#8 Double Date

219 19 18
                                    

Doyoung menoleh pada Taeyong yang kini sibuk menatap pemandangan yang disuguhkan oleh hotel tempat mereka menginap. Ia merasa jika leadernya itu sedikit berbeda pagi ini.

"Semalam kau tak bisa tidur dan sekarang kau hanya menatap pemandangan?"

Taeyong menoleh. Ia tersenyum kemudian memilih untuk beranjak. "Aku sudah mempersiapkan semuanya semalam. Itulah kenapa aku tak perlu membereskan bawaanku lagi."

"Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Kenapa kau tak bicara padaku?"

Sebenarnya Taeyong hanya merasa jika ia belum cukup baik menjadi seorang pemimpin. Terlebih karena berita buruk bertubi-tubi menghampiri dirinya. Bukankah itu malah membuat image grupnya buruk? Ditambah saat konser kemarin, ia tak sengaja mendengar ada yang membicarakan soal kabar miring tentangnya dan itu malah terdengar seperti ia memang benar-benar melakukannya.

Jika ada yang bertanya padanya lelah, tentu saja ia sangat lelah. Ia ingin semuanya berakhir sehingga ia tak lagi menyeret banyak orang dalam kasus tak berujung itu.

"Baiklah terserah kau saja."







"Sa, ayolah, cuman bentar doang."

Yap, sesuai yang dibicarakan dengan Sol-ah, kini Rini dengan susah payah harus membujuk pria itu agar mau mengantarnya pergi. Ia tak mungkin mengatakan ini merupakan double date atau Aksa pasti tidak akan mau ikut.

"Kemana sih, Rin? Aku sibuk," dalih Aksa sambil terus sibuk menghindari Rini. Ia sungguh malas jika Rini sudah mengajaknya pergi keluar. Ia yakin ia hanya akan diminta duduk diam sementara Rini berjalan-jalan bersama teman barunya, seperti biasanya.

"Enggak ah."

Rini berdecak. Rasanya ia ingin sekali memukul Aksa yang benar-benar sulit hanya untuk diajak pergi. Hingga ide cemerlang muncul di kepalanya.

"Sa, ditraktir deh."

"Enggak."

"Boleh beli apapun," ujar Rini, membuat Aksa menoleh. "Ah kamu mah giliran traktir langsung ijo matanya."

"Emangnya anter kemana sih?"

Rini merasa bingung harus menjawab apa. Haruskah ia jujur saja? Ah, tapi ia sangat yakin jika ia mengatakan yang sejujurnya, itu hanya akan membuat rasa percaya diri Aksa meningkat bahkan sampai melebihi batas.

"Yaudah ikut aja sih, gak usah banyak nanya."

*
*
*

Rini mencoba mencari keberadaan Sol-Ah dan Wooseok diantara banyaknya orang yang ada di depan mall. Ia kemudian meraih ponselnya, mencoba menghubungi Sol-Ah. Namun berikutnya ia justru berdecak kesal sebab Sol-Ah tak kunjung menjawab panggilan darinya.

"Kenapa?" tanya Aksa, membuat Rini berbalik dengan wajah kesalnya.

"Sol-Ah gak--" Ucapannya terhenti saat seseorang menepuk bahunya. Yap, siapa lagi jika bukan Sol-Ah? Bahkan gadis itu tersenyum tanpa dosa sekarang. "Ish, Sol-Ah."

Sol-Ah melindungi dirinya dengan tangan saat Rini terlihat hampir mencubitnya karena merasa kesal. "Maafkan aku, aku sedikit terlambat."

"Sol-Ah?" Aksa sungguh tak menyangka jika Sol-Ah yang selalu Rini bicarakan adalah Sol-Ah temannya di bangku perkuliahan dulu.

"Hai, aku pikir kau sudah lupa," ujar Wooseok yang kemudian melambaikan tangannya.

"Mana mungkin aku lupa."

Mereka akhirnya sama-sama memasuki pusat perbelanjaan itu. Sol-Ah dan Rini benar-benar sibuk berbincang sedangkan Aksa dan Wooseok hanya bisa menatap mereka dengan malas. Masalahnya, langkah mereka juga harus selaras dengan langkah Sol-ah dan Rini yang semakin pelan seiring banyaknya hal yang 2 gadis itu bicarakan.

"Apa kalian berdua tidak bisa mempercepat langkah?"

Aksa terkekeh mendengar protes dari Wooseok. Ia tak mengerti kenapa Wooseok sungguh berani dalam urusan memprotes wanita. Padahal yang ia tahu, wanita paling tak suka jika diperlakukan seperti itu.

Benar saja, Sol-Ah kini berbalik, memasang wajah malasnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Tuan Wooseok, kau mau kena hajar?" tanyanya sambil memberikan kepalan tangan di hadapan wajah Wooseok.

"Silahkan saja."

Memang hubungan Sol-Ah dan Wooseok selalu membuat Rini iri. Bagaimana tidak? terlepas dari seringnya mereka bertengkar atau saling meledek, mereka tetap saja bersama. Ah, ia jadi membayangkan akan seperti apa kekasihnya nanti.

Rin, kenapa malah mikirin itu sih? Tujuan jauh-jauh ke sini itu buat kerja.

"Sudahlah ayo, aku lapar," ajak Rini, mengakhiri pertengkaran Sol-Ah dan juga Wooseok.


Kilatan cahaya dan kerumunan orang memanglah hal yang tak akan pernah lepas dari kehidupan seorang idol. Teriakan-teriakan yang didominasi wanita itu bahkan hampir memekakan telinga mereka. Tapi hal ini cukup membuat mereka merasa senang.

"Aku merasa jika Taeyong menjadi lebih diam. Apa hanya perasaanku saja?" tanya Taeil sesaat setelah mereka duduk di dalam pesawat.

"Mungkin itu hanya perasaanmu saja," ujar Jungwoo.

Taeyong bersyukur karena ia mendapat tempat duduk yang berada di samping jendela. Ia merasa jika ini akan cukup membuatnya merasa tenang. Apalagi dengan menatap birunya langit dan putihnya awan saat pesawat itu mulai lepas landas.

Alunan lagu itu perlahan membuat hati Taeyong jauh lebih tenang. Ia berharap jika saat ia kembali menginjakan kakinya kembali ke Korea, ia tak akan lagi mendengar seseorang menbicarakan masalahnya.




Duduk di salah satu food court merupakan hal paling ditunggu-tunggu untuk mereka. Apalagi karena cacing-cacing dalam perut mereka sudah berdemo ingin secepatnya diisi.

Mereka sedikit membungkukan tubuh saat makanan itu tiba. Bahkan mereka tak ragu menunjukan ekspresi bahagia mereka saat tangan mereka mulai menggenggam sumpit.

"Kau harus mencoba ini. Ini benar-benar enak," ujar Sol-Ah sambil memberikannya pada Rini. Namun saat Rini akan memakannya, Aksa tiba-tiba merebutnya.

"Jangan salah paham, aku bantuin buat motongin doang," ujar Aksa saat Rini menatapnya dengan tatapan mematikan sebab Aksa dengan beraninya merebut makanannya.

Sol-Ah cukup terkesan dengan cara Aksa memperlakukan Rini, membuatnya menyenggol lengan Wooseok. Namun bukannya mendapat perlakuan yang sama, Sol-Ah justru merasa kesal sebab Wooseok mengambil jatah makanannya.

"Aku hanya ingin mencobanya," ujar Wooseok dengan wajah tak berdosanya.

Pletak!

Rini tak kuasa menahan tawanya saat Sol-Ah justru memukul kekasihnya sendiri dengan sumpit. Apalagi wajah kekesalan Sol-Ah juga membuatnya tak bisa berhenti tertawa.

"Apa kalian punya slogan "tiada hari tanpa bertengkar?" tanya Rini, membuat Sol-Ah tetap memberikan tatapan nyalangnya.

"Dia yang selalu membuatku kesal." Sol-Ah menopang dagunya. "Rin, bagaimana jika Aksa saja yang bersamaku. Aku akan tukar-tambah pria ini."

Rini kembali tertawa dengan pernyataan Sol-Ah. Ia sungguh tak mengerti kenapa Sol-Ah selalu mengatakan hal-hal yang terdengar lucu. "Kenapa tidak dijual ke pasar loak saja?"

"Tidak akan pernah laku. Ah ya, kenapa kalian bisa saling bertemu? Biar ku tebak. Apa pertemuan kalian sama seperti dalam drama Korea?"

Rini menatap Aksa yang kini masih membantu memotong steak untuknya. Seperti drama Korea? Bahkan pertemuan mereka terjadi jauh sebelum ia datang ke negeri gingseng itu.

Rini memilih untuk membasahi tenggorokannya dulu, berharap jika ia tak mengatakan hal yang macam-macam.

"Kalian berdua benar-benar cocok." Pernyataan itu sungguh membuat Rini tersedak minumannya sendiri, membuat Aksa dengan refleks menepuj punggungnya.

"Pelan dong, minumnya."

Sol-Ah menyebalkan. Gerutu Rini dalam hatinya.



TBC🖤

26 Sep 2020

Best partTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang