Seperti pagi pada hari-hari kerja biasanya, Rima selalu datang 20 menit sebelum tempatnya di buka. Merapikan kembali penampilannya yang agak berantakan karena berjibaku dengan orang lain di dalam kendaraan umum, Rima menggunakan waktunya sebaik mungkin. Lalu dirinya akan keluar dari loker dan menghampiri konternya, merapikan segala sesuatu yang sebenarnya sudah ia siapkan hari sebelumnya—tepatnya setelah jam operasional berakhir, ia hanya berniat mengeceknya kembali. Kebiasaan yang sudah ia lakukan sejak 5 tahun lalu.
"Rim." Seorang perempuan dengan tampilan yang sama rapinya menganggil, "Sabtu malam kamu ke club?" Tanya Rosa—kawan satu divisi Rima dan pacar Jeje.
"Iya Mbak. Aku ketemu Mas Jeje juga." Jawab Rima, tak berniat berbohong pada seniornya itu. Rosa kemudian hanya mengangguk-angguk mengerti.
"Guys! Morning briefing!" Rima dan Rosa berjalan keluar dari pintu konter, yang membawa keduanya ke back office baru setelahnya ke ruang loker—tempat biasanya briefing dilakukan.
Dan sama seperti briefing biasanya, kepala cabang menyampaikan segala informasi terbaru, komplen yang mereka dapatkan dan motovasi yang sering kali Rima dan rekannya dengar. Diakhiri dengan yel-yel pengemangat. Semua karyawan kembali ke pos masing-masing. Memulai harinya dengan senyuman dan sapaan ramah pada nasabah-nasabah yang terus berdatangan.
Senyum tak juga lepas dari wajah Rima. Matanya yang berpendar manis juga menambah nilai plus pada tampilan Rima secara keseluruhan. Saat itu entah karena beruntung atau memang dirinya sesuai, Rima diterima dari ratusan calon pekerja yang tingginya lebih banyak dari Rima. Si perempuan incaran Keanu ini hanya memiliki tinggi 157 cm. Jauh sekali dengan Rosa yang semampai. Tetapi dapat dilihat dari lamanya Rima bekerja. Si perempuan ternyata di angkat menjadi karyawan tetap—walaupun masih mengisi posisi teller, perempuan yang sudah menyelesaikan strata 1nya itu memilih bertahan karena menyukai apa yang ia kerjakan itu.
"Sebelumnya sudah punya rekeningnya Ibu?" Tanya Rima ramah pada wanita paruh baya di seberangnya.
"Belum Mbak, tapi sudah pernah setor tunai juga." Rima mengangguk dengan senyum ramah. Mengecek informasi yang baru saja disampaikan si wanita paruh baya. "Baik, saya proses ya Bu. Rekening tujuannya benar atas nama Muhammad Fiza?" Si wanita paruh baya mengangguk. Setelahnya pertanyaan-pertanyaan lain kembali di layangkan Rima.
"Ini sudah ya Bu." Rima kembali bangkit dengan form setor tunainya. "Dikirimkan ke Muhammad Fiza sejumlah dua juta lima ratus. Keterangannya juga sesuai." Melingkari tiap angka dan kalimat, Rima menyerahkan form lembar pertama pada si nasabah. "Terima kasih Ibu." Melemparkan senyum perpisahan dan tangkupan tangan, si wanita paruh baya berlalu digantikan dengan nasabah lainnya. "Selamat siang Ibu." Menyambut nasabah selanjutnya, Rima tak pernah melunturkan senyumnya.
"Rima.." Rima menoleh menganggapi panggilan pelan Rosa. "Pinjem 10 ribuan dulu satu." Mengambil kebutuhan Rosa dengan tanggap, Rima menyerahkan satu lembar sepuluh ribu padanya. "Thanks."
"Terima kasih Pak." Rima kembali melemparkan senyum perpisahannya. Dan hingga waktu istirahat tiba—dimulai pukul 11 siang, Nasabah terus berdatangan. Hari senin, jadi tak heran kantor cabangnya lebih ramai. Hari Jum'at dan hari Senin selalu identik dengan suasana yang amat ramai. Hari biasa memang ramai, tapi tak seramai pada hari Senin dan Jum'at.
"Mbak, saya duluan ya yang istirahat sama." Donny—rekan Rima di bagian teller selain Rosa menyela keduanya yang sedang benafas lega karena tak ada antrian nasabah. "Oh boleh Don, udah bilang Pak Yusuf?" Lempar Rosa bertanya. Si satu-satunya pria teller itu mengangguk mengiyakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
end | GRAVITY
FanfictionRasanya terlalu sulit mengabaikan perempuan sesempurna dia kan? -Keanu Abraham Available pdf. Cover berasal dari pinterest.