41 - Dua Tamu

251 51 10
                                    

Sudah tiga hari Gina tidak membuatkannya bekal makanan, dan hari ini gadis itu pun tidak menghubunginya. Padahal di awal Gina sendiri yang mengatakan akan terus membuat Kane makanan selama berada di Jakarta, tapi justru sudah absen tiga hari  berturut-turut pula.

Mungkin hal itu yang menyebabkan Gema belum memakai seragamnya saat jam menunjukkan pukul setengah enam pagi.

Jendela-jendela sudah dibuka, dua anjingnya masih terlelap di atas karpet berbulu, semua peliharaannya masih berada di dalam kandang masing-masing. Saat menginjakkan kakinya ke rerumputan, embun pagi menyapa telapak kakinya. Gema merasakan bulu kuduknya berdiri karena udara pagi yang baru disapanya.

Matahari belum muncul. Suasana langit sana masih kelabu. Yang artinya, hari belum dimulai sepenuhnya.
Gema tidak mengerti apa yang membuatnya termenung menatap langit, tapi saat suara gonggongan terdengar di telinganya, ia mengerjapkan mata. Ia memutar tubuh dan kembali ke dalam kamarnya. Sampai di depan kedua anjingnya, kedua tangannya bergerak mengusap bulu halus itu.

Ia terus berjalan, sampai di dekat pintu, tangannya menarik kemeja putih yang digantung rapi di belakang pintu. Gema memakainya asal kemudian keluar dari kamar. Berniat merecoki ibunya yang sudah pasti sedang memasak sarapan.

"Mama!" panggil Gema lantang.

Seorang wanita terlihat sedang sibuk di dapur. Wanita itu menyempatkan menoleh sekilas ke arah Gema yang sudah duduk di kursi meja makan.

"Kamu udah mandi?" tanya ibunya.

Gema mengangguk, tapi karena ibunya sudah fokus pada wajan di depannya, wanita itu tidak melihat. Karena itulah Gema mengatakan 'udah' sebagai jawaban.

"Ma, aku mau sarapan pake roti tawar aja, terus lapisin selai nanas kayanya enak."

Ibunya yang sedang mengaduk nasi goreng yang sudah hampir matang menyayangkan permintaan Gema.
"Tapi mama udah bikin nasi goreng, soalnya persediaan selai abis dan mama belum sempet belanja," keluhnya tanpa menatap Gema.

"Aku bosen makan nasi goreng terus."

Nasi gorengnya matang. Kompor segera dimatikan dan wanita yang kerap memanjakan Gema itu mencuci tangan sebelum akhirnya berjalan ke arah Gema.

"Ya udah, kamu mau sarapan pake apa? Roti selai nanas? Yang itu gak ada, Sayang. Yang lain aja, nanti mama bikinin."

Tidakkah Gema pernah mengatakan bahwa ia sangat menyayangi ibunya? Terlalu sayang sampai ia tidak ingin punya adik.

"Omelette aja deh," jawab Gema.

Ibunya sudah berbalik. Berniat kembali ke dapur saat Gema mengubah keinginannya.

"Tapi kayanya sandwich juga enak, Ma."

Wanita yang masih kelihatan muda itu kembali menatap Gema. Memasang senyum lebar kemudian berkata, "Hari ini kamu gak mama kasih jajan, ya. Soalnya permintaan kamu itu bikin mama emosi pagi-pagi."

Gema sudah hampir tertawa, tapi suara ketukan pintu dari arah luar membuatnya terpaksa menolehkan kepala.

"Ma, kok ada yang ngetuk pintu? Emangnya gerbangnya udah Mama buka?" tanya Gema keheranan. Karena seharusnya setiap tamu yang datang, entah siapa pun itu, akan berdiri di depan gerbang dan menekan bel, bukan nerobos masuk ke halaman.

"Iya, udah. Kamu buka sana, paling Aletta."

Pantas saja. Ya, memangnya siapa lagi selain makhluk satu itu?

Malas. Itulah yang tengah Gema rasakan. Mood-nya sedang tidak baik, tapi Aletta bahkan datang lebih pagi hari ini. Gadis itu mungkin akan datang sepagi ini seterusnya sampai Gina kembali ke Semarang, dengan begitu Gema merasa tidak dibiarkan bertemu dengan Gina.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang