bonus chapter [3/3]

3.3K 416 68
                                    

[[ Ini cerita soal kebucinan Jeno pas di kampus saja yah, soalnya kalau nikah dan punya anak kejauhan betul. Mereka mah sekuy living, mau nikah umur 30 juga nggak masalah. Apalagi Auri besar dengan budaya luar yang nggak mempermasalahkan ikatan untuk hidup bersama. Jadi ya gitudeh.]]

☁️☁️☁️

Kadar kebucinan Harsana Jeno kalau di kampus sama sekali nggak berkurang ya, malah makin menjadi-jadi. Soalnya kan di sana lebih banyak predator yang siap memangsa umpan cantik, jadi Jeno sebagai pemilik hak paten harus menunjukkan kepemilikannya atas Auri Mahanipuni ini.

Di suatu siang yang cerah kala sedang isoma, Jeno hendak menjemput sang kekasih untuk makan siang bersama. Karena blok jadwal mereka sama walau tak setingkat dan tidak sekelas, Jeno jadi tahu kalau minggu ini Auri pasti sedang praktikum juga. Bukan sekadar tahu lagi sih, dia malah sudah hapal dengan jadwal dan mata kuliah kelas Auri saking tak inginnya ia lalai menjaga gadis itu.

Dan oleh karenanya melangkah lah Jeno menuju ruang Lab tempat Auri berada. Namun Auri dan lainnya ternyata masih belum meninggalkan ruangan, Jeno tahu karena pintu ruangan tidak ditutup. Dari sana Jeno bisa lihat kalau kekasihnya itu sedang tergelak di tengah kegiatannya menyaring endapan larutan bersama seorang pemuda berperawakan mirip dengan si tukang ojol abal-abal yang Jeno yakini dijadikan modus baru untuk menggaet gadis-gadis.

Jeno ingat namanya, namun enggan menyebut. Najis mugholadhoh, entah apa artinya, yang jelasnya Jeno tak sudi.

Bisa ditebak Jeno jadi bad mood, mukanya berubah datar dan hatinya berkecamuk melihat Auri tersenyum semanis itu untuk lelaki lain. Jeno tak pernah suka, ya. Sama sekali tidak pernah setuju membiarkan Auri merespon ucapan lawan jenis dengan tawa dan senyum manis seperti itu, namun karena ia tahu kalau hal itu telah menjurus ke arah posesif, makanya Jeno selalu berusaha menahan. Karena ia juga tak ingin kekasihnya jadi tak nyaman dan merasa terkekang.

Tapi Jeno memutuskan untuk tetap menunggu di sana, terduduk di bangku yang disediakan di depan ruangan. Dengan kedua lengan kekar hasil gym-nya bersama Auri yang kini bertumpu di kedua paha, lengkap dengan alis bertaut pertanda sedang fokus pada ponsel yang digenggamnya.

Namun seperti kata Jeno, yang menganggap kampus sebagai rawa para buaya baik jantan maupun betina berada, Jeno malah tak sadar kalau sebenarnya ia juga termasuk sasaran empuk para betina. Ia melirik singkat saat seseorang duduk tepat di sebelahnya. Dilihat dari ekor mata, Jeno tahu kalau gadis itu sedang memandanginya dan karena merasa risih ia memutuskan untuk beranjak dan meninggalkan tempat.

"Jangan pergi dulu dong, kak. Baru juga mau ngobrol." Tahan si gadis di lengan kiri Jeno. "Kenalan bisa kali. Gue Mia, lo pasti kak Jeno, kan?"

Dan Jeno tahu pasti kalau Mia ini hanyalah gadis iseng yang mendapat tantangan dari temannya untuk menggoda lelaki tampan seperti dirinya. Setahunya, imbalan yang diberi sudah bisa digunakan untuk membayar SPP satu semester dan untuk makan enak seminggu lamanya.

"Bisa dilepas? Nggak sopan megangin orang asing."

"Okay." Si gadis tersenyum dan melepas tangannya. "Kak Jeno nunggu orang, ya? Siapa? Pacarnya?"

Jeno ingin pergi, sungguh, namun samar-samar ia mendengar orang di dalam sudah bersiap untuk istirahat. Jadi pemuda itu memilih kembali duduk meski kini menjaga jarak dua bangku dari gadis tadi.

"Kak Jeno, kali aja butuh temen jalan. Telepon Mia aja, ya." Ujarnya cepat setelah menyelipkan sebuah kertas mirip kartu nama di saku Jeno.

Bersamaan dengan itu Auri dan Kiran muncul dari dalam ruangan. Auri sekilas melihat si gadis meninggalkan bangku yang Jeno duduki, dan sekarang tatapannya sudah berubah tajam pada sang kekasih yang membantunya melipat jas Lab yang ia gunakan.

day until he falls in love with me [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang