Aksa sedikit bingung saat seseorang menyodorkan sebatang cokelat padanya. Terlebih karena cokelat itu juga dilengkapi dengan pita berwarna pink.
Tak berselang lama, seseorang duduk di sampingnya, memasang wajah kesalnya hingga membuat Aksa merasa bingung. "Sa, tanganku pegel loh."
"Lagian ngapain ngasih cokelat?" tanya Aksa, membuat Rini kini meletakan sebatang cokelat itu diantara mereka.
"Ya kan sebagai rasa terimakasih gitu. Syukur-syukur 'kan aku masih inget beliin cokelat," jelas Rini namun hal ini justru membuat Aksa terkekeh.
"Kamu tau gak sih sekarang tanggal berapa? Ngaco kamu." Aksa beranjak, meninggalkan Rini yang masih duduk di sana dengan wajah kesalnya.
"Dikasih malah gak mau." Rini memilih membuka bungkus cokelat tersebut. Ia pikir memakannya sendiri akan jauh lebih baik. Namun saat ia akan memasukan cokelat itu ke dalam mulutnaya, Aksa justru merebutnya.
"Ish, tadi gak mau," kesal Rini, membuat Aksa memotong cokelat itu menjadi dua bagian. Ia lantas memberikan satu bagian pada Rini dan memakan satu bagian yang lain.
"Pasti Sol-Ah yang ngajak beli cokelat ya?" Aksa tahu betul kebiasaan Sol-Ah jika hari valentine tiba. Bahkan Aksa sampai geleng-geleng kepala dengan kebiasaan Sol-Ah memborong batangan cokelat untuk diberikan pada Wooseok.
Bicara soal cokelat, Aksa jadi ingat seseorang. Dulu, ia memang sangat sulit untuk dekat ataupun berteman dengan siapapun. Tapi saat gadis itu masuk dalam hidupnya, ikut mewarnai hari-harinya di Korea Selatan, ia benar-benar menepis segala hal mengenai rasa sedihnya sebab tak memiliki teman.
Rini mengernyit memperhatikan bagaimana Aksa melamun. Seketika ia ingat soal gadis yang Sol-Ah ceritakan. Sepertinya Aksa memang memikirkannya.
"Inget seseorang ya?" tanya Rini. Ia membuat Aksa meninggalkan dunia lamunannya kemudian terkekeh. Menurutnya pertanyaan Rini benar-benar terdengar lucu. "Yuna?"
Aksa terdiam mendengar nama itu kembali terdengar oleh telinganya setelah beberapa tahun ia tak mendengarnya. "Darimana kamu tahu?"
"Sol-Ah yang bilang. Dulu kamu deket banget sama Yuna sampe kamu gak nerima cokelat dari Sol-Ah."
Aksa terkekeh miris. Bahkan perlahan Rini bisa melihat air mata mulai menggenang di kelopak mata Aksa. "Dia udah pergi, Rin. Bahkan gak bakal bisa balik lagi."
Mendengar pernyataan Aksa, membuat Rini tertegun. Itu artinya Yuna sudah tiada? Ia merasa menyesal karena tadi menyebut namanya tanpa tahu apa yang terjadi. Lagipula Sol-Ah menceritakannya hanya setengah.
"Dia wanita kuat yang pernah aku kenal, Rin. Selama dia temenan sama aku dia gak pernah sebut apapun soal penyakitnya. Tapi aku inget banget dia sering nolak aku pas aku ngajak pacaran." Ini sungguh pertama kalinya Rini mendengar curhatan Aksa soal wanita. Biasanya Aksa hanya menceritakan soal kesehariannya. "Terus nih ya, sampe hari di mana sakitnya mulai parah, aku baru tau soal sakitnya. Lebih parahnya lagi aku telat. Sampe akhirnya aku nemenin dia sampe mesin itu bunyinya niiiiiit."
Rini mulai tak percaya saat Aksa seperti sedang memijat pangkal hidungnya, tapi yang sebenarnya ia kini malah menangis.
"Sa, maaf. Aku beneran gak tau soal itu. Aku pikir--"
"Udah ya, Rin. Lupain aja."
*
*
*Rini masih memikirkan soal Aksa. Ia benar-benar merasa bersalah karena ia sudah mengorek kembali luka lama Aksa. Inilah alasan utama seharusnya Aksa lebih terbuka padanya. Ia memang hanya seorang teman. Tapi bukankah seharusnya Rini juga tahu soal ini? Apalagi selama ini Rini juga sering menceritakan segala hal pada Aksa.
Rini mengintip dari jendela yang ada di kamarnya. Rasa bersalahnya semakin memuncak saat melihat pintu kamar Aksa masih tertutup. Haruskah ia mengetuk pintunya lalu meminta maaf? Tapi ia merasa hal itu tak akan cukup untuk menghapus rasa bersalahnya.
"Sol-Ah, sih. Masa cuman kasih tau namanya doang tanpa bilang kalo Yuna udah gak ada," gumamnya sambil berjalan bolak-balik dalam kamarnya. Ia kemudian memberanikan dirinya. Ia merasa harus meminta maaf pada Aksa, atau jika perlu ia akan menghibur Aksa apapun yang ia bisa.
Tok tok tok!
Rini menggenggam kuat-kuat ponselnya, berharap Aksa akan membuka pintu kamarnya. Ia tahu Aksa pasti sedang menangis. Terlebih karena ia bisa mendengar isakan samar-samar dari dalam sana.
"Kak Aksa masih belum bukain pintu? Tadi udah Bela bujukin tapi dianya gak mau keluar," jelas Bela sambil memberikan nampan berisi makanan yang telah ia siapkan untuk sang Kakak. "Kak Rini bujukin ya, Bela mau ngerjain tugas dulu."
Rini kembali mengetuk pintu kamar Aksa, berharap pria itu akan segera membukanya. "Sa, kamu belum makan 'kan?"
Suara pintu di buka, membuat Rini merasa lega. Namun hal yang justru membuatnya semakin khawatir adalah wajah sembab dan rambut Aksa yang sudah berantakan.
"Sa, makan dulu, ya?"
"Kamu makan aja, ya. Bilang sama Bela aku yang makan," ujar Aksa. Ia berniat untuk kembali menutup pintu. Namun Rini sudah lebih dulu menahannya.
"Dikit aja."
"Kamu aja yang makan." Aksa kembali berusaha menutup pintunya. Namun lagi-lagi Rini menahannya.
"Maaf, kamu kayak gini juga karena aku. Harusnya aku gak nyebut namanya lagi. Lagian kamu gak pernah cerita sih."
"Kamu tau 'kan? Aku udah susah payah lupain masalah itu tapi tadi kamu ngungkit itu lagi. Tapi tenang aja, aku gak nyalahin kamu, kok. Aku nyalahin diri aku sendiri karena aku masih belum bisa lupain itu."
"Makan, ya?"
*
*
*Suasana hati Aksa sudah lebih baik dari semalam. Ia memang masih terlihat melamun. Tapi Rini bersyukur karena Aksa mau ikut sarapan bersama.
"Sa, aku bisa naik bus, kok. Tapi boleh pinjem kartu busnya gak?"
Aksa menggeleng. Ia kemudian menelan makanan yang masih memenuhi mulutnya. "Aku anterin aja. Sekalian mau ke krematorium."
"Kalo gitu aku ikut, ya?"
"Gak usah, nanti kamu telat," ujar Aksa.
Rini hanya takut jika Aksa tak terkendali setelah mengunjungi Yuna. Apalagi semalam Aksa juga menangis.
Kamu sih, Rin. Rini memukul pelan bibirnya, membuat Aksa kemudian meliriknya.
"Tenang aja, aku gak bakal ngelakuin hal yang pastinya ngerugiin diri sendiri. Aku cuma mau nyapa Yuna aja. Udah lama juga aku gak ke sana," jelas Aksa.
Sebenernya Rini bingung harus merasa senang atau sedih sekarang. Ia merasa senang karena hari ini ia akan mulai bekerja bersama Taeyong. Tapi sisi lain ia masih merasa bersalah soal Aksa.
Semalam ia sudah bicara pada Sol-Ah dan Sol-Ah juga memibta maaf karena tak menceritakan semuanya secara jelas. Mungkin jika ia menjelaskannya semuanya tak akan terjadi.
Lain kali kayaknya harus minta Aksa buat cerita. Seenggaknya hal kayak gini gak bakal kejadian lagi.
TBC🖤
3 Oct 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Best part
Fanfiction"Terimakasih karena sudah menjadi bagian terbaik dalam kisah hidupku." Kisah seorang gadis yang sebelumnya bukanlah seorang K-popers yang menjelma sebagai make-up artist di salah satu agensi ternama di Korea Selatan. Awalnya dia tak begitu menyukai...