#20 Jealous

183 19 11
                                    

Rini benar-benar merasa bosan berada di ruang tunggu. Ia hanya bisa melihat bagaimana yang lainnya bekerja, sedangkan dirinya hanya duduk diam di sana. Ia ingin sekali mengerjakan sesuatu. Namun semua orang justru memarahinya. Ia hanya tak nyaman dengan tatapan Seoyeon dan Jiyoung padanya.

"Ayolah, tanganku sudah tidak terasa sakit," ujar Rini, membuat Mark memutar malas kedua bola matanya. Ia lantas memberikan kuas make-up pada Rini. Namun kuas itu justru jatuh begitu saja.

"Tanganmu memang tidak sakit. Tapi kau tidak bisa menggenggamnya dengan benar 'kan? Kau ini keras kepala." Mark menggerutu sambil memungut kuas yang Rini jatuhkan. "Jangan keras kepala. Seharusnya kau istirahat saja." Mark kali ini menunjuk Rini dengan kuas tersebut sebelum akhirnya meletakannya.

Sebenarnya semua orang sudah meminta Rini untuk istirahat saja. Bahkan Junki juga sudah meminta izin untuk Rini agar tidak perlu bekerja selama tangannya masih belum sembuh. Namun Rini justru terus saja keras kepala.

Sol-Ah tiba-tiba saja memberikan ponselnya saat seseorang menelepon, membuat Rini langsung membulatkan mata. "Mungkin hanya dia yang akan kau dengarkan. Aku pusing karena kau keras kepala sekali."

"Rin, ngapain maksain sih?"

"Gak ada pilihan, Sa. Masa aku di sini cuman diem aja."

"Seenggaknya istirahat dulu. Pulangnya aku jemput."

Rini baru saja ingin mengatakan sesuatu. Namun Aksa sudah terlebih dahulu memutus sambungan telepon itu. Sehingga ia tak bisa membantah lagi perkataan Aksa.

Raut wajah Rini menunjukan jika ia memang benar-benar pasrah. Lagipula ia tak punya siapa-siapa lagi selain Aksa yang bisa ia andalkan. Satu hal yang pasti, ia takut jika pada akhirnya ia tetap harus pulang ke Indonesia lagi hanya karena tangannya.

"Aku sudah bilang untuk beristirahat saja, bukan? CTS bukanlah hal yang bisa diremehkan," ujar Sol-Ah yang kemudian duduk di samping Rini. Ia juga mengambil kembali ponselnya kemudian meletakannya ke dalam tasnya.

"CTS?"

Sol-Ah segera merutuki bibirnya yang nakal itu. Padahal ia sudah berjanji tidak akan memberitahunya pada siapapun termasuk Aksa. Ia bahkan hanya mengatakan jika Rini kelelahan pada Aksa.

"Sungguh?" Jungki berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika telinganya tak salah mendengar tadi. "Itu cukup berbahaya. Kau bisa saja dioperasi jika kondisinya sudah sangat parah."

"Jangan menakutiku."

"Sungguh, aku menontonnya dalam sebuah drama." Junki mengakhiri kalimatnya dengan menunjukan deretan giginya. Bahkan hal ini sampai membuat Sol-Ah memukul pelan dahinya. Ia pikir Junki mengatakan sebuah fakta.

"Dokter bilang aku hanya perlu beristirahat dan meminum obatnya saja. Jangan berlebihan."

Sebenarnya ia juga sudah mencari beberapa artikel mengenai CTS, dan ia cukup terkejut saat hal itu bisa saja membuatnya masuk ruang operasi. Namun ia berusaha tetap berpikiran positif jika CTS yang dideritanya masih ringan.

*
*
*

"Kenapa kau tidak mau bercerita padaku? Apa aku juga bukan temanmu?" Taeyong mencoba mencairkan suasana hening diantara mereka berdua.

"Aku rasa tidak ada gunanya aku menceritakannya."

"Memang, karena bercerita tidak akan mengurangi rasa sakitnya. Tapi kau tahu? Berbagi bisa membuat perasaanmu lebih tenang."

Rini tahu Taeyong sangat baik. Namun menurutnya, menjaga jarak adalah hal yang paling baik untuk saat ini. Sudah banyak staf yang membicarakan dirinya yang mudah dekat dengan semua member NCT. Padahal Rini melakukannya hanya agar ia tidak merasa canggung saat bekerja.

Mereka berdua sama-sama melangkah keluar dari lift. Rini sempat bicara terlebih dahulu dengan pemilik agensi besar itu untuk mengambil cuti selama tangannya masih belum sembuh. Itulah kenapa ia pulang terlambat hari ini. Sedangkan Taeyong, ia sengaja menunggu agar bisa bicara dengan Rini.

Langkah Taeyong terhenti saat melihat Rini dengan segera menghampiri seseorang yang menunggu di atas motornya. Ia yakin jika itu adalah kekasih Rini. Itulah kenapa ia memilih untuk menghentikan langkahnya saja.

Aksa memberikan helm pada Rini. Ia tak bicara apapun, membuat Rini juga cukup canggung untuk mengatakan sesuatu. Terlebih setelah selama beberapa hari mereka berdua tak saling bertukar kabar dan Rini memutuskan untuk tinggal di dorm.

Rini mengernyit saat Aksa justru mengambil jalan yang berbeda menuju rumahnya. Ia bahkan sampai berpikir jika Aksa pindah rumah.

Ternyata tidak sama sekali. Ia membawa Rini ke sebuah restoran, membuat Rini tersenyum sebab ia juga belum makan sejak tadi.

"Aku laper, tadi pulang kerja langsung jemput kamu. Tenang aja, kali ini aku yang traktir apapun yang kamu mau."

Aksa sebenarnya merasa sangat bersalah karena ia tak bisa mencegah Rini memaksakan dirinya sendiri. Padahal baru kemarin ia bicara dengan Ibunya Rini lewat telepon agar Aksa menjaga Rini. Namun ia justru gagal. Maka dari itu, sebagai gantinya, ia akan merawat Rini setidaknya hingga Rini sembuh. Apalagi Rini hanya sendirian di Korea.

"Beneran nih?"

"Beneran."

Rini tersenyum senang sebelum akhirnya masuk ke dalam restoran tersebut. Aksa tahu saja jika dirinya sedang ingin makan daging. Di dorm ia hanya bisa makan ramyeon karena tak ada lagi makanan. Kecuali jika Wooseok mengantarkan makanan pada Sol-Ah. Ia baru bisa makan enak.









"Kau baru pulang?"

Taeyong dengan segera menggeleng. Ia lalu meletakan jaket hitamnya ke sandaran sofa. Setelahnya ia membanting tubuhnya ke sana. Jangan lupakan soal tangannya yang mulai menguar rambut pirangnya.

"Apa kau baru saja berkencan?" tanya Taeil sambil mengupas apel yang ia pegang. Ia lantas duduk di sofa satunya, membuat Taeyong dengan segera menatapnya.

"Tidak. Kau salah tebak. Aku hanya pulang terlambat karena ke agensi tadi."

"Eo? Kau mau ke mana?" tanya Taeil saat mendapati Mark sudah rapi dengan jaket dan maskernya. "Ini sudah malam."

"Aku lapar. Apa kalian ingin menitip sesuatu? Aku akan pergi ke minimarket yang ada di depan."

"Bukankah kita harus diet?"

Mark dengan segera meletakan jarinya di atas bibir sebagai permintaan agar Taeyong tak mengatakan hal itu. "Aku sangat kelaparan. Jadi mau menitip sesuatu atau tidak?"

"Aku ingin ramyeon," sahut Jaehyun yang kemudian merebut potongan apel milik Taeil. Bahkan Taeil sampai terus menatap Jaehyun sampai pria itu duduk. "Hyung, aku minta satu."

"Sudah terlambat."

"Baiklah, aku akan membelikan makanan ringan saja."

Taeyong masih melamun. Nampaknya ia masih memikirkan soal pria yang tadi Rini temui. Apalagi ini pertama kalinya ia melihat seseorang menjemput Rini karena selama ini Rini selalu pulang bersama Sol-Ah.

Tunggu, apa aku cemburu? Untuk apa?

Taeil dan Jaehyun menatap Taeyong saat pria Lee itu mulai mengacak kasar rambutnya. Bahkan Taeyomg juga langsung berlalu dari sana tanpa mengatakan apapun.

"Apa dia menyembunyikan sesuatu lagi?" Taeil menghembuskan napasnya. "Sepertinya dia memang menyembunyikan sesuatu."

"Apa skandal itu mulai muncul lagi?"

Taeil hanya mengedikan bahu. Selama ini Taeyong memang selalu menyembunyikan segalanya. Padahal Taeyong selalu menjadi tempat curhat bagi semua member. Tapi pria Lee itu justru memilih untuk menutup dirinya sendiri.

"Aku harap ada seseorang yang mungkin bisa dia percaya untuk mendengar semua ceritanya."







TBC🖤

14 Nov 2020

Mian cmn 1 part😅

Best partTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang