Clarissa's POV
Kita semua mudah bermimpi, tapi sulit untuk menyikapi cara bangun dari mimpi.
Jatuh, kaget,menangis, berkeringat, terengah-engah, tertawa, ketakutan.
Tidak ada pembedanya jika yang didapati itu mimpi buruk atau indah; semua tidak memberi pelajaran persiapan bagaimana cara bangun dari mimpi.
Yang paling menampar adalah yang terasa indah tapi bertolak belakang dengan yang nyata.
Yang paling menjambak urat hati adalah yang terasa manis tapi sungguh tak sesuai dengan suasana hati di kala sadar.
Di malam itu, dalam pelukan itu, aku tahu, itu memang bukan yang terakhir, tapi itu hangat terakhir untuk waktu yang pastinya cukup lama.
Mendapati ruang kosong di pagi yang menusuk adalah derita yang aku tahu akan harus ku rangkul untuk waktu lama yang entah berapa panjang.
Kini aku akan tahu rasanya mencintai tanpa berkata, mendoakan yang tak terlihat, dan merindu dia yang memutuskan menghadapi persimpangannya dan menempuh in-betweennya sendirian. Sesuatu yang berbeda dengan yang ditawarkannya tapi toh yang diingkari dan dijalaninnya sendirian.
Karena aku tahu dia butuh keluar dari rutinitas pura-pura yang selama ini dilakukannya; tampang selalu baik-baik saja yang menutupi semua rasa sakitnya.
Dan aku tahu bahwa dia pun tahu bahwa itu pula yang ku perlukan.
Berdamai dengan diri.
**************************
Desember 2019
"Shit!"
"You are doing good, Clarissa. Stand up!"
Tidak. Tidak bagus sama sekali. Aku sudah melakukan ini hampir 2 tahun penuh dan rasanya seperti tidak ada progress. Masih rasa sakit yang sama.
"Rasanya tidak ada kemajuan sama sekali, dok."
"You kidding me? Trust me, girl! Kamu sudah jauh lebih baik sekarang."
"Tapi saya masih merasa pusing dan mual, dok."
"Itu reaksi yang wajar. Siapapun yang ada di posisi kamu saat ini, pasti akan merasakan yang sama. Great job, Rissa. Kita akan bertemu tiga bulan lagi ya untuk melihat perkembanganmu."
"Berarti saya nggak perlu datang lagi sampai tiga bulan ke depan? You serious, dok?"
"YA! Sekarang juga saya ingin kamu keluar dari ruangan saya. Saya cukup bosan juga melihatmu 2 kali seminggu, 4 kali sebulan. Saya butuh tampang yang lain di sini."
"Hahahaha! You never change, dok! Kalau gitu saya permisi dulu. Sepertinya Rain dan Erfam sudah menunggu di depan."
"Okay! See you in 3 months, Yoonara. Jangan berbuat onar lagi. "
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
General FictionSebuah "in between" menempatkan seseorang di antara dua kondisi yang ekstrem. Kisah "in between" pun bisa berbeda versinya; ada yang bisa saja terhimpit pada rasa bahagia yang teramat kuat, pada kesedihan yang mencekam, atau ada pada kegelisahan ya...