Joshua's POV
"Mama, aku sudah di bagian kedatangan."
"Sayang, maafkan Mama. Mama ketinggalan pesawat. Mama baru tiba di Bandara dan akan ikut penerbangan berikut kira-kira 30 menit lagi. Jadi Mama akan tiba di Jakarta sekitar 2 jam lagi. I am really sorry, son."
"Oh Ma..." gerutuku, kesal. "Aku harus menunggu dua jam sendirian di sini? Sekarang jam 1 pagi."
"Maafkan Mama, sayang. Oh Mama harus check-in sekarang. Wait for me there. Don't you dare to sleep ya anak Mama syg. If you sleep, I won't wake you up and will head straight home instead." Dan mama menutup telponnya.
Errghhh. Menunggu di airport adalah hal yang selalu paling menjengkelkan. Tahu gini aku masih gabung sama anak-anak di club, ngapain buru-buru kesini. Berhubung ibu Negara mau datang dan aku belum bertemu mama lagi sejak 5 bulan terakhir, aku menawarkan diri menjemputnya di bandara. Kenapa pula aku harus menawarkan diri?
Kalau aku mencari hotel di sekitar Bandara Soekarno-Hatta ini dan merebahkan diri sesaat, aku pasti ketiduran. That's not a good idea. Besok mama pasti marah besar. She doesn't like a person who won't keep their promise, even that's her own son. Kalau aku tidur-tiduran disini, ah jangan, pasti aneh banget. Gimana kalau sampai ada yang mengambil fotoku dan mem-posting-nya di sosmed, pasti akan langsung banyak yang mengenalku. Oh tidak-tidak, itu tidak bagus untuk reputasiku.
Ah ya sudahlah. Ku lihat jam tanganku, waktu menunjukan pukul 1.10 pagi, berarti kira-kira jam 3-an pagi, mama sudah tiba disini.
Aku mencari tempat di sekitar Terminal 3 yang agak tenang dan tidak banyak orang. Bahkan di jam segini pun masih banyak orang yang berlalu-lalang. Ada bangku kosong di sekitar area yang agak jauh dari bagian kedatangan.
Aku memutuskan menunggu di situ.
"Aduh!"
Terdengar suara wanita kesakitan. Saat aku mencari sumber suara, aku melihat seorang wanita terjatuh kira-kira 3 meter dari posisiku duduk. Wanita itu segera berdiri, menengok ke kiri dan kanan seperti memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya jatuh. Ketika dia berjalan ke arahku, aku segera menundukkan kepala pura-pura tertidur. Wanita itu datang dan duduk di deretan bangku di depanku. Dia sepertinya tidak menyadari bahwa aku melihatnya terjatuh tadi.
Aku mengambil posisi bersandar dan masih berpura-pura tertidur. Kacamata hitam yang kukenakan sangat membantu. Wanita ini mulai menarik perhatianku. Dia meletakkan barang bawaannya dan mulai berjalan mondar mandir. Dia terlihat gelisah, menunjukan berbagai macam ekspresi orang bingung. Aku tergelitik untuk bertanya jika ada yang bisa ku bantu, tapi entah kenapa aku mengurungkan niatku.
Dia seperti sedang menunggu seseorang, tapi kelihatannya yang ditunggu belum juga datang, seperti halnya yang ku lakukan saat itu. Dia melepas kacamatanya. Rambutnya pendek sebahu. Tingginya kira-kira se-dada-ku, hmm tidak terlalu tinggi. Usianya kira-kira 17 atau 18 tahun. Dan, dia sangat cantik. Bahkan di tengah wajahnya yang penuh kekalutan, dia sangat cantik. Anehnya, aku sama sekali tidak pernah tertarik untuk menganalisa wanita manapun, tapi dia ini sangat menarik perhatian, ditambah tingkahnya yang menggemaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
General FictionSebuah "in between" menempatkan seseorang di antara dua kondisi yang ekstrem. Kisah "in between" pun bisa berbeda versinya; ada yang bisa saja terhimpit pada rasa bahagia yang teramat kuat, pada kesedihan yang mencekam, atau ada pada kegelisahan ya...