Ahh, suka banget aku sama judulnya. Kalian gimana?
***
"Gue harus kaya gimana di depan Aletta?"
Gema menghentikan langkahnya di tengah lorong rumah sakit. Ketika masih berada di sekolah, padahal ia sudah memohon agar tidak perlu ke rumah sakit saja, bahkan ia sampai kabur. Tapi Digo lebih cekatan. Cowok itu meminta satpam penjaga gerbang sekolah untuk menyita sepedanya.
Gema tidak dibiarkan kabur lagi.
Tubuh Gema sudah berkeringat dingin sejak sampai di rumah sakit. Di lift, Gema tidak bisa diam, saat sampai di lantai tempat Aletta dirawat, tubuhnya memaku. Dan sekarang, Gema seperti orang tersesat yang berhenti di tengah jalan.
"Gini ya, lo kan bukan sekali dua kali ketemu Aletta, hampir setiap hari malah. Jangan sok canggung gitu. Ngobrol aja kaya biasa."
Masalahnya Gema tidak pernah mengobrol secara normal kalau dengan Aletta.
Digo mendorong tubuh Gema. Gerah sendiri melihat sosok Gema yang biasanya hiperaktif berubah diam seperti orang mati.
Di depan kamar rawat Aletta, Digo menarik tangan Gema yang hendak memutar tubuhnya. Gema kelihatan enggan bertemu Aletta, dari wajahnya saja sangat memperlihatkan bahwa dirinya tidak nyaman, tapi kalau dibiarkan Gema hanya akan tenggelam sendirian. Itu yang Digo pikirkan.
"Tarik napas dalam-dalam," Digo memerintah. Gema mengikuti. "Terus keluarin," perintah Digo lagi. Dan Gema mengikuti lagi. Begitu terus sampai Gema terlihat lebih tenang.
Lalu, tangan Gema terangkat untuk mengetuk pintu. Belum sampai jemarinya menyentuh dasar pintu, pintu bercat putih itu terbuka lebih dulu. Membuat Gema dan Digo terlonjak sampai harus mundur satu langkah.
Kedua orang tua Aletta sama terkejutnya saat melihat Gema dan Digo. Terlebih melihat tangan Gema yang masih mengambang di udara. Kalau Digo tidak menurunkannya, Gema akan terlihat lebih bodoh.
"Kenapa gak masuk?" tanya ibu Aletta.
Mulut Gema sudah terbuka, beberapa detik, tapi tak ada satu pun kata yang keluar dari sana.
Digo segera mengambil alih. "Baru aja mau ngetuk pintu, Om."
"Kebetulan banget. Kami mau pulang dulu. Mau ganti baju. Dan ayah Aletta ada beberapa berkas yang gak bisa ditunda lagi buat ditandatangani. Bisa Tante titip Aletta sebentar?"
"Maaf—"
Tahu bahwa Gema akan menolak tawaran itu, Digo segera nembekap mulut Gema. Membungkamnya agar tidak berbicara lebih jauh.
"Bisa kok, Tan," putus Digo sepihak.
Gema melotot tidak terima. Namun, saat ayah Aletta maju dan menepuk bahunya sambil berkata bahwa ia menitipkan puterinya, Gema merasa dipercaya.
Kedua orang tua Aletta pamit dan segera hilang dari kawasan kamar Aletta. Menyisakan Gema dan Digo yang masih terdiam di depan pintu terbuka.
Beberapa meter di depan keduanya, seorang gadis yang sudah sangat Gema kenal berbaring. Terlihat rapuh sekali. Keceriaan yang biasa diperlihatkan hilang, hanya tersisa suasana senyap nan dingin.
"Lo masuk, gue mau ke kantin dulu bentar."
Telinga Gema tuli. Ia tidak mendengar ucapan Digo. Tanpa sadar kakinya mulai melangkah masuk. Bahkan saat Digo menutup pintu, Gema tetap melangkah maju.
Gema kira Aletta tertidur, tapi kedua mata itu terbuka meski sayu. Keheningan mengambil alih suasana dalam ruangan itu. Suhu dingin dari air conditioner yang dibiarkan menyala membuat telapak tangan Gema semakin dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)
Ficção AdolescenteKata orang, Gema itu menyenangkan. Dia baik, ramah, humoris dan mudah bergaul. Siapapun akan betah berteman dengan cowok itu. walaupun agak sedikit jahil dan menyebalkan, kepribadian Gema memang terlampau menyenangkan. Tapi kalau kata Aletta, Gema...