30 - Rencana Menginap

315 61 6
                                    

"Jangan lupa kerjakan tugasnya di rumah! Ibu gak mau Minggu depan masih aja ada dari kalian yang belum mengerjakan tugas."

Seisi kelas serempak menyahut 'Iya, Bu' sebagai jawabannya. Guru berhijab dengan kacamata bertengger di hidungnya itu meraih beberapa buku yang dibawanya, dan segera meninggalkan kelas.

Satu-persatu siswa juga ikut bangkit dari kursi dan bergegas meninggalkan kelas. Ada beberapa yang masih duduk anteng di kursinya. Mungkin mereka yang seperti itu terlalu malas jika harus mengantre di tangga atau di parkiran sekolah.

Diberi peringatan untuk mengerjakan tugas di rumah, hanya siswa teladan yang akan mengikuti perintah itu. Biasanya mereka yang seperti itu adalah para kutu buku atau siswa polos yang jarang bergaul. Bisa saja ada beberapa yang juga mengerjakan di rumah, tapi siapa pun tahu bahwa mengerjakan di kelas sebelum guru datang adalah rutinitas biasa.

Katanya pekerjaan rumah, tapi kebanyakan justru mengerjakan di sekolah.

Katanya tugas mandiri, tapi yang mengerjakan berkelompok.

Dan katanya tidak boleh menyontek, tapi memberi itu kan hal yang baik.

Itulah hukum yang kebanyakan dianut oleh siswa.

"Kesel ya, tiap hari tugas mulu. Udah kelas tiga otak gue dipaksa kerja lebih keras," Digo berkomentar.

"Tau tuh!" Gio menggerutu di belakangnya. "Pelajaran pertama tugas, sampe terakhir juga ngasih tugas. Heran gue. Guru-guru suka banget bikin anak-anak muridnya begah sama tugas. Sekali-kali ngasih cuan kan gak masalah," tuturnya kesal.

"Itu mah mau lo aja, Sapri."

Gema hanya geleng-geleng kepala melihat dua sejoli di sampingnya tengah berdebat. Sebenarnya mengerjakan tugas bukanlah hal yang membosankan, tapi jika dikerjakan bersama-sama, tidak perlu berpikir, dan hanya perlu menyalin tugas seseorang yang sudah selesai. Dalam istilah lain, mencontek. Itu dosa, tapi masih saja banyak yang seperti itu.

Sedangkan Gema, ia bukanlah orang dengan otak kopong. Ia bahkan selalu masuk tiga besar di kelasnya. Tapi untuk tugas-tugas rumah, Gema biasanya ikut mengerjakan di sekolah. Kalau sedang mood mengerjakan sendiri, kalau sedang malas ya nyontek ke kursi lain. Tidak masalah bukan? Yang penting tetap mengumpulkan.

Berdiri dari kursinya, Gema menguap malas. Ia merogoh saku kemeja dan mengambil kotak kecil berisi permen karet. Setelah penutupnya dibuka, Gema melempar dua buah ke dalam mulutnya.

"Udah gak usah mikirin tugas seolah lo mau mati besok, tugas tuh harus bikin lo berpikir kalo lo idup selamanya," ujar Gema keluar dari kursi.

Kening Digo berkerut. Kata-kata seperti itu ia pernah mendengarnya, tapi entah di mana.

"Itu perumpamaan buat apa, ya? Rasaan pernah denger," Gio bersuara.

Tidak ingin menjelaskan karena terlalu malas, Gema memilih mengendik dan berlalu. Digo dan Gio menyusul di belakangnya, begitu juga dengan Aletta yang sejak tadi tidak bersuara.

Di luar kelas, Gema memasang earphone yang selalu sedia di kantung kemejanya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana yang mana sudah terhubung langsung dengan kabel earphone yang dimasukkan ke dalam kemeja. Ia sudah memilih lagu, bersiap menekan tombol play saat salah satu earphone-nya justru ditarik lepas.

"Bosen gue liat lo ngedengerin musik lewat earphone terus," komentar Digo.

Gema mendengkus. Ya, memang itu urusannya? "Kalo bosen gak usah diliat, gak usah dibikin ribet."

"Ya lagian emang lo sendiri gak bosen? Emang lo gak tau kalo dengerin musik emang bagus buat bikin rileks, tapi kalo hampir setiap menit kaya lo gini, jelas bakal ngerusak telinga sama otak. Jadi bego lo nantinya. Berhenti deh."

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang