Rini meniup mie yang masih mengeluarkan kepulan asap itu sebelum akhirnya menyesapnya. "Woah, rasanya benar-benar enak."
"Rin, kau sudah belajar menggunakan tangan kirimu?" tanya Sol-Ah sebab selama ini, ia lebih sering melihat Rini menggunakan tangan kanannya.
"Eo. Aku tidak mau menyulitkan orang lain." Rini memutar sumpitnya sebelum akhirnya kembali meniupnya. Setelah beberapa hari beristirahat, ia hanya makan makanan rumahan dan ia sangat merindukan rasa ramyeon untuk menyapa lidahnya.
"Kau tahu? Selama beberapa hari, Taeyong-ssi menjadi gila. Dia menghela napas, mengacak rambutnya, sampai aku juga pernah menangkap dirinya sedang bicara sendiri."
Satu hal yang membuatnya heran adalah Taeyong yang tiba-tiba saja ada di kamarnya dan bersembunyi di dalam lemari tadi siang.
"Ah ya, soal surat, Taeyong-ssi juga yang meminta mereka semua menulisnya. Awalnya dia juga meminta unit lain untuk melakukannya. Hanya saja mereka tak mengenalmu."
Bolehkah ia berharap? Ah, tidak. Rini tak mau tersakiti oleh harapannya sendiri. Lagipula ia tahu jika Taeyong baik pada semua orang. Mungkin jika Sol-Ah juga sakit, Taeyong akan melakukan hal yang sama. Untuk saat ini, ia hanya akan menjadi penggemarnya Taeyong. Itu saja.
Rini dan Sol-Ah sama-sama fokus pada makanan mereka. Mereka memilih untuk diam, hanya ada suara mulut mereka yang menyesap nikmatnya ramyeon itu.
"Rasanya aku ingin tambah," ujar Rini setelah ia meneguk air mineral dingin yang ada di samping mangkuknya.
"Aigo, kau tidak boleh makan banyak ramyeon. Bagaimana jika berat badanmu bertambah?"
Rini menghela napasnya. Bukankah pertanyaan itu sangat menyakitkan untuk para wanita? Padahal Rini sedang sangat bahagia karena ia sudah sembuh dari sakitnya.
"Buktinya kau sudah memakan dua mangkuk." Rini nampaknya tak terima dengan larangan dari Sol-Ah.
"Aku hanya bercanda. Lagipula Aksa bilang aku harus menjagamu."
Rini hampir tersedak oleh air yang ia minum, membuat Sol-Ah mengernyit heran.
"Dia kekasihmu, mana mungkin ia tak mengkhawatirkanmu 'kan?"
Sungguh, Rini baru ingat jika ia pura-pura menganggap Aksa sebagai kekasihnya. Jika sudah seperti ini, ia yakin Sol-Ah akan menjadi mata-mata Aksa nanti. Ah, kenapa juga harus ia peduli tentang hal itu?
Taeyong masih menatap langit-langit kamarnya. Ia masih bingung sebab hari ini adalah hari terakhirnya melihat Rini. Masa promosinya sudah berakhir dan ia sangat yakin Rini akan mengurus unit NCT yang lain.
Ia menyampingkan tubuhnya, terperanjat saat tiba-tiba saja Johnny tidur di sampingnya. Namun pria itu hanya tertawa melihat bagaimana leader-nya terkejut.
"Apa kau sedang melamun?"
"Ani," sanggah Taeyong. Ia hanya berharap Johnny tak berbaring di sana sejak lama.
"Benarkah? Aku sudah dari tadi di sini, memperhatikanmu. Kau menghela napas berat. Memangnya ada masalah?"
Ini bahkan lebih berat dari masalah komentar negatif ataupun tuduhan-tuduhan dilayangkan pada dirinya. Sungguh, ia tak mengerti dengan dirinya akhir-akhir ini. Seakan ada sisi lain dalam dirinya yang terus menerus tertuju pada Rini.
"Aku pikir kau menghela napas karena ini." Johnny menunjukkan ponselnya, membuat Taeyong segera terduduk dengan wajah terkejut. Headline news malam ini nampaknya membuat pria Lee itu terkejut setengah mati. Bahkan lidahnya juga kelu untuk sekedar mengucapkan sepatah kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best part
Fanfiction"Terimakasih karena sudah menjadi bagian terbaik dalam kisah hidupku." Kisah seorang gadis yang sebelumnya bukanlah seorang K-popers yang menjelma sebagai make-up artist di salah satu agensi ternama di Korea Selatan. Awalnya dia tak begitu menyukai...