Rasa dan Asa

147 27 4
                                    

Dalam bahasa Inggris, ada tiga level kata yang digunakan untuk mengekspresikan sebuah keinginan. "Wish", "Want", dan "Need". Kata wish menunjukan pengandaian akan sesuatu; tingkatannya masih berada di antara kenyataan dan angan-angan. "I wish she was mine", itu sekadar impian, karena nyatanya tidak begitu. Kata "want" menunjukan satu level di atas wish. Awalnya aku berandai-andai terhadap sesuatu, sekarang aku mulai benar-benar menginginkan hal tersebut. "I want her to be mine", itu keinginan yang mengarahkanku pada usaha-usaha kecil untuk mewujudkannya. Lalu dalam tingkatan yang paling tinggi ada kata "need", yang dari arti dasarnya saja sudah menunjukan kebutuhan. Ini bukan lagi sekedar ingin, tapi aku butuh. Tingkatannya mencapai puncak. Aku tidak bisa hidup tanpa sesuatu itu, sehingga need pun hadir. "I need her by my side", karena jika tidak, aku tahu aku tidak akan baik-baik saja.   

Joshua's POV

Carlos adalah Kakak Clarissa? Kebetulan macam apa lagi ini. Entah dunia yang memang sempit, atau duniaku yang memang sudah tertakdirkan berputar-putar di sekitar Clarissa. Bahkan aku dan si kakak sombong itu saja pernah ada ceritanya sendiri. Ah, gadis bandara, akan semenarik apa cerita ke depannya? Aku memikirkan hal itu sambil tersenyum-senyum sendiri. 

Aku menyetir pulang mobilku menuju rumah Kak James. Aku lebih senang menghabiskan waktuku disini. Kak James, Rain, Jessica dan Nenek, juga jadi salah satu alasan aku memilih berada di sini daripada di rumah sendiri; di rumah yang besar, lengang, dingin, dan sepi, apalagi ketika tidak ada mama.

"Cepat banget baliknya!" sambar Rain begitu aku masuk ke rumah.  

"Ada accident." jawabku malas, dan membanting badan ke sofa. 

"Kenapa emang?" 

"Kamu masih ingat Carlos nggak?"

"Carlos siapa? Lo pikir gue mau inget-inget semua orang yang punya masalah sama lo? Capek tahu." Dia memasang tampang masam, sambil terus bermain jigsaw puzzle terbaru yang dibelinya.  

"Carlos yang nantangin aku main catur waktu itu." 

"Oh, orang pertama yang ngalahin lo main catur? Oh, dan si cowok keren yang pacarnya suka sama lo itu? Oh, dan si cowok yang tampangnya bersih banget dan tiap 15 menit cuci tangan?" 

Begitulah Rain, si psycho yang dari penampakannya paling berantakan, paling judes, paling males ngurusin orang lain, paling nggak tahu ngurus diri, tapi sebenarnya yang paling rajin mandi dan parfuman. Dengan hanya ngelihat tampang anak ini, kalian nggak akan pernah percaya kalau kakaknya seorang dokter. Plus, dia punya kelebihan dengan ingatan fotografisnya, itu semacam kemampuan bagi seseorang yang bisa mengingat sesuatu dengan sangat detail. Jadi, kalau dia bilang nggak ingat apa-apa, jangan percaya. 

"Katanya kamu nggak ingat. Baru aja aku sebut satu clue, kamu udah langsung kasi tiga jawaban benar."  

"None of my business anyway." Dan dia kembali sibuk dengan puzzle supernya itu.   

"Sialan. Dengarin dulu. Dia, adalah, kakaknya Clarissa."

"Berat, Josh."

"Apanya yang berat?"

"Kakaknya tau persis sebejat apa lo dulu. Dia nggak bakal dengan mudahnya ngebiarin orang kaya lo deketin adeknya." 

"Kamu tahu banget aku udah berubah sekarang."

"Baru sebulanan belakangan ini kan?" Terdengar suara Kak James yang tiba-tiba masuk dan langsung mengambil tempat di sampingku.

"Sejak ketemu si cewek bandara yang bikin dia ketawa-ketiwi sendiri nggak jelas," sambar Rain. 

IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang