XXIII

1.8K 264 52
                                    

Keanu mendekati Rima yang duduk di sofa ruang tamunya setelah melepaskan sendal di dekat pintu. Tangannya dengan sigap mengeluarkan dompet dan ponsel dari dalam saku celananya sebelum mendudukan bokongnya di sebelah Rima.

"Mas telepon sekarang ya? Mumpung masih jam segini." Keanu kembali menyampaikan keinginannya. Tangannya bergerak gesit diatas layar ponselnya, senyum di sudut bibirnya tak juga meluntur.

"Mas kapan pindah kesini?" Keanu mendongak dalam waktu satu detik saat pertanyaan Rima terdengar.

"Mas pindahnya baru 2 tahun ini, cuma rumahnya memang udah lama ada disini. Sebelumnya ini tanah punya Ayah, terus Mas minta biar Mas yang bangun ulang."

"Ini bangunan baru?"

"Iya, selesai 3 tahun lalu, butuh waktu setahun lebih untuk bangun ini karena saat itu Mas lagi sibuk di kirim-kirim buat pelatihan juga. Jadi sempet molor karena maunya Mas yang mantau langsung." Jawab Keanu, matanya sudah kembali menatap ke atas ponselnya. Nama kontak Ibu Rima telah terlihat diatas sana.

Tanya, nggak, tanya, nggak, tanya, nggak. Batin Rima bimbang.

"Assalamualaikum Bu, selamat malam." Lamunan Rima terputu saat mendengar salam yang di ucapkan Keanu. Matanya otomatis menatap si pria yang terlihat telah menegakkan posisi duduknya itu.

"Maaf mengganggu waktu istirahat Ibu, Keanu mau berbicara dengan Ibu perihal Rima." Rima memandanginya semakin lurus. Ada rasa berdebar yang kembali menyusup di dadanya mendengar bagaimana sopannya Keanu menelpon orang tuanya. "Kalau bisa bersama Bapak juga." Lagi-lagi tanpa sadar Rima mengigit bibirnya gugup saat Keanu terdiam mendengar jawaban dari seberang sambungan sana yang tidak lain adalah Ibunya.

"Betul Bu, Rima sedang bersama saya." Rima mendapati senyum semakin mengembang di sudut bibir Keanu. "Keanu sudah bicarakan dengan Rima Bu sebelum magrib tadi. Karena itu Keanu menghubungi Ibu dan Bapak. Keanu ingin meminta izin untuk berkunjung ke rumah Ibu dan Bapak bersama keluarga." Rima semakin merasakan debaran menggila di dadanya. Persis saat si pria selesai menjadi imamnya saat berjamaah Magrib tadi, Rima kembali merasakan perasaan tenang, berdebar, damai dan tentram di satu waktu.

Samar, Rima mampu mendengar ucapan syukur Ayahnya yang kencang.

"Ibu dan Bapak menginzinkan Keanu untuk berkunjung?" Keanu mengangkat pandangannya dan menatap Rima yang masih memperhatikannya lamat.

"Keanu inginnya besok, tapi Rima bilang terlalu cepat. Keanu ikut Ibu dan Bapak sempatnya saja." Rima meneguk salivanya dengan susah payah. "Tetapi kalau boleh memberi saran, bagaimana kalau Rabu Pak? Kebetulan Rabu tanggal merah."

Rima mendapati ucapan penuh syukur dari Keanu. Dan Rima mengetahui pasti jawaban yang diberikan kedua orang tuanya. Sudah pasti menyetujui saran dari Keanu dilihat dari ucapan syukur si pria dengan senyuman sumringah cerahnya.

"Baik Pak, Keanu dan keluarga akan datang ke rumah Bapak dan Ibu hari Rabu." Rima masih mempertahankan maniknya yang menatap Keanu yang juga melakukan hal yang sama. "Nggak masalah Bu, nanti Keanu dan keluarga berangkat selasa malam."

"Nanti Ibu dan Bapak repot kalau harus ke Jakarta." Rima mengerutkan keningnya. Pasti Ibu mau kesini. Pikirnya. Karena bagaimanapun banyak keluarganya yang tinggal di Jakarta. Walaupun ada beberapa yang tersebar di berbagai Provinsi, tapi hampir 70% berdomisili di Jakarta.

"Baik Bu kalau begitu, Keanu ikut saja."

"Terima kasih banyak ya Bu— Pak, maaf menganggu waktu istirahat Ibu dan Bapak." Rima memutuskan tatapannya dari Keanu dan beralih mengambil ponsel karena merasakan getaran amat kentara dari tas yang ia letakkan di depan perutnya. "Baik Pak, Assalamualaikum."

end | GRAVITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang