Joshua's POV
4 jam sebelumnya
"Aku sama sekali nggak bisa keluar dari sini, Erfam!" seru Calvin dari jauh, terdengar dengan jelas lewat loudspeaker handphone yang diaktifkan.
"Kalau gitu, ada yang mau ngomong langsung sama kamu kak." Erfam menyerahkan handphone itu ke tanganku dan mempersilahkanku berbicara lebih lanjut dengan sebuah anggukan kecil.
"Hai, Carlos. Oh sorry, Calvin. Masih ingat suaraku?"
Hening. Sekitar beberapa detik lamanya.
"Hello bocah tengik. Saya tidak menyangka kamu sampai menyusul Clarissa ke Seoul. Salut."
"Iya, dan aku mau bawa Clarissa pergi."
"Nggak semudah itu." Nada suaranya langsung berubah lebih berat dan dingin.
"Dan kalian yang membuatnya jadi semakin tidak mudah. Sudah cukup apa yang dialami Clarissa selama ini. Mau nunggu dia tambah parah lagi dengan dikurung semakin lama di rumah itu?"
"Nggak semudah itu bawa Clarissa pergi, bocah tengik."
"Terus? Kamu masih mau tetap diam aja? Nggak ada usaha sama sekali?"
"Saya nggak mau berdebat denganmu disini, Joshua. To be honest, I am so happy you come. Saya udah memikirkan cara untuk membawa Clarissa keluar dari rumah, tapi saya nggak bisa. Appa mengambil alih semua akses, saya benar-benar nggak bisa berkutik."
"How? Gimana caranya?"
"Apa ada dr. James disitu?"
"Iya, saya disini, Calvin," jawab Kak James.
"Dokter, saya minta bantuannya untuk datang ke rumah murni sebagai dokternya Clarissa, tapi saya yakin banget dokter tidak akan diperbolehkan masuk, karena appa memang menutup semua kemungkinan Clarissa berkomunikasi dengan orang luar selain dokternya di Seoul dan Erfam. Jadi dokter James hanya akan jadi pengalih perhatian pengawal yang ada di halaman depan."
"Aku gimana? Apa yang harus aku lakukan? Nggak kak James sendiri kan yang kesana?"
"Sabar, Joshua, sabar." Suara Kak James terdengar jauh lebih tegas, memangkas sedikit ketidaksabaranku yang sudah membukit.
"Joshua? Calm down, okay? Kita semua mau yang terbaik buat Clarissa. Saya lanjutkan ya." Aku mendengar hela napas berat Calvin di balik udara.
Dia kembali melanjutkan rencananya, "Carlos dan Clarissa dulu banget sering main petak umpet atau kadang ada juga treasure hunt. Saya juga nggak sengaja ketemu jalan kecil ini yang sudah appa tutup sejak Carlos meninggal. Telusuri pagar rumah kami, hati-hati jangan sampai ketahuan, karena ada CCTV di beberapa titik. Tuh barusan udah saya send blueprint rumah. Kalau kamu ikuti titik-titik yang sudah saya highlight merah, kamu akan sampai ke sebuah pintu kecil yang dicat dengan warna yang sama dengan pagar. Kombinasi password kuncinya 2772."
"Kedengarannya mudah." jawabku, mulai memupuk kembali rasa percaya diri yang sempat pudar.
"Sudah saya bilang, tidak semudah itu, Joshua."
"Begitu kamu berhasil masuk, akan ada banyak barang bekas disitu, sampai saya sendiri lupa tata letaknya. Hanya saja ada barang-barang tertentu yang begitu disentuh sedikit saja, bisa memicu alarm rumah berbunyi. Appa memang sengaja menempatkan alarm di beberapa barang karena pintu itu rawan dimasuki maling, dan Clarissa masih sering bolak balik di situ sendirian saat malam. Sayangnya, hanya appa dan Clarissa yang tahu sudut-sudut mana dan barang apa yang punya alat pemicu alarm. Begitu alarm itu terdengar, rencana kita bisa gagal total. Jadi, kamu harus sangat hati-hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
General FictionSebuah "in between" menempatkan seseorang di antara dua kondisi yang ekstrem. Kisah "in between" pun bisa berbeda versinya; ada yang bisa saja terhimpit pada rasa bahagia yang teramat kuat, pada kesedihan yang mencekam, atau ada pada kegelisahan ya...