Menghirup dalam-dalam udara dingin yang menusuk itu merupakan hal yang dilakukan pertama kali olehku. Jujur, aku masih tak percaya jika aku bisa menginjakan kakiku di sini, di negara asing dengan kemampuan pas-pasan mengenai negara tersebut.
Aku menghela napasku sebelum akhirnya menyeret koper merah maroon berisi semua keperluanku.
[Rin, jangan lupa beli kartu lokal]
Hampir saja aku melupakan hal penting ini. Andai ibuku tak mengirimkan pesan singkat, aku mungkin tak akan ingat soal hal kecil nan penting itu.
Langkahku terhenti begitu saja saat puluhan orang membawa kamera sambil berlari melewatiku. Aku bingung dengan kerusuhan di bandara yang awalnya tenang ini. Hingga akhirnya aku tertabrak oleh salah satu dari mereka dan membuat seseorang mengulurkan tangannya padaku.
Tatapan kami bertemu. Namun dengan cepat seorang pria bertubuh tegap menepis tangan pria yang akan membantuku, membuatku akhirnya dibantu oleh pria tegap itu. Jujur, aku bisa melihat tatapan kesal dari pria bermasker itu. Aku hanya penasaran akan setampan apa pria berhati baik itu.
Suara ponselku membuat bayangan mengenai siapa pria yang berniat membantuku, tercecar begitu saja. Aku tak berlama-lama berdiri di sana lalu memutuskan pergi ke counter yang menjual kartu provider untuk ku gunakan nantinya.
Aku merasa jika suasana bandara Incheon ini masih sama saja seperti bandara Soekarno-Hatta. Bahkan aku merasa jika saat ini aku masih berada di Indonesia. Aku hanya berharap tak akan ada masalah besar selama aku bekerja di sini.
Ah ya, sebenarnya aku hanya iseng saja mengikuti pelatihan untuk bekerja di Korea. Jangan berpikir jika aku adalah seorang K-popers. Tidak, tidak sama sekali. Aku hanya tahu lagu-lagu mereka tanpa tahu siapa nama dan juga grup mereka. Aku hanya sekedar tahu beberapa grup yang sering disebut namanya. Sisanya aku sungguh tak mengenal siapa mereka.
Setelah selesai mengikuti pelatihan tersebut, aku mencoba mengirimkan lamaranku kepada agensi besar yang ada di Korea. Terbilang sangat percaya diri memang. Tapi dari 3 agensi besar itu, hanya satu agensi yang menerima lamaran pekerjaanku dan itu adalah SM entertainment.
Senang? tentu saja. Dengan begini aku bisa belajar mengenai idol yang berada di naungan agensi yang termasuk ke dalam Big3 itu.
Langkah ringan membawaku menyusuri bandara itu sebelum akhirnya aku keluar dari sana dan bingung harus pergi ke mana. Ah ya, aku punya teman di sini. Dia juga berasal dari Indonesia. Tapi dia bersekolah di sini. Aku harap dia tidak sedang sibuk dan bisa menjemputku.
Aku menempelkan ponselku di telinga, berharap dia mau mengangkat telponnya. Namun sayang sekali, tak ada jawaban apapun, membuatku terpaksa harus menaiki taksi jika sudah seperti ini.
Aku benar-benar bingung harus menunggu atau tidak. Hingga seorang pria keluar dari sebuah taksi, membuatku langsung tersenyum sambil melambaikan tanganku ke arahnya.
"Udah lama?" tanyanya yang membuatku langsung memasang tampang kesal. Masalahnya pertanyaan itu tak perlu dilontarkan sebab dari raut wajahku saja sudah tergambar jelas jika aku merasa kesal.
"Pake nanya."
"Ya, maaf. Kirain kamu cuman main-main mau dateng ke sini," ujar pria itu yang membuatku memutar malas kedua bola mataku. Bertahun-tahun tak bertemu dan pria yang ada di hadapanku ini tak pernah berubah sama sekali.
Aksa, aku biasa memanggilnya dengan nama itu meskipun sebenarnya dia punya nama lain yaitu Park Euntak. Tapi Aksa jauh lebih nyaman untuk diucapkan dibanding nama Koreanya.
Aku menatap keluar jendela, membiarkan kaca itu terbuka begitu saja hingga membuat rambut panjangku menari begitu saja. Aku tak percaya jika negara yang mendapat julukan negeri ginseng itu lebih indah dibanding potret yang ku lihat di internet.
Deretan gedung tinggi itu berjajar rapi, seolah sedang menyambut kedatanganku saat ini dan lagi-lagi, aku masih tak percaya jika aku akhirnya berada di negara itu.
Taksi itu berhenti di sebuah rumah, membuatku mengeryit sebab dia tak tahu kenapa taksi itu tiba-tiba saja berhenti di sana.
Aku menoleh untuk meminta penjelasan. Namun pria menyebalkan itu justru sudah lebih dulu turun, meninggalkanku yang masih terduduk dengan wajah bingung sekarang.
"Ini rumahku."
Aku sedikit tak percaya soal pengakuan Aksa itu. Terlebih karena semasa SMA dulu, dia jarang mengerjakan tugas bahkan sering tertidur dalam kelas. Tapi saat ini dia punya rumah di luar negeri pula.
Ah iya, aku lupa jika dia memang orang Korea.
Mataku membulat, mendapati sosok yang tak asing. Aku tersenyum sebelum akhirnya berlari menghampiri gadis yang sudah sangat lama tak aku temui itu.
"Woah, kak Rini!!!" teriak Bela yang kemudian memelukku. "Kirain gak jadi kesini."
"Diluar dugaan lamarannya lolos," jawabku diiringi dengan kekehan. Aku sungguh tak pernah menyangka jika keisengan itu akan berbuah manis. Buktinya aku bisa menginjakan kaki di negara yang 'katanya' memiliki banyak pria tampan itu. "Eh, mama mana?"
"Mama gak di sini, kak," jawabnya namun tatapanku justru tertarik untuk menatap seseorang yang tampak sangat asing. Gadis itu tersenyum saat tatapannya bertemu denganku namun pada akhirnya aku mengalihkan pandanganku pada Aksa yang dengan sangat senang hati menbawakan koper milikku.
"Sa, gratis 'kan?" tanyaku yang tentunya membuat Aksa mendengus kesal. Inilah yang sering ku lakukan tiap kali mampir ke cafe miliknya. Tapi tak ada salahnya, bukan? lagipula Aksa adalah tetanggaku.
"Yaudah, tidurnya di luar."
"Gratis 'kan?" tanyaku lagi sambil menaikan turunkan alisnya, berharap kali ini Aksa menyetujui. "Diskon temen dong."
"Terus bayar air sama listrik pake apa? daun?" tanya Aksa yang kini tersulut. Ah dia tetap saja mengajakku bertengkar meskipun ini pertemuan pertama kami setelah sekian lama.
Aku memutuskan untuk tak terlalu menghiraukan Aksa, memilih untuk duduk sebab kakiku sungguh pegal karena perjalanan jauh itu.
Aku menghampiri gadis yang kini sibuk berada di dapur lalu mengulurkan tanganku. "Aku Rini."
Gadis itu tersenyum lalu menyambut uluran tanganku. "Aera."
Aku sempat berpikir jika gadis itu adalah pacar Aksa. Tapi aku rasa itu sangat tak mungkin sebab mana mungkin Aksa mendapat pacar secantik itu. Bahkan Aksa selalu mendapat pacar yang biasa saja.
"Aku bantu," ujarku sambil mengambil alih piring itu dari tangan Aera. Aku tak mungkin membiarkannya menyajikan makan siang sendirian.
"Tumben bantu-bantu, biasanya cuman tinggal makan," sindir Aksa yang sungguh membuatku kesal. Dia selalu saja menjatuhkanku saat aku berusaha untuk melakukan hal yang baik. Haruskah aku mencoretnya dari daftar teman? ah tidak-tidak, itu hanya akan membuatku terusir dan harus menyewa kamar hotel ataupun kost yang mahal.
TBC🖤
5 Sep 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Best part
Fanfiction"Terimakasih karena sudah menjadi bagian terbaik dalam kisah hidupku." Kisah seorang gadis yang sebelumnya bukanlah seorang K-popers yang menjelma sebagai make-up artist di salah satu agensi ternama di Korea Selatan. Awalnya dia tak begitu menyukai...