Di Batas Lainnya

129 20 8
                                    

Di Satu Waktu di Hari Itu

"Yoebo..." panggil sang wanita paruh baya itu begitu memasuki kamar dan mendapati suaminya tengah duduk terdiam dengan wajah pucat. 

"Kenapa wajahmu pucat? Ada apa?" tanyanya lagi dengan wajah khawatir, lalu duduk di samping suaminya. 

Tak ada satu suarapun keluar dari suaminya, bahkan desah napasnya pun tak terdengar. Dia hanya duduk terpaku dengan tangan kanan menopang dahi yang dipijatnya pelan. 

"Ada apa yoebo? Sakitkah? Apa perlu ku panggilkan Dr. Park?" 

Masih juga tak ada jawaban. Tapi suaminya menoleh menatapnya langsung. Terlihat mata itu merah dan urat leher menegang seakan menunggu giliran untuk mencuat keluar. 

"여보, 무슨 일이야? 말해봐." (Yeobo, museun il-iya? malhaebwa.= Honey, what's wrong with you? Say something.)

"Aku baru saja bertemu dengannya." Suara suaminya terdengar serak, kasar, dan terasa sesak, seperti ada yang mencekat tenggorokannya. 

"Siapa? Siapa yang kamu temui?"

"Hammal. Richard Hammal." 

"Yeobo, apa maksudmu? Jangan seperti ini lagi. Kita sudah melupakan hal ini."

"Dia datang. Tapi bukan dia, tapi seperti dia. Dan aku melihat dirinya disitu."

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti." 

"Richard. Richard Hammal ada di dalam diri anak itu."

"Siapa? Anak yang mana yang kamu maksudkan?"

"Anaknya Richard. Dia ada disini, di rumah ini. Dia menemui Clarissa."

Dan wanita itu membungkam mulutnya sendiri dengan kedua tangannya. 

***

Joshua's POV

Apakah kamu pernah coba berbincang dengan masa lalu? Jika ya, apakah pernah dikatakannya kalau dia itu serupa deret geometri tak hingga bersifat divergen? Itu sejenis ilmu matematika tentang deret yang angkanya tidak memusat, bisa saja menyebar, berisolasi, atau bisa saja konstan, intinya tidak pernah menuju satu titik tertentu karena jumlahnya tidak terbatas. Seperti itulah masa lalu, yang saking tak berbatasnya, semua kenangan itu menyebar, menjadikan otak dan hatimu sebagai tempat isolasinya; kenangan-kenangan itu bersifat konstan karena memang mereka tidak akan pernah bisa berubah; dan tidak pernah menuju pada titik tertentu yang kita sebut "lepas dari masa lalu".  

Jika aku tanyakan seperti apa rupa masa lalu pada Clarissa, maka jawabannya pasti  ini, "Masa lalu itu serupa Hydra (mahkluk berkepala sembilan dalam Mitologi Yunani) yang jika kepalanya dipotong tetap akan terpasang kembali". Dan emang seperti itulah si masa lalu, yang entah dibuang di sisi diri manusia bagian manapun tetap saja muncul kembali, entah itu berupa kenangan atau bisa jadi karma.

Dan begitulah masa lalu membuntuti kita sepanjang hidup. Bahkan sesuatu yang indah dalam sebuah kenangan, bisa saja jadi tak lagi indah, tergantung suasana hati kita kala membawa kenangan itu kembali ke saat kita tengah mengingatnya. 

Dan hari ini, saat ini. Kenangan itu mendadak berubah bentuk jadi tanaman Devil's Snare (Jerat Setan*), yang punya kekuatan memerangkap dan mencekik begitu kuatnya walaupun baru disentil sedikit saja. 

"Dude, you're okay?

Pertanyaan Rain sudah terulang kesekian kalinya, dan berlalu tanpa jawaban, karena aku tengah dalam kondisi memerangi si Jerat Setan. 

"Lo kambuh lagi ni. Gue telpon James ya." 

Aku meraih tangannya dengan cepat sebelum dia mengambil handphone. Aku melangkah keluar dari ruangan itu dengan napas tersengal-sengal, padahal aku bahkan tidak berlari. Ketakutan kali ini jadi meningkat 5 kali lebih cepat, karena aku meninggalkan Clarissa yang malah menciptakan rasa khawatir bagi diriku, dan malah melangkah masuk ke jenis kekhawatiran lainnya, yang sebenarnya sudah bertengger lumayan lama. 

IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang