Epilog

273 21 16
                                    

Alunan musik itu membuat hatiku tenang. Entahlah, aku pernah bermimpi jika aku akan bertemu dengan seorang pangeran berkuda putih. Mungkin Taeyong adalah bentuk nyata dari impianku.

Sudah satu tahun berlalu, rasanya aku sangat merindukan pria Lee itu. Aku bahkan selalu bertanya-tanya bagaimana kabar pria itu setelah berbulan-bulan tak menghubunginya. Namun, ia bersyukur karena Haechan bisa menjadi mata-matanya di sana.

"Silahkan." Aku menyajikan pesanan tersebut kemudian kembali. Setelah bekerja di agensi besar itu, aku memilih untuk membuka sebuah rumah makan. Aku tahu jika aku terlalu berani untuk mengambil langkah besar tersebut. Namun, aku bersyukur sebab semuanya bisa berjalan dengan lancar.

Suara notifikasi dari ponselku, membuatku dengan cepat meraih benda pipih itu. Aku tersenyum saat mendapati nama Taeyong muncul di sana.

[Minggu depan aku akan melakukan konser di Seoul]
[Kau akan datang 'kan?]
[Aku sudah pesankan tiket dan tiket pesawat untukmu]
[Kau harus datang dan duduk di kursi paling depan]

Tanpa penolakan, tentu saja aku sangat menyetujuinya. Lagipula aku sudah sangat merindukannya. Terlebih dia selalu disibukkan dengan berbagai schedule. Bukankah ini sebuah keberuntungan?

Aku berjalan mendekat ke arah Ibuku. Aku tersenyum hingga membuat Ibuku mengernyit. "Rin mau pergi ke Korea. Boleh, ya? Dibayarin kok."

"Sama pacar halumu?"

Yap, sampai detik ini tak ada yang tahu soal hubunganku dengan Taeyong. Sebisa mungkin aku melindungi karir pria Lee kesayanganku serta keselamatanku. Lagi pula pengakuanku pasti akan dianggap sebagai omong kosong belaka. Apalagi status Taeyong yang merupakan idol papan atas.

Aku cukup beruntung karena Haechan sesekali memberiku kabar jika Taeyong sibuk. Satu hal yang membuatnya sangat khawatir adalah saat Haechan mengatakan jika Taeyong tiba-tiba saja demam saat sedang melakukan tur. Untung saja Sol-Ah masih bekerja di sana. Sehingga, Rini bisa meminta gadis itu untuk menjaga Taeyong.

Aku sedang dalam perjalanan pulang. Tiket yang Taeyong pesan ternyata akan berangkat malam nanti. Itu artinya aku harus segera berkemas, bukan? Kali ini aku tak akan meninggalkan hadiah yang akan ia berikan pada Taeyong. Apalagi konser itu dilaksanakan sehari setelah ulang tahun Taeyong. Ia harap ia bisa merayakan ulang tahun Taeyong terlebih dahulu.

Dering ponsel membuat atensiku segera teralihkan. Aku meraihnya kemudian tersenyum saat panggilan telepon justru masuk. Aku segera mencari angle yang bagus agar Taeyong bisa melihat wajahku dengan baik. Aku yakin bukan aku saja yang sedang merasakan rindu.

"Akhirnya aku punya waktu." Pria Lee itu berbaring, membuatku hanya tersenyu. Sungguh, rambut yang basah benar-benar membuat pacarku ini terlihat tampan. Meski terpisah jarak dan waktu, kita berdua masih bisa mempertahankan semuanya.

"Bukankah kau seharusnya belatih sekarang?"

"Aku sedang beristirahat. Junki Hyung memintaku untuk istirahat setelah terpeleset di panggung."

"Terpeleset? Kenapa tidak berhati-hati?"

Taeyong terkekeh mendengar pertanyaan yang aku cecar padanya. Lagi pula, bagaimana bisa pria itu tak berhati-hati 'kan?

"Baiklah, maafkan aku. Aku janji tidak akan melakukannya lagi. Malam ini kau akan pergi 'kan?"

"Kau sengaja membuatku pergi hari ini dan terpeleset?"

Taeyong meletakan telunjuk di bibirnya. Sungguh, ia malah terlihat sangat menggemaskan sekarang. Biasanya aku hanya aka menonton siaran langsungnya. Namun, kali ini aku justru melakukan panggilan video dengannya.

"Ayolah, aku sangat merindukanmu. Aku tak sempat memainkan ponsel dan kau malah bertukar kabar dengan Haechan."

*
*
*

Aku bingung saat baru saja tiba di Korea. Dengan menyeret koperku, aku merasa bingung sebab bandara itu sudah benar-benar sepi. Hingga mataku tertuju pada seorang pria yang posturnya benar-benar kukenal. Sepertinya, Taeyong memang benar-benar menjemputku.

"Bagaimana jika seseorang menangkapmu?" kesalku saat aku sudah berada di dekatnya. Taeyong memang selalu melakukan hal-hal yang nekad. "Jawab aku."

"Jangan terus bertanya. Kau hanya akan membuatku benar-benar tertangkap." Taeyong mengambil alih koperku. Ia berjalan dengan tergesa sebab berada di luar ruangan tanpa penjagaan benar-benar berbahaya untuk dirinya.

Kami berdua bernapas lega saat tiba di dalam mobil Taeyong. Sebenarnya aku juga tak tahu kapan Taeyong membeli mobil untuk diri sendiri. Padahal terakhir kali Taeyong tak menunjukan mobil miliknya.

"Aku membeli mobil 2 bulan yang lalu. Aku juga punya apartemen sendiri. Hanya, aku tidak memberitahu orang-orang," jelasnya, membuatku mengangguk. Lagi pula, semua kehidupan pribadi Taeyong memang bukanlah konsumsi publik. Aku bersyukur karena penyebar rumor aneh Taeyong sudah berhenti. Mungkin jika masih berkeliaran, aku tak akan tinggal diam.

alunan musik mulai menemani perjalanan kami berdua. Rasanya sangat mengantuk. Mungkin karena perjalanan panjang nan melelahkan. Hingga perlahan mataku terpejam. Taeyong pasti akan membangunkanku jika kami sudah sampai.

*
*
*

Apartemen Taeyong benar-benar luas. Bahkan terasa benar-benar nyaman. Aku duduk di sofa, takjub dengan pemandangan malam yang disuguhkan di hadapanku. Titik lampu gedung itu terlihat seperti bintang. Benar-benar indah.

"Aku tidak memasak apapun, tapi ...."

Aku menoleh saat Taeyong meletakan plastik putih berisi berbagai makanan. Aku terkejut saat mendapati makanan-makanan ringan yang biasanya dijual di Indonesia.

"Aku membelikan makanan ini untukmu."

Sungguh, ini sangat manis. Mungkin Taeyong tak ingin aku aku kesulitan mencari makanan di sini.

"Sementara, kau tinggal di sini saja. Tidak perlu di hotel. Aku akan menyelundupkanmu saat harus pergi ke konser nanti," jelasnya sambil membantuku membuka bungkusan makanan ringan itu. Namun, setelahnya ia segera beranjak. "Aku harus ganti baju dulu."

Aku mengangguk kemudian meraih ponselku. Sambil menikmati makanan ringan, aku memutuskan untuk memberikan kabar pada Haechan jika dirinya sudah tiba.

Aku terkekeh membaca reaksi berlebihan dari Haechan. Sungguh, pria itu tak pernah berubah sejak terakhir kali aku bertemu dengannya. Ia harap Haechan memang sedang kondisi baik-baik saja.

Aku memutuskan untuk meminta Haechan melakukan panggilan video. Aku pikir ia akan menolak. Ternyata tidak sama sekali. Bahkan Haechan sangat bersemangat.

"Rin, aku sangat merindukanmu. Kau tahu? Sol-Ah sangat galak. Dia terus marah-marah padaku dan mengancamku akan mengadu padaku."

Aku hanya terkekeh saat Haechan marah-marah. "Kau tidak akan menemuiku?"

"Besok. Ah, aku iri pada Taeyong Hyung. Dia berbohong. Dia bilang dia sakit," kesalnya, membuatku kembali terkekeh. "Harukah kita merencanakan kejutan untuknya?"

"Maksudmu Taeyong Oppa?"

"Tentu saja. Dia yang akan berulang tahun, tapi aku belum punya ide. Aku akan menghubungimu saat ada ide. Aku harus tidur sekarang, Junki Hyung sedang berpatroli. Selamat tinggal." Dengan terburu-buru, Haechan memutus sambungan telepon kami berdua. Ia sepertinya sedang dalam bahaya sampai terburu-buru.

"Rin, kau bisa gunakan kamar ini. Aku sudah merapikannya," ujar Taeyong yang membuatku menoleh. Pantas saja Taeyong sangat lama hanya untuk ganti baju saja. Ternyata ia merapikan kamar untukku.



5 Mar 2021

Best partTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang