Caitlin POV
Bus kami tiba di asrama, di depan gerbang banyak satpam yang berdiri untuk berjaga. Aku, Adrin, dan Evelyn berjalan beriringan dan aku di tengah. Adrin sepertinya masih sedikit kesal dengan pertengkaran kecil tadi. Aku juga sangat menyesal karena sudah membuatnya kesal seperti itu.
Sebenarnya aku tidak bermaksud mengulangi perintah itu tapi tadi aku benar-benar keceplosan. Jika saja ada alat yang bisa mengontrol mulutku, aku pasti akan membelinya. Mulut ini sangat berbahaya.
Jika kalian ingin berbicara maka pikirkanlah lebih dahulu apa akibat yang akan ditimbulkan oleh perkataan kalian. Aku juga ingin bilang tolong kendalikan emosi kalian, jangan sepertiku yang selalu menyelesaikan masalah dengan penuh emosi, akibatnya sangat fatal. Aku akan berusaha untuk mengendalikan emosiku.
Kami memasuki pintu utama asrama, disambut oleh dua satpam yang berjaga tepat di depan pintu masuk. Penjagaan asrama sangat ketat sejak terjadinya pembunuhan hari itu. Biasanya satpam hanya berdiri di depan gerbang, tapi sekarang di pintu masuk asrama pun ada satpam.
Tapi itu lebih bagus menurutku. Aku masih tidak menyangka di sekolah bergengsi ini terjadi pembunuhan sadis seperti itu. Itu bahkan di luar nalarku.
Aku melambaikan tangan kepada Evelyn dan Adrin ketika ingin memasuki lift karena kamar kita berada di lantai yang berbeda.
Biasanya aku akan bersama Tae-Ra. Ini menyedihkan, aku tak pernah membayangkan kejadian buruk ini terjadi pada gadis malang itu. Aku sangat yakin dia bukanlah pembunuh sebenarnya.
"Hai Caitlin," sapa seseorang menepuk pelan pundakku. Aku berbalik lalu mengedipkan mata satu kali.
"Lo siapa?" tanyaku. Dia adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit putih, sepertinya dia bukan orang Indonesia. Mungkin dia dari Amerika.
Laki-laki itu mengulurkan tangan mengajak berkenalan. "Gue Arnold dari kelas 12."
Aku menjabat tangan itu lalu cepat-cepat melepaskannya. "Caitlin," balasku balik memperkenalkan diri.
"I know," kata laki-laki itu sambil melirikku dari atas sampai ke bawah. Siapa dia? Apa tujuannya? Dia tampaknya sangat menyebalkan.
"Ada urusan apa?" tanyaku to the point tidak ingin berlama-lama berada di dekat laki-laki yang baru kukenal ini.
Laki-laki itu mendekat. "Gue temennya Gilang," bisiknya di dekat telingaku. Aku melotot kaget dan refleks menjauh dari laki-laki itu.
"Iya terus?" tanyaku berusaha menetralkan ekspresiku.
"Gue tau yang ada di pikiran lo sekarang," kata laki-laki itu sok tau. Memangnya dia peramal?
"Gausah sok tau," kataku membuat laki-laki itu malah tersenyum aneh.
Laki-laki itu maju dan mendekatiku kembali. "Lo mau cari tau tentang kasus pembunuhan sahabat lo itu kan?" tanya Arnold membuatku terbelalak kaget, bagaimana dia bisa tau? Bahkan rencana ini sangat kami sembunyikan dari semua orang. Apa kami dibuntuti? Atau hp ku disadap olehnya? Oh! mungkin juga hp Evelyn atau Adrin yang disadap?
"Sok tau," elakku masih tak mau mengaku. Bisa-bisa gagal rencana kami jika aku mengaku.
Arnold tersenyum miring. "Gue bisa bantu loh," katanya membuatku berpikir keras. Apa dia mata-mata sang pembunuh sebenarnya? Oh tidak-tidak. Aku tidak bisa mengikut sertakan dia dalam rencana ini.
"Gausah ikut campur, gue yakin emang Tae-Ra yang bunuh. Lagian ngapain gue harus capek-capek cari pembunuhnya. Orang pembunuhnya udah di penjara juga," jawab berbohong. Oh tidak sepertinya kami memang di mata-matai oleh Arnold.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hotalge High School
Teen FictionApa kalian tau Hotalge High School? Sekolah ternama di dunia. Mungkin semua murid ingin bersekolah disana. Tantangan untuk masuk kesana tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kalian akan bersaing dengan berbagai murid dari banyak negara. Hotalge...