14 - Sisi Kejam Seorang Gema

489 99 3
                                    

Ada banyak risiko yang harus kamu terima saat mencoba menangkap seseorang yang sulit dijangkau.
Salah satunya adalah pengabaian yang akan menghancurkan kamu berulang kali.

***

Aletta memasang senyum lebar saat melihat Gema menuju ke arahnya. Cowok itu belum mandi. Masih mengenal pakaian santai, dan sepertinya baru bangun tidur. Rambutnya berantakan, wajahnya kusut, tapi jalannya gagah sekali.
Ya, Aletta tahu apa penyebabnya.

"Pagi, Gema!" sapa Aletta riang.

Gema membuka gerbang rumahnya, menilik Aletta dari bawah sampai atas, beralih pada sebuah sepeda di dekat gadis itu, lalu memutar bola mata.

Mamanya beberapa menit lalu membangunkannya, katanya ada gadis cantik datang untuk menjemputnya ke sekolah. Tidak perlu dijelaskan panjang lebar saja Gema sudah tahu itu siapa, karena itulah ia langsung keluar rumah.

Gadis gila mana lagi yang mau menjemput seseorang pergi ke sekolah jam enam pagi selain Aletta?

"Ngapain lo?" ketus Gema berkacak pinggang.

Aletta menyeringai lebar, "Mau jemput kamu ke sekolah," katanya.

Terdengar santai, dan tidak merasa berdosa. Padahal jelas-jelas sudah merusak mood orang di pagi buta.

Gema menggerakkan tangannya dengan gerakan mengusir. "Gue gak perlu dijemput! Pulang sana!" Wajahnya menyiratkan ketidaksukaan yang begitu kentara.

"Gak pa-pa, kan aku yang mau jemput."

"Pulang!" tegas Gema.

Aletta menggeleng cepat.

"Gue bilang pulang ya pulang." Gema mulai kesal. Ia bahkan sampai menjambak rambutnya sendiri. Frustrasi menghadapi seorang Aletta. Ia bisa gila lama-lama.

"Buruan sana siap-siap, aku tungguin di sini."

Gadis itu terkekeh geli, menambah rasa kesal Gema saja.

"Gue bakal panggil damkar kalo elo gak mau pergi."

Aletta tergelak, memangnya ada kebakaran sampai memanggil damkar segala? Gema itu lucu sekali. Kalau saja akur, sudah pasti ia akan sering mencubit pipi Gema.

"Lo ngacau di rumah orang, dan lo harus disiram pake selang damkar. Biar terbang sekalian. Soalnya lo itu makhluk liar yang harus dipulangin ke habitatnya," sambung Gema.

Aletta tertawa lagi. "Masih pagi kok udah ngelawak. Matahari aja belum nongol sepenuhnya, tapi kamu udah sesemangat itu marahin aku."

Memang sih, kalau boleh jujur, Gema bahkan bisa menduga bahwa ia akan segera terkena darah tinggi. Alasannya tentu saja karena ia tidak bisa mengontrol emosi di depan Aletta.

"Heh, Kurcaci! Daripada lo ngejogrog gak jelas di sini, mendingan lo gabung sama sodara-sodara lo, terus pergi ke sekolah buat nyapu halaman. Badan kecil lo itu pasti gak akan kuat buka gerbang sendirian."

Aletta bergerak mendekati Gema. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, memiringkan sedikit kepalanya, lalu berkata, "Kita udah mulai bisa pacaran nih, soalnya kamu udah ngasih panggilan khusus buat aku." Membuat Gema tanpa sadar memundurkan wajahnya. Lupa jika tingginya berada jauh dengan Aletta, meskipun gadis itu berjinjit.

"Sekali lagi ngomong kaya gitu, gue tempeleng lo!" ancam Gema.

Cowok itu memutar tubuh, berjalan kembali ke dalam rumahnya. Mengabaikan teriakan Aletta yang katanya akan tetap menunggunya.

***

Dan ... berada di sinilah mereka sekarang. Gema memasang wajah datar di samping sepedanya. Tepat di depan matanya, Aletta berdiri—yang sepertinya masih di posisi yang sama seperti tadi— sebelum ia mandi.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang