Note : Cuma mau bilang, sebelum baca part ini, sebaiknya kalian mempersiapkan diri. Jangan teriak-teriak soalnya nanti dikira orang aneh. Mengandung sedikit bumbu yang akan membuat megap-megap, susah napas, greget, kebawa suasana, mau muntah, dan kejang-kejang.
Ingat! Hati-hati.
***
Seumur hidup, Gema tidak pernah melakukan sesuatu untuk makhluk bernama perempuan. Jika menurutnya tidak penting, ia tidak akan mau melakukan hal itu. Berlaku juga untuk Gina, ia memang sangat menyayangi gadis itu, bahkan masih menyayangi, tapi tidak pernah satu pun ia melakukan hal penting untuk gadis itu.
Beberapa waktu lalu, saat Gina kebetulan datang lagi ke kehidupannya, ia belum melakukan apa pun untuk menunjukkan keseriusannya, tapi Gina sudah mendorongnya menjauh.
Lalu sekarang, untuk pertama kalinya Gema mau rapi-rapi di pagi buta hanya untuk seseorang yang belum berhasil menjadi bagian dari hidupnya.
Suasana rumah sakit terbilang masih cukup sepi. Entah di parkiran, lorong-lorong lantai, dan di beberapa tempat lain. Begitu sampai di depan pintu ruang rawat Aletta, Gema menghentikan langkahnya. Ia menimang akan langsung mengetuk pintu atau menunggu sampai jam menunjukkan pukul enam pagi.
Beralih melihat arloji di tangannya, Gema mendengkus saat menyadari masih membutuhkan waktu hampir dua puluh menit lagi sebelum jam enam pagi. Dalam hati Gema merutuki kebodohannya yang datang terlalu pagi.
Kebetulan seperti beberapa hari lalu terjadi. Saat tangan kiri Gema hendak mengetuk pintu, bunyi derit pintu yang terbuka membuatnya terlonjak dan refleks mundur satu langkah. Tangan kanannya dengan cepat menyembunyikan setangkai bunga mawar merah yang sudah dibawanya.
"Astaga, Gema. Kamu ngagetin Tante, deh." Ibu Aletta mengusap dada. Mengurangi keterkejutannya.
Di sampingnya, sang suami tergelak. "Hampir aja Om kena serangan jantung," katanya bercanda.
Kepala Gema tertunduk malu. "Maaf, Om, Tante, saya dateng terlalu pagi." Ia menggaruk tengkuknya salah tingkah.
Kedua orang tua Aletta keluar dari ruangan. Menutup pintu hati-hati agar tidak menimbulkan suara berlebihan.
"Baru aja tante mau panggil suster buat jaga Aletta. Tante sama ayah Aletta mau pulang. Ayah Aletta harus ke kantor, dan tante mau ambil baju ganti."
"Kamu mau nemenin anak om?" sambar ayah Aletta cepat.
Gema kebingungan. Sebenarnya ia tidak berniat begitu. Ia hanya ingin datang, memberikan setangkai bunga, dan berangkat ke sekolah. Itu saja. Tapi...
"Saya aja yang jaga Aletta sampe Tante balik lagi ke sini. Gak perlu panggil suster," kata Gema sopan.
Setelahnya, yang Gema dapatkan adalah pujian-pujian berlebihan. Sesuatu yang sebenarnya tidak pantas ia terima, karena jika orang tua Aletta tahu apa yang pernah ia lakukan pada puteri mereka, bukan tidak mungkin mereka akan langsung mengusirnya.
"Kamu baik banget, Gema. Kalo gitu Tante titip Aletta, ya? Sebentar kok. Tante usahakan datang sebelum jam setengah tujuh pagi."
"Iya, Tante."
Kedua orang tua Aletta pergi. Gema menghela napas lega sambil menarik lagi tangan kanannya ke depan. Memastikan bunga mawar merah yang ia petik dari kebun ibunya tidak rusak.
***
Aletta masih terlelap saat Gema berdiri di samping ranjang. Melihat tirai jendela di ruangan tersebut belum dibuka, Gema bergegas untuk membukanya. Ia kembali dan langsung duduk di kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)
Teen FictionKata orang, Gema itu menyenangkan. Dia baik, ramah, humoris dan mudah bergaul. Siapapun akan betah berteman dengan cowok itu. walaupun agak sedikit jahil dan menyebalkan, kepribadian Gema memang terlampau menyenangkan. Tapi kalau kata Aletta, Gema...