegiatan sebelum pulangnya hanya memberikan tawa kecil sebelum beranjak bangkit.

end | GRAVITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang