Bab 27

8.1K 695 37
                                    

Ginny melompat ke sebuah jaring yang di rentangkan oleh empat orang dibawah kami, di susul oleh Asyira yang melakukan hal yang sama seperti Ginny tadi. Dan saat tiba giliranku, sedikit ragu dan takut tapi akhirnya aku melompat. Aku terpantul tiga kali sebelum bisa menapakan kakiku di rumput halaman Vagsat Academy.

Rob melihat ke arah kami bertiga, tangannya terlipat di depan dadanya. Wajahnya tidak kelihatan kesal, dan itu membuatku sedikit lega. Walau begitu ada beberapa wajah yang terlihat nampak kesal, salah satunya Pak Menteri Pertahanan.

Kami di kelilingi oleh banyak penjaga, pengawal Menteri Pertahanan -dengan setelan rapih mereka-, dan para militer. Untuk para anggota militer -yang berpakaian hijau loreng-loreng- aku tidak tahu siapa di antara mereka yang berwenang, jadi aku tidak tahu harus pada siapa. Ekspresi para anggota militer itu juga bermacam-macam, beberapa di antara mereka tersenyum kagum.

Para penjaga dari Vagsat Academy mulai menggiring kami, hanya Ginny yang nampaknya melawan. Menteri Pertahanan terdengar masih saja mengomel pada Rob, dia mengusulkan agar kami di hukum dengan berat.

“Pasanganmu sudah menunggumu di ruang latihan, dan kau malah melanggar peraturan. Tertangkap pula.” Kata cowok yang menggiringku. Aku menoleh dan melihat Peter dari balik pundakku, memasang wajah datarnya dengan sempurna.

“Anzor menungguku?” kataku, berbisik dengan sangat pelan. Aku tidak ingin Asyira, terutama Ginny mendengarnya. Sempat ragu apakah Peter dengar, tapi dia menjawab.

“Sejak satu jam yang lalu.”

“Apa dia masih disana?” tanyaku ketika kami memasuki lobby.

Kurasa Peter tidak perlu menjawabnya, karena jawabannya sudah jelas terlihat. Anzor berdiri di tengah-tengah anak tangga menuju lantai dua, terkejut melihatku sedang di giring seperti penjahat. Jantungku berdegup cepat saat melihat ekspresi kekecewaan yang terpampang jelas di wajahku. Sejujurnya, aku lupa punya janji latihan dengan Anzor malam ini. Dan itu juga membuatku kecewa dengan diriku sendiri juga pada situasi ini.

Kami di giring ke ruangan kepala sekolah, Noah, Megan dan Renee sudah lebih dulu sampai. Mereka sedang duduk di sofa, dan langsung berdiri ketika kami masuk.

“Semoga beruntung.” Kata Peter sebelum melepasku dan keluar. Keberuntungan, aku benar-benar membutuhkan itu sekarang.

Rob masuk, begitu juga dengan Menteri Pertahanan dan satu orang dari anggota militer yang berdiskusi dengan ramai. Kami para pelaku kejahatan di bariskan di depan meja Rob. Aku melirik ke kanan dan ke kiri, melihat kearah sahabat-sahabatku. Renee menundukan kepalanya, mungkin dia sedang memperhitungkan hukuman yang akan kami terima. Megan masih bisa berdiri tegak, dagunya di naikan dengan angkuh dan tangannya terlipat di depan dadanya. Ginny sedang mengeluarkan serpihan kau dari tangannya, Asyira seperti biasa sedang membantunya layaknya seorang ibu. Dan Noah yang berdiri di sampingku, yang sedang menatapku balik.

“Maaf.” Katanya.

“Untuk apa?”

“Kegagalan ini.”

Aku menepuk pundaknya sekali. “Sudahlah, tak apa.”

Suasana berubah mencekam begitu tiga pasang mata dari tiga orang penting dan berwenang yang berdiri didepan kami, menatap kami. Jantungku berdebar menunggu vonisnya.

Wajah Rob nampak tidak lagi ramah, sepertinya Menteri Pertahanan berhasil menghasutnya. Tapi Si Anggota Militer, Rahman -nama yang kulihat di bajunya- tidak terlihat sekesal Rob dan Menteri Pertahanan, bisa di lihat dia agak tersenyum. Agak aneh memang di situasi seperti ini.

Hantaman telapak tangan Rob -yang mendadak- di mejanya membuatku terkejut, tanganku refleks mencengkram lengan Noah di sampingku.

“Ini tidak bisa di biarkan!” bentak Rob.

Vagsat Academy #1: Just a Good SPY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang