Penculikan

37 11 26
                                    

Happy Reading
-


-
🕊️
______________________________________

Setelah penguburan Wijaya selesai. Steva memutuskan untuk tetap berada di makam ayahnya.

"Ayok kita pulang Stev," ajak Dhea.

"Gua mau di sini dulu."

"Yaudah, gua tunggu lo di sana ya?"

Steva mengangguk.

Malik melihat Steva yang sangat terpuruk saat itu. Malik juga tak menyangka bahwa Wijaya akan pergi secepat ini. Namun Malik percaya akhir dari lelahnya mengejar dunia adalah kematian.

"Saya tunggu di sana Stev," ucap Malik.

"Iya kak."

Dhea dan Malik pergi meninggalkan Steva. Tapi mereka tak benar-benar pergi, mereka menunggu Steva di rumah pemilik penggali kuburan. Kebetulan rumahnya tak jauh dari lokasi makam ayah Steva.

Setelah langkah Dhea dan Malik semakin jauh dan tak terdengar lagi. Steva mengeluarkan air matanya deras.

"Yah ... Ayah adalah alasan Steva bertahan sampai sekarang. Tapi, ayah pergi tanpa pamit sama Steva. Ayah gak sayang sama Steva kah?" Steva menangis sejadinya.

"Enam belas tahun Steva dijaga sama ayah, dirawat sendiri sama ayah. Tapi Steva cuma bisa buat ayah sedih, susah, dan marah. Maafin Steva yang belum sempet bahagian ayah."

Steva memeluk makam Wijaya.

"Steva titip mamah di surga yah."

Ucapnya kemudian mengusap air matanya.

Sudah 10 menit Steva berada di makam ayahnya. Tak lama Dhea dan Malik datang untuk mengajak Steva pulang.

"Stev," panggil Dhea.

"Iya."

"Kita pulang ya?"

Steva mengangguk. Dhea pun membantu Steva untuk berdiri dan menaiki kursi rodanya, begitu pun Malik ia memegangi kursi roda milik Steva tanpa menyentuh tubuh Steva.

Dalam perjalanan, hanya keheningan yang ada. Mereka tak berani membuka pembicaraan terlebih dahulu. Kemudian Dhea berusaha mencari topik pembicaraan.

"Hm Stev," panggil Dhea.

"Iya Dey?"

"Lo yang sabar ya."

Steva mengangguk "Gua udah ikhlas."

Malik yang melihat dari kaca mobil itu. Selalu melihat ke arah Steva, sungguh sangat prihatin Malik kali itu.

"Dey," panggil Steva.

"Iya Stev kenapa?"

"Apa lo bisa anter gua setiap Minggu konsultasi ke dokter?"

"Gua bisa Stev, gua pasti anter lo."

Steva tersenyum "Makasih ya Dey."

Dhea memeluk tubuh Steva.

"Saya juga bisa anterin kamu," ucap Malik.

"Beneran kak?"

"Iya beneran."

"Makasih ya kak.

"Hmm ... sama-sama."

Dhea yang melihat kedekatan diantara mereka entah kenapa sekarang tidak suka. Dulu mendukung, tapi apa mungkin jika sekarang akan menikung?

"Hm," dehem Dhea.

Antara Kita [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang